Surplus Neraca Perdagangan RI Diprediksi Kembali Menyusut pada September 2024

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU
Aktivitas bongkar muat kontainer berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (15/12/2022). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 5,16 miliar dolar AS pada November 2022 dengan nilai ekspor 24,12 miliar dolar AS dan impor 18,96 miliar dolar AS atau surplus neraca perdagangan ke-31 berturut-turut yang dicapai Indonesia sejak Mei 2020.
15/10/2024, 08.04 WIB

Ekonom memproyeksikan neraca perdagangan Indonesia akan melanjutkan surplus pada September 2024. Namun, surplus perdagangan tersebut akan kembali menyusut dan cenderung tidak berkualitas.

“Neeraca perdagangan kita meski surplus, kemungkinan akan terus berlanjut tapi menyusut. Perkiraannya surplus mencapai US$ 2,5 miliar hingga US$ 2,6 miliar,” kata Bhima dalam Media Briefing Celios, Senin (14/10) malam.

Selain mengalami penyusutan, struktur neraca perdagangan Indonesia juga tidak berkualitas. Sebab, surplus yang terjadi cenderung dibantu oleh berkurangnya impor, khususnya untuk bahan baku.

Menurut Bhima, impor bahan baku mengalami penurunan karena terdapat tekanan dalam 10 tahun terakhir ini. “Bahkan tekanan itu kembali menguat pascapandemi dari sisi jumlah pendapatan masyarakat yang bisa dibelanjakan. Itu konsisten mengalami penurunan, sempat rebound pascapandemi terus turun lagi,” ujar Bhima.

Hal ini menunjukkan terjadi masalah sisi permintaan, yang juga tercermin dari PMI manufaktur Indonesia yang angkanya masih di bawah ekspansi. PMI Manufaktur merupakan indikator terkait arah tren ekonomi di sektor manufaktur dan jasa

“Jadi surplus perdagangan tidak ditopang oleh surplus perdagangan yang sehat. Surplus yang sehat, ekspor industrinya bakal meningkat, meski ada kenaikan dari sisi impor bahan baku,” kata Bhima.

Selain itu, surplus yang paling bagus jika impor bahan baku industri dapat ditekan dan ekspor industri juga meningkat. Hal itu didorong adanya penggunaan bahan baku domestik. “Itu tidak terjadi di Indonesia dalam 10 tahun,” ujar Bhima.

Faktor yang Memengaruhi Penurunan Ekspor dan Impor

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan neraca perdagangan surplus US$ 2,92 miliar pada September 2024. Prakiraan ini sedikit lebih tinggi dari surplus bulan sebelumnya sebesar US$ 2,9 miliar.

Sementara kinerja ekspor diperkirakan turun 3,85% secara bulanan pada September 2024 meski laju ekspor tahunan naik 9,21%. “Laju bulanan ekspor yang terkontraksi pada September 2024 dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas batu bara yang secara rata-rata turun sekitar 4,5% secara bulanan (mtm) sepanjang September,” kata Josua, Selasa (15/10).  

Selain itu, tren penurunan aktivitas manufaktur global yang terindikasi dari PMI manufaktur dari sebagian besar mitra dagang utama Indonesia juga melanjutkan tren penurunan. Kondisi ini terjadi di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Cina, dan Eropa masih berada dalam fase kontraktif.

Di sisi yang lain, kinerja impor bulanan juga diperkirakan turun 4,5% mtm meski laju tahunan ekspor diperkirakan naik 13,8% pada September 2024. Penurunan kinerja impor dipengaruhi oleh potensi penurunan impor migas dan nonmigas. 

 “Tren penurunan harga minyak brent pada September 2024 mencapai 7,6% secara bulanan diperkirakan akan memengaruhi penurunan impor migas,” ujar Josua.

Josua juga menyoroti faktor musiman yang menyebabkan penurunan impor non-migas pada September 2024 dan juga terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Jika ini terus berlanjut, maka akan memengaruhi kinerja impor nonmigas Indonesia. 

Reporter: Rahayu Subekti