Perubahan Peta Bisnis Properti yang Terpukul Pandemi

Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
14/9/2020, 07.00 WIB

Aktivitas di Bumi Karang Indah makin berkurang. Seperti Kamis siang pekan lalu, orang jarang berlalu-lalang di kompleks perkantoran di Jalan Karang Tengah Raya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan itu. Hal ini seiring satu per satu penyewa kantor di sana menyusut sejak Maret lalu, kala pandemi corona mulai merebak.

Dari sekitar 20 kantor, empat di antaranya kosong dan siap dilego oleh si pemilik gedung. “Di sana dulu tempat praktek dokter gigi, lalu itu tempat les, kemudian tempat les musik,” kata Wahyu, petugas keamanan Bumi Karang Indah kepada Katadata.co.id sambil menunjuk ke deretan kantor di sana.

Menurut dia, para penyewa yang tak memperpanjang pemakaian gedung makin bertambah tatkala Pemerintah Daerah DKI Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB pada 10 April 2020. Tiga hari sebelum itu angka positif Covid-19 di Ibu Kota mencapai 1.552 kasus, 144 orang di antaranya meninggal. Akibat PSBB, kegiatan ekonomi sejumlah sektor non-esensial ditutup.

Dia mendengar, kondisi saat ini memang sedang susah. Wahyu pun belum mendapat kabar perihal tiga penyewa kantor lain yang masa kontraknya bakal habis pada akhir tahun ini, akan meneruskan atau menghentikan usaha mereka di kompleks tersebut.

Tak hanya perkantoran yang kegiatan usahanya menurun, sejumlah pusat perbelanjaan malah mati suri. Hanya ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melonggarkan PSBB pada awal Juli, geliat ekonomi mulai terlihat. Seperti di Cilandak Town Square, pengunjung mulai berdatangan.

Walaupun, kata seorang resepsionis, sedikit keramaian baru terlihat satu bulan terakhir. Itu pun belum semua tenant membuka gerainya. Seperti Kamis kemarin, tiga toko masih tutup. Sementara orang yang datang baru sepertiga dibandingkan hari normal. “Hanya di akhir pekan meningkat 50 – 60 %,” ujar dia.

Head of Research Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan, hingga saat ini memang tidak ada ekspansi di sektor retail karena tingkat kunjungan mal yang minim setelah PSBB. Sejumlah perusahaan bahkan mengurungkan niat meluncurkan mal baru.

Beberapa mal yang batal dibuka di antaranya AEON Mal Lenteng Agung dan Senayan Park, karena jumlah pengujung yang sepi. Padahal mal tersebut sudah memiliki komitmen awal dari tenant.

Kondisi tersebut memang jauh dari prediksi sebelum pandemi. Dari sisi okupansi, Anton menyebutkan tingkat hunian mal di Jakarta semula diperkirakan bakal terus naik mengikuti tren tahun lalu. Realisasinya, tingkat keterisian mal di Jakarta yang biasanya hampir 90 % kini tinggal 86 %.

Aneka Promosi Properti Pemikat Konsumen

Dampak negatif pandemi corona terhadap bisnis perkantoran dan gedung perbelanjaan ini dirasakan industri properti secara umum. Sejumlah kalangan melihat properti merupakan salah satu bisnis yang tak cemerlang tahun ini. Tak ada lagi slogan “Beli sekarang atau harga naik pekan depan”. Pengembang properti justru mengucurkan berbagai diskon untuk menarik pembeli.

PT Sinarmas Land, sebagai contoh, memberikan banyak potongan harga untuk meningkatkan penjualan. Dari akun Instagram SinarmasLand, sejumlah produk properti diberikan diskon 10 hingga 25 % dan bonus Rp 50 juta hingga 300 juta.

Sepanjang semester satu kemarin, pertumbuhan harga properti memang melambat. Bahkan Bank Indonesia memproyeksikan laju harga properti residensial masih melemah hingga kuartal ketiga 2020, seperti terlihat dalam grafik Databoks di bawah ini. 

Lesunya penjualan ini menyebabkan kinerja perusahaan properti negatif. Berdasarkan notasi khusus Bursa Efek Indonesia per 7 September 2020, PT Ayana Land International, misalnya, tercatat tidak memiliki pendapatan usaha dalam laporan keuangannya. Sedangkan PT Modern Internasional memiliki ekuitas negatif.

Selain itu, PT Sentul City mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adapula PT Cowell Development dan PT Hanson International dinyatakan pailit.

Meski begitu, sejumlah pengembang besar seperti PT Ciputra Development masih bisa bertahan. Perusahaan itu bahkan terus melanjutkan pengembangan proyek baru meski kondisi pasar tak cukup baik.

Direktur Ciputra, Harun Hajadi, menyatakan perusahaan memiliki strategi tertentu dalam menjual produk meski di tengah pandemi corona. Hasilnya, perusahaan berhasil meluncurkan klaster perumahan dan sold out. Pihaknya cukup percaya diri untuk meluncurkan proyek baru di akhir tahun ini.

Penjualan proyek rumah tapak Ciputra yang masih cukup baik hingga saat ini berada di Medan, Bogor, Tangerang, Bekasi, Semarang, dan Makassar. “Itu yang kelihatannya cukup bergairah,” ujar Harun.

Meski begitu, tak semua produk perusahannya laku keras. Salah satu agen penjualan produk perumahan di Citra Raya mengatakan memang berhasil memasarkan klaster Viale seharga Rp 500-an juta hingga sold out. Namun untuk proyek seharga Rp 700 juta hingga 1 miliar per unit di kawasan yang sama belum terjual semua.

(Adi Maulana Ibrahim | Katadata)

Karena itu, Ciputra hanya menargetkan total penjualan pada tahun ini Rp 4,5 triliun. Jumlah tersebut turun dibandingkan realisasi pada 2019 yang mencapai Rp 6,8 triliun.

Pendapatan Ciputra pada semester satu kemarin turun hingga 10,84 % secara tahunan (yoy) menjadi Rp 2,8 triliun, dengan pendapatan pra-penjualan menyusut dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 2 triliun. Sedangkan laba bersih emiten berkode CTRA itu anjlok 42,82 % menjadi Rp 169,51 miliar.

Dalam mengatasi badai pandemi ini, Sinarmas Land mengadakan Move In Quickly yang berlangsung dari Maret sampai 31 Desember 2020. Menurut Managing Director Strategic Business & Services Sinarmas Land Alim Gunadi, program berupa diskon untuk pembelian tunai dan keringanan uang muka untuk pembelian kredit ini sangat diminati pelanggan. “Baik itu investor atau pun end user,” kata Alim kepada Katadata.co.id.

Untuk memperluas pangsa pasar, Sinarmas Land juga membidik kalangan milenial. Programnya seperti imajihaus, invensihaus, freja, dan O2. Untuk yang ini, Alim belum bisa mebeberkan seberapa cepat tingkat transaksinya karena programnya masih berlangsung. Yang pasti, “Penjualannya sudah sampai 570 unit.” Walau tidak sefantastis seperti di masa normal yang kerap sold out, Alim bersyukur akan pencapaian tersebut.

Head of Research Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan penjualan properti residensial seperti perumahan memang masih berjalan, walau bukan mencerminkan kondisi secara keseluruhan. Dalam kondisi pasar yang melamabat, tetap ada beberapa proyek properti yang sukses.

Satu faktor pendorong di antaranya yaitu permintaan dan produk yang ditawarkan cocok dengan kelangan menengah. Misalnya, harga terjangkau dan produknya tidak berlebihan. Ketika fundamental permintaan terbuka lebar, proyek-proyek aktif yang dilaksanakan dengan konsisten akan memiliki peluang bagus.

Permasalahan di segmen ini justru pada jumlah pasokan yang kurang. Hal itu karena perusahaan properti kesulitan mencari pendanaan. “Contohnya, penjualan proyek-proyek Ciputra di Maja, Sinarmas, dan Summarecon masih bagus,” ujar Anton. “Namun kondisi pandemi yang melemahkan ekonomi menyebabkan banyak pengembang agak sulit untuk membangun proyek baru.”

Hal senada diungkapkan Ferry Salanto. Kepala Riset Colliers International Indonesia ini menyatakan proyek yang berhasil dijual dalam kondisi saat ini hanya per kasus. Secara umum, pasar properti belum terlalu pulih. “Jika ada developer  yang berhasil, itu karena produknya pas saja dengan konsumen,” ujar Ferry.

Pasar Apartemen Makin Ambles, Perkantoran Ada Harapan

Bila segemen rumah tapak masih memperlihatkan geliat, lain halnya dengan hunian-hunian yang menjulang ke angkasa. Direktur Ciputra, Harun Hajadi menyatakan, tingkat keterisian sejumlah apartemen di perusahaanya masih cukup kosong.

Memang, kata dia, kondisi ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Proyek apartemen mulai lesu usai kelebihan pasokan sejak dua tahun lalu karena tidak ada permintaan. Banyak proyek apartemen tak terserap pasar.

Menurut Anton Sitorus, apa yang menimpa pasar aprtemen makin menjadi tatkala merebak pandemi. Dalam riset yang dibuat lembaganya, permintaan produk apartemen turun hingga 50 % pada semester pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama pada 2019. Hal ini seperti yang terjadi pada tingkat hunian hotel.

Walau belum ada indikasi akan ekspansif, keadaan lebih baik terlihat pada permintaan untuk perkantoran dalam skala terbatas. Biasanya, kata Anton, permintaan datang dari penyewa yang pindah dari gedung lama. Tak heran kalau perkantoran baru masih bermunculan di kawasan elite seperti Mega Kuningan, Sudirman, dan Thamrin.

Salah satu pendorong perusahaan atau investor masih membangung gedung perkantoran bukan hanya karena kondisi pasar secara umum. Namun ada beberapa proyek yang dibangun lantaran permintaan dari klien. Misalnya, perusahaan A membutuhkan ruang kantor hingga 20 ribu meter persegi, pengembang properti akan membangun khusus untuk perusahaan tersebut. “Ada juga karena prestige. Contohnya Sopo Del di Mega Kuningan,” ujar Anton.

Dengan beberapa indikator tersebut, Anton meramal sektor perkantoran cenderung stabil hingga akhir tahun. Bahkan ketika work from home (WFH) berlaku sepanjang pandemi corona. Sebab, ketentuan bekerja dari rumah tidak berpengaruh besar terhadap permintaan gedung perkantoran dalam lima tahun ke depan. Perusahaan tetap membutuhkan kantor untuk tempat rapat hingga bertemu klien.

Bahkan, menurut dia, permintaan perkantoran bisa meningkat dengan munculnya penyewa dari sektor e-commerce yang bisnisnya tengah melejit akibat pandemi. Dia mencontohkan Tokopedia yang memiliki kantor di salah satu gedung di Mega Kuningan milik Ciputra Group.

Walau muncul harapan, Kepala Riset Colliers International Indonesia Ferry Salanto melihat ada kejenuhan pasokan sehingga tingkat okupansi perkantoran anjlok. Total pasokan kumulatif di Jakarta hingga semester pertama 2020 mencapai 10,4 juta meter persegi dengan 66 % berada di central business distric (CBD). Hingga 2023, diperkirakan ada tambahan pasokan cukup besar.

Penambahan gedung perkantoran dari 2020 – 2024 diperkirakan 1,22 juta meter persegi, di mana 60 % berada di CBD. Selain itu, muncul gedung baru yang dalam tahap konstruksi sehingga berpotensi menyebabkan tingkat hunian semakin turun hingga di bawah 80 %. Belum lagi beberapa proyek yang masih tahap perencanaan.

Karena itu, dari sisi tingkat hunian di CBD, pada tahun ini diproyeksikan terus merosot. Namun di luar CBD relatif stabil. “Untuk tahun ini akan jelek outlook-nya, tapi setahun hingga dua tahun ke depan saya optimistis bergerak lagi,” kata Ferry.

Perumahan Subsidi Mulai Menggeliat

Selain properti komersial, perumahan rakyat atau rumah subsidi juga terpukul pandemi corona. Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja mengatakan permintaan rumah subsidi pada Maret hingga Mei 2020 hanya 40 % dari akhir 2019.

Permintaan mulai berbalik naik pada Juni 2020 di level 60 – 70 %. Pada Juli – Agustus 2020 kembali meningkat ke level 70 hingga 80 %. Peningkatan penjualan rumah subsidi terlihat di hampir seluruh wilayah Jawa, terutama Bogor. Sedangkan di luar Jawa, paling banyak di Pekan Baru.

Permintaan yang kembali naik dipengaruhi keinginan konsumen untuk memiliki rumah pertama. Selain itu, para pengembang memberikan diskon yang cukup besar. Endang mengatakan nilai rumah yang seharusnya Rp 150 juta bisa dijual Rp 100 juta.

Meski begitu, penjualan rumah subsidi bukan tanpa kendala. Penjualan yang meningkat ini tak diimbangi dengan persetujuan akad dari bank pemberi kredit.

Menurut Endang, jumlah penjualan rumah biasanya berkelindan dengan kesuksesan akad kredit 60 hingga 70 %. Namun saat ini pihak bank hanya menyetujui sekitar separuh akad kredit dari penjualan. “Bank super hati-hati, mereka tidak mau mengambil risiko,” kata Endang kepada Katadata.co.id.

Para pengembang perumahan rakyat pun bernegosiasi dengan perbankan untuk memitigasi risiko kredit bersama-sama. Salah satu caranya dengan mensyaratkan uang muka yang besar. Sehingga ketika kredit macet, nilai propertinya masih sangat menarik.

Jika bank setuju dengan skema itu, lanjut Endang, pihaknya bisa meningkatkan persetujuan akad hingga 10%-15% menjadi 70% dari penjualan.

Secara umum, Anton Sitorus memproyeksikan bisnis properti masih turun hingga akhir 2020. Sektor ini baru meningkat pada semester kedua tahun depan jika pembuatan vaksin corona berjalan sesuai rencana pemerintah.

Oleh karena itu, dia menyarakan para pengembang untuk menata kembali proyek-proyek yang cocok dengan kondisi pasar. Pengembang juga harus menyiapkan strategi pemasaran yang cocok dengan perubahan yang mengandalkan sistem daring. Selain itu, perusahaan harus efisiensi atas arus kas yang semakin tipis.

“Sambil menunggu momen yang tepat, perusahaan bisa memikirkan inovasi, terobosan, desain produk, desain bangunan, strategi pemasaran, hingga strategi pembayaran konsumen,” kata Anton. “Ketika pandemi selesai, siapa yang cepat dan lebih dahulu melaksanakan terobosan akan di atas angin.”

Reporter: Febrina Ratna Iskana, Muchammad Egi Fadliansyah