Ekonom Ingatkan Prabowo Jika Nekat Ubah Skema Subsidi BBM jadi BLT

Fauza Syahputra|Katadata
Presiden terpilih, Prabowo Subianto (kiri) bersama dengan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka (kanan) menyampaikan keterangan pers seusai rapat pleno penetapan pemenang Pilpres 2024 di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2024). Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024.
30/9/2024, 15.58 WIB

Dewan penasehat sekaligus Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, Burhanuddin Abdullah mengungkapkan rencana pemerintah untuk mengubah skema subsidi energi untuk bahan bakar minyak (BBM), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan listrik menjadi bantuan langsung tunai (BLT) untuk orang miskin. 

“Kami ingin data yang diperbaiki dan disempurnakan, supaya mereka diberi transfer tunai langsung saja, bukan pada komoditinya tapi kepada keluarganya yang berhak terima. Itu yang akan kita lakukan," kata Burhanuddin dalam acara UOB Indonesia Economic Outlook 2025, Rabu (25/9).

Gubernur Bank Indonesia 2023-2008 memperkirakan skema tersebut dapat menghemat anggaran Rp 150 triliun hingga Rp 200 triliun per tahun. Sebab, pemberian subsidi energi melalui komoditasnya menjadi tidak tepat sasaran.

Burhanuddin mencermati subsidi energi yang dikeluarkan Rp 540 triliun pada 2023 belum tepat sasaran dan belum sesuai dengan kondisi di lapangan. Dia mencontohkan masyarakat Solo yang masih merasakan akses listrik yang mahal.

“Minggu lalu saya pergi ke Solo, saya bertemu dengan pelanggan PLN yang paling bawah. Mereka bayar bulanan Rp 30 ribu, lampunya hanya satu," ujar Burhanuddin.

Perlu Menyasar Masyarakat Rentan Miskin

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengakui pengubahan skema tersebut bisa menghemat impor BBM sekaligus memangkas anggaran subsidi BBM secara signifikan.

Di sisi lain, masyarakat juga akan lebih banyak menggunakan transportasi umum. “Kebijakan ini juga memaksa masyarakat menggunakan transportasi umum dan mempercepat transisi energi, kata Bhima kepada Katadata.co.id, Senin (30/9).

Namun perlu diperhatikan terkait penerima BLT dan BBM subsidi yang tidak masuk kategori miskin. Jika mekanismenya diubah, BLT perlu menyasar masyarakat rentan miskin dan menuju kelas menengah.

“Kelompok menuju kelas menengah mencapai 137,5 juta orang atau hampir 50% populasi,” ujar Bhima.

Apalagi, BLT saat ini hanya menyasar orang miskin, sementara kelas menengah rentan jatuh miskin akibat penghapusan subsidi BBM.

“Khawatir jika cakupan BLT sebagai kompensasi subsidi BBM terbatas, maka akan terjadi pelemahan daya beli yang cukup signifikan,” kata Bhima.

Jika hal tersebut terjadi, bisa memunculkan dampak negatif terhadap konsumsi rumah tangga. Dia menilai kondisi tersebut bisa menyebabkan konsumsi rumah tangga tumbuh di bawah 4% secara tahunan pada 2025.

Ekonomi RI Bisa Terhambat

Ekonom Celios Nailul Huda mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati jika ingin mengubah skema subsidi BBM menjadi BLT untuk orang miskin. Karena hal ini dapat mengganggu stabilitas kelas menengah dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan

“Ketika subsidi BBM tersebut dicabut, saya rasa yang paling dirugikan adalah kelas menengah ini,” kata Huda.

Sebab, kelas menengah tidak mendapatkan bansos namun tertekan dengan kenaikan harga BBM. Lalu ada kemungkinan harga barang lain juga akan naik. “Pada akhirnya ekonomi secara umum akan terhambat,” ujar Huda.

Belum lagi dengan persoalan data penerima BLT yang perlu diperbaiki. Untuk itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal meminta pemerintah agar penyaluran BLT bisa tepat sasaran.

“Kan yang jadi pekerjaan besar dalam bansos selama ini karena banyak unsur ketidaktepatan sasarannya akibat  permasalahan data,” kata Faisal.

Jika hal itu tidak diantisipasi, tidak semua masyarakat miskin bisa menerima BLT. Pada akhirnya penyaluran subsidi BBM yang diubah menjadi BLT juga bisa tidak tepat sasaran juga.

“Kalau ini tidak diantisipasi, sangat mungkin hanya sebagian yang berhak bisa mendapatkan kompensasi BBM. Itu titik lemah yang perlu diantisipasi,” ujar Faisal.

Reporter: Rahayu Subekti