Ditjen Pajak Tunjuk Amazon Jepang hingga Huawei Jadi Pemungut PPN Digital
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menunjuk perusahaan asing menjadi pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Terdapat tujuh pelaku usaha PMSE yang ditunjuk menjadi pemungut PPN pada November 2024.
Perusahaan tersebut yaitu Amazon Japan G.K, Vorwerk International & Co KmG, Huawei Service (Hong Kong) Co Limited, Sounds True Inc, Siteground Hosting Ltd, Browserstack Inc, dan Total Security Limited.
“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti dalam pernyataan tertulis, Kamis (12/12).
Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lain, seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) atas transaksi pengadaan barang dan jasa.
Secara total, pemerintah telah menunjuk 199 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN hingga November 2024. Jumlah tersebut termasuk satu pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE, dan satu pencabutan pemungut PPN PMSE pada November 2024.
Pembetulan pada November 2024 yaitu Posit Software, PBC. Lalu untuk pencabutan pada periode tersebut yaitu Global Cloud Infrastructure Limited. “Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 171 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp 24,5 triliun,” ujar Dwi.
Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran 2020, Rp 3,90 triliun setoran pada 2021, Rp 5,51 triliun setoran 2022, Rp 6,76 triliun setoran 2023, dan Rp 7,58 triliun setoran 2024.
Penerimaan di Sektor Ekonomi Digital
DJP mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp 31,05 triliun hingga 30 November 2024. Jumlah ini berasal dari pemungutan PPN PMSE Rp 24,49 triliun, pajak kripto Rp 979,08 miliar, pajak fintech (P2P lending) Rp 2,86 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan atau jasa melalui SIPP Rp 2,71 triliun.
Sementara itu, penerimaan pajak kripto telah terkumpul Rp 979,08 miliar hingga November 2024. Penerimaan tersebut berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan 2022, Rp 220,83 miliar penerimaan 2023, dan Rp 511,8 miliar penerimaan 2024.
Penerimaan pajak kripto terdiri dari Rp 459,35 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger. Kemudian Rp 519,73 miliar dari penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.
Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp 2,86 triliun hingga November 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp 446,39 miliar penerimaan 2022, Rp 1,11 triliun penerimaan 2023, dan Rp 1,31 triliun penerimaan 2024.
Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT Rp 800,99 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN Rp 558,57 miliar, dan PPN DN atas setoran masa Rp 1,5 triliun.
Selain itu, penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lain berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga November 2024, penerimaan dari pajak SIPP mencapai Rp 2,71 triliun.
Tercatat penerimaan pajak SIPP mencapai Rp 402,38 miliar pada 2022, sebesar Rp 1,12 triliun pada 2023, dan pada 2024 senilai Rp 1,19 triliun. Penerimaan pajak SIPP ini terdiri dari PPh sebesar Rp 183,83 miliar dan PPN sebesar Rp 2,53 triliun.