DPR Dikritik Karena Minta Tunjangan Rumah Rp 50 Juta Saat Ekonomi Sulit

Donang Wahyu|KATADATA
gedung DPR
7/10/2024, 17.53 WIB

Sejumlah ekonom mengkritik rencana pemberian tunjangan rumah untuk anggota DPR sebesar Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Hal itu seakan-akan menujukan bahwa para anggota DPR tidak memiliki empati di tengah kondisi ekonomi sulit saat ini. 

Selain itu, rencana ini juga tidak masuk akal karena di tenga daya beli masyarakat menurun dan jumlah kelas menengah juga semakin menyusut. Belum lagi, pemerintah bakal menarik iuran untuk program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai kondisi ekonomi masyarakat saat ini tengah menurun. Maka tidak bijak dan tidak layak jika muncul wacana pemberian tunjangan kepada wakil rakyat yang hidup dari uang pajak rakyat. 

“Wacana ini menunjukkan ketidakempatian kesekretriatan maupun wakil rakyat terhadap kondisi ekonomi Indonesia yang melemah,” kata Huda kepada Katadata.co.id, Senin (7/10). 

Seharusnya, penggunaan anggaran memprioritaskan rakyat terlebih dahulu karena anggaran negara sangat terbatas sehingga tidak bijak memunculkan usulan tunjangan rumah tersebut. 

Saat ini sudah ada rumah dinas bagi anggota parlemen yang bisa ditempati dengan fasilitas lengkap. “Tentu akan menjadi pertanyaan, jika diberikan uang tunjangan rumah pengganti rumah dinas, rumah dinasnya buat siapa? Apakah buat kesekretariatan DPR/MPR?” ujar Huda. 

Huda memperkirakan total tunjangan rumah anggota DPR bisa mencapai Rp 600 juta per tahun. Belum termasuk dengan penambahan gaji dan tunjangan lainnya yang mencapai Rp 50 juta per bulan. “Ditambah kehadiran dan uang lain. Janganlah jadi manusia tamak itu para anggota DPR,” kata Huda. 

Beban APBN Makin Berat

Huda menilai usulan tunjangan ini dapat membenai membebani APBN. “ Karena APBN harus mengeluarkan uang untuk tunjangan rumah anggota dan perawatan rumah dinas. Memang bagi kesekretariatan DPR merupakan uang kecil, bagi rakyat kecil uang miliaran tersebut bisa berarti,” ujar Huda. 

Padahal, uang tunjangan tersebut bisa menyokong program makan bergizi gratis yang layak dengan gizi seimbang bagi delapan ribu anak setiap hari dalam setahun. “Gizi anggota dewan sudah sehat semua. Tapi mereka tidak memikirkan dan tidak punya rasa empati buat berbagi ke masyarakat miskin,” kata Huda. 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga menilai rencana tunjangan ini bakal membebani APBN. Karena kondisi fiskal sudah sangat terbatas untuk membiayai program-program pemerintah. 

“Seharusnya pengeluaran APBN ini sangat selektif dan diprioritaskan untuk mengangkat pendapatan masyarakat,” ujar Faisal. 

Dengan begitu, benefit apapun yang akan diberikan kepada ASN, pejabat tinggi, dan termasuk juga anggota DPR harus menyesuaikan kondisi APBN. Sehingga, benefit yang ada saat ini harus diarahkan kepada masyarakat kelas menengah dan bawah. 

“Dari sisi besarannya menurut saya harus lebih adil. Harus ada sense of crisis gitu. Ada empati terhadap kelas menengah ke bawah,” kata Faisal.

Sementara Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti juga menilai usulan tunjangan rumah DPR sangat tidak tepat di tengah deflasi lima bulan berturut turut. 

“Pembagian tunjangan rumah Rp 50 juta, sebaiknya bisa dialokasikan untuk masyarakat yang sedang mengalami penurunan daya beli. Apalagi ada iuran Tapera dan kenaikan dana pensiun akan memperparah deflasi,” ujar Esther. 

Tak berbeda dengan yang lain, Esther juga menilai tunjangan rumah DPR bakal membebani APBN. Oleh karena itu, Esther meminta pemerintah lebih berhati-hati mengelola belanja anggaran dan lebih fokus pada kegiatan produktif ketimbang konsumtif. 

Tunjangan Rumah DPR untuk Ganti Rumah Dinas

Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerbitkan surat bernomor B/733/RT.01/09/202. Dalam surat tertanggal 25 September 2024 itu disebutkan bahwa anggota DPR periode 2024-2029 tak lagi mendapat rumah. 

Surat itu memuat tiga poin utama yang menjelaskan fasilitas baru sebagai pengganti rumah dinas. Pertama,anggota DPR periode 2024-2029 akan diberikan tunjangan perumahan dan tidak diberikan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA).

Kedua, pemberian tunjangan perumahan diberikan terhitung sejak anggota DPR periode 2024-2029 dilantik. Adapun poin ketiga, anggota DPR yang mendapat tunjangan perumahan, maka tidak berhak menempati Rumah Jabatan Anggota.

Sekjen DPR Indra Iskandar membenarkan kabar tersebut. Ia mengatakan, anggota dewan akan mendapat tunjangan perumahan lantaran rumahnya dikembalikan ke Kemensetneg.

Indra menyebut riset awal pada hunian di sekitar kompleks parlemen, Senayan dengan tunjangan Rp 30 juta sampai Rp 50 juta per bulan. “Ini untuk hunian tiga kamar, kita cek di Senayan, Kebayoran, Sudirman harganya bagimana?. Kalau untuk kamar kos saja berapa?, enggak mungkin kalau Rp 5 juta atau Rp 10 juta," kata Indra. 

Lalu saat ditanya wartawan terkait kisaran tunjangan rumah DPR pada angka Rp 30 sampai Rp 50 juta per bulan, Indra mengkonfirmasi hal itu. “Ya, sekitaran segitulah,” ujar Indra. 

Reporter: Rahayu Subekti