Menanti Ujian Terakhir Green Diesel D100 Pertamina di Pasar

Pertamina
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kiri) bersama Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (tengah) dalam peluncuran produk D-100 yang merupakan BBM ramah lingkungan dari 100% pengolahan CPO.
Penulis: Pingit Aria
22/7/2020, 12.04 WIB

PT Pertamina tengah gencar mengembangkan bahan bakar dari bahan nabati, khususnya minyak sawit. Yang terdepan adalah pengembangan bahan bakar diesel dari 100% minyak sawit alias D-100. Harapannya, penggunaan energgi fosil bisa ditekan dan menambah serapan sawit di dalam negeri. Namun, masih ada sejumlah ganjalan untuk mewujudkan keinginan tersebut.

Uji produksi hingga tes jalan bahan bakar D100 dilakukan hanya dalam hitungan hari. Pada 2-9 Juli lalu, Pertamina melakukan uji coba produksi D100 di Kilang Dumai, Riau. Selanjutnya, pada 14 Juli lalu, tes jalan menggunakan Kijang Innova keluaran 2017 di jalur sepanjang 200 kilometer.

Esok harinya, mobil yang sama digunakan menjemput rombongan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dari Bandara Pinang Kampai Dumai. Bersama Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati, Agus diantar ke Kilang Minyak Putri Tujuh Pertamina RU II Dumai.

Agus mengaku menikmati perjalanan sejauh 9 kilometer itu. “Suara mesin halus. Ini sekaligus sosialisasi hasil uji coba pengolahan refined, bleached and deodorized palm oil atau RBDPO 100%," katanya, Minggu (19/7).

RBDPO adalah minyak kelapa sawit atau CPO yang diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya. Uji coba sudah tiga kali dilakukan. Namun, sebelumnya Pertamina baru mencoba mengolah RBDPO melalui co-processing dengan kadar 7,5% dan 12,5%.

“Saya ucapkan selamat kepada Pertamina, khususnya Kilang Dumai yang telah membuktikan bahwa kita mampu, dengan proses sangat cepat dimulai sejak Tahun 2019,” ujarnya.

Tak hanya Agus yang puas. Pertamina mengklaim hasil uji dan tes jalan kendaraan berbahan bakar D100 ini cukup menjanjikan. Penggunaan D-100 dalam campuran bahan bakar kendaraan dapat meningkatkan cetane number. Hasilnya, kepekatan asap yang dibuang berkurang.

Deputy CEO PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Budi Santoso Syarif menjelaskan, bahan bakar yang digunakan dalam tes jalan tersebut adalah campuran D100 sebanyak 20%, Dexlite sebanyak 50% dan FAME atau Fatty Acid Methyl Ester sebanyak 30%.

Menurut hasil uji lab, terukur bahwa cetane number campuran D-100 dan Dexlite yang digunakan tersebut minimal 60. Angka itu lebih tinggi dari Dexlite yang memiliki cetane number 51.

“Hasilnya, opacity atau kepekatan asap gas buang turun menjadi 1,7% dari sebelumnya 2,6% saat tidak dicampur dengan D-100,” ujarnya.

Bahan bakar nabati yang 100% diekstrak dari minyak sawit ini merupakan yang pertama di Indonesia. Melalui hasil uji tersebut, Pertamina menyebut implementasinya bukan lagi angan-angan. Benarkah demikian?

Genjot Serapan Sawit

Program green diesel ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk implementasi Program Bahan Bakar Nabati (BBN) yang mengoptimalkan sumber daya di dalam negeri. Seperti diketahui, Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia.

Saat ini produksi minyak kelapa sawit di Indonesia berada di angka 42 juta hingga 46 juta metrik ton per tahun. Serapannya untuk minyak sawit yang diolah memakai metanol atau fatty acid methyl ester (FAME) untuk biodiesel sekitar 11,5%. Databoks berikut menunjukkan produksi sawit (minyak dan inti sawit) di Indonesia sejak 1980.

Serapan sawit domestik dinilai lebih menguntungkan dalam jangka panjang. Ketua Umum Apkasindo, Gulat ME Manurung berharap tambahan kebutuhan di dalam negeri akan membuat harga sawit meningkat.

"Analisis saya itu, jika ekspor kita di bawah 50%, maka yang menentukan harga CPO dunia adalah Indonesia. Sekarang kita masih tergantung pada ekspor, nanti  kita yang menentukan harga," kata dia.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Gapki Joko Supriyono. Dia mengatakan, pengusaha menyambut positif program Pertamina tersebut. Dengan adanya D100, konsumsi solar dapat digantikan dengan produk nabati yang lebih menguntungkan produsen sawit dalam negeri.

"Program D100 sudah pasti berdampak positif untuk industri sawit secara keseluruhan, hanya saja yang perlu didetailkan peta jalannya (roadmap) ke depan seperti," kata dia.

Diakuinya, saat ini perusahaan sawit Indonesia lebih banyak mengekspor CPO. Pasalnya, komoditas ini lebih menguntungkan ketimbang mengolahnya menjadi biodiesel. Hal ini yang membuat capaian produksi bahan bakar nabati atau BBN Indonesia di 2019 hanya 75% dari target atau sebanyak 6,26 juta kiloliter.

Kapasitas produksi D100 Pertamina di Kilang Dumai saat ini baru mencapai 1.000 barel per hari. Namun, perusahaan pelat merah itu juga menyiapkan unit produksi green diesel dengan kapasitas 20 ribu barel per hari di Kilang Plaju, Sumatera Selatan.

Jika kedua kilang tersebut beroperasi penuh, Ketua Dewan Penasehat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bayu Krisnamurthi memperkirakan, penyerapan minyak kelapa sawit atau CPO dari pabrik tersebut dapat mencapai 1,25 juta ton.

Berikutnya, berapa harga D100 tanpa subsidi?...

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan, Rizky Alika