Peran pemuda dalam menyukseskan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada 15 -17 November turut mengambil peranan penting. Beragam pertemuan digelar generasi muda dari 20 negara yang tergabung dalam Youth 20, untuk membahas isu-isu global, dari working group hingga menghasilkan komunike untuk direkomendasikan kepada para pemimpin G20.
Tahun ini, delegasi Y20 Indonesia memiliki empat isu prioritas: transformasi digital, ketenagakerjaan pemuda, keragaman dan inklusi, serta keberlanjutan planet dan layak huni. Delegasi Y20 Indonesia juga mengajak para pemimpin G20 untuk memikirkan cara agar ketimpangan antar negara lebih ter-address, sehingga bisa saling merangkul untuk maju.
"Mungkin harapanku tahun ini kita bisa menghasilkan resolusi atau komunike yang lebih tangible, instruktif, lebih konkrit," kata Delegasi Y20 Indonesia, Marshiella Pandji dalam wawancara dengan Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Delegasi Y20 sekaligus ibu dari seorang putri tersebut, saat ini bekerja sebagai staf ahli di Kantor Kepresidenan Indonesia. Shiella sapaan akrabnya, bekerja menangani program pemerintah dan isu-isu kebijakan pembangunan manusia, khususnya perlindungan sosial. Sebagai Delegasi Y20, dia fokus mewakili isu terkait Ketenagakerjaan Pemuda.
Sebelum berkarir di kantor kepresidenan, wanita kelahiran Maret 30 tahun lalu ini sempat bekerja sebagai konsultan strategi dan urusan pemerintahan di London dan Jakarta.
Berdasarkan data Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), produktivitas tenaga kerja di Indonesia hanya US$ 13,1 per jam. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan ke-107 dari 185 negara. Sedangkan posisi pertama adalah Luksemburg, dengan nilai produktivitas tenaga kerja mencapai US$ 128,1 per jam.
Lalu, seperti apa lulusan Universitas Wisconsin-Madison, Amerika Serikat ini memandang kondisi dan masalah ketenagakerjaan pemuda di Indonesia saat ini? Berikut rangkuman wawancaranya:
Bagaimana kondisi ketenagakerjaan pemuda Indonesia saat ini?
Masalah ketenagakerjaan pemuda itu rentan terhadap pengangguran. Sebenarnya, tingkat pengangguran pemuda itu, globally biasanya lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran usia dewasa. Pemuda memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar menjadi pengangguran, dibandingkan orang dewasa. Di Indonesia, kondisinya tidak jauh berbeda. Melihat data BPS 2021, betul memang tingkat pengangguran terbuka pada usia muda (usia 16-30 tahun), sedikit menurun. Tapi, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pemuda secara umum, dua kali lebih tinggi dibandingkan TPT untuk seluruh kelompok umur.
Artinya, tingkat pengangguran pemuda itu masih menjadi isu yang concerning di Indonesia, sebagaimana di negara-negara lain. Apalagi, pandemi tentu berdampak bagi pemuda yang bekerja di sektor informal, atau pekerja serabutan. Itu karena jam kerjanya berkurang, atau pendapatannya berkurang. Tidak boleh lupa, pemuda itu usia masih sekolah dan banyak juga yang terdampak (pandemi). Dengan mereka tidak bisa pergi sekolah, ada yang namanya learning lost. So, bisa dibayangkan kita berangkat dari keadaan yang sebenarnya tidak ideal, ditambah lagi efek pandemi, sehingga semakin membawa dampak negatif.
Selain masalah pengangguran, masalah ketidakstabilan kerja juga menjadi penting. Sehingga, peran perlindungan sosial atau istilahnya social protection menjadi penting. Ini salah satu sub tema yang diangkat KTT Y20 tahun ini. Untuk track ketenagakerjaan pemuda, kita bahas bagaimana memberikan perlindungan sosial yang tepat bagi pemuda yang pekerjaannya tidak tetap, atau low paying, low quality, unstable jobs.
Sebetulnya perlindungan sosial untuk kaum muda belum ideal. Ada program seperti cash transfer untuk anak usia sekolah, namun pemuda yang bertransisi dari dunia sekolah ke dunia kerja, atau mereka yang bekerja di sektor informal belum banyak perhatian. Jadi, saya pikir ini menjadi salah satu isu yang kita dorong, untuk bisa diperhatikan oleh para pemimpin.
Sejauh apa gap kondisi Indonesia dengan negara lain?
Sebenarnya agak sulit ngomong benchmark seperti apa, dan membandingkan dengan negara lain, karena saat ini tentu semua negara terdampak pandemi, jadi baseline-nya semua jadi berubah. Jadi kalau pandangan saya, yang perlu di highlight bahwa Indonesia punya perspektif negara berkembang yang kemudian perlu disuarakan di KTT G20.
Untuk negara berkembang seperti Indonesia, tantangannya menjadi double, karena kita berangkat dari titik yang tidak sama dengan banyak negara-negara maju lainnya, yang mungkin baseline educational attainment lebih baik untuk pemuda-pemuda di negara luar. Atau mereka sudah memiliki sistem perlindungan sosial yang lebih mapan dan sebagainya.
Tentu, untuk negara Indonesia yang belum semapan itu, jadi lebih banyak step yang harus kita kejar, untuk bisa kemudian memberikan perlindungan dan kesempatan kerja yang mumpuni bagi pemuda.
Apa baseline pendidikan jadi tantangan terdekat saat ini, atau ada tantangan yang lebih urgent?
Kalau soal pendidikan adalah tantangan yang paling mendasar dan will always be there, maksudnya itu adalah sesuatu yang harus kita address dalam jangka waktu panjang, enggak mungkin kita bikin kebijakan atau policy action dan langsung ada dampaknya hari ini.
Jadi itu sesuatu yang akan ada dan selalu harus di address. Tapi mungkin yang lebih di depan mata atau quick will, sesuatu yang bisa lebih kita upayakan untuk melakukan perubahan, yaitu program-program atau kebijakan-kebijakan yang sifatnya untuk merespons, memitigasi dan untuk meng-address risiko, kerentanan yang kemudian dihadapi pemuda.
Sebenarnya pandemi blessing in disguise, karena ini menjadi sesuatu momentum yang membuat kita harus merubah mindset, harus memikirkan cara-cara inovatif, bagaimana caranya bisa meng-address dampak pandemi tersebut, terhadap kondisi pemuda.
Jadi ini sebenarnya kesempatan untuk regulator di dunia untuk kemudian prefing or perfick their social protection system, social protection policy, including Indonesia. Dan sebenarnya, untuk pemerintah sendiri, saat ini kita sudah on the right track, karena saat ini kita sedang menggodok reformasi perlindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saya pikir ini jadi momentum yang baik dan harus kita kejar terus untuk bisa kejadian.
Target apa yang paling ingin dicapai dalam KTT Y20. Apa saja yang diusulkan?
Y20 ada empat track, tentu kita akan punya policy masing-masing yang ingin kita golkan. Untuk track ketenagakerjaan pemuda, tahun ini kita ada dua sub tema. Ada social protection atau social safety net untuk informal. Kemudian, kedua adalah youth social entrepreneurship, tentang kewirausahaan sosial pemuda, dan bagaimana itu bisa menjadi alternatif pathway untuk meng-address masalah ketenagakerjaan pemuda yang ada di level global atau G20.
Kalau secara umum, its just to ensure protection to all young workers. Terutama dalam konteks ini, untuk pekerja pemuda yang pekerjaannya tidak stabil, bekerja di sektor informal dan sebagainya. Bagaimana caranya kita bisa make sure mereka itu dibawa, digiring masuk ke dalam sistem. Artinya mereka diberikan perlindungan yang sama, setara dengan pekerja-pekerja lain yang full time, yang ada kontrak, jelas, dan sebagainya.
Dengan digitalisasi dan globalisasi, serta banyak hal yang terjadi di dunia ini, tren-tren pada dunia atau pasar tenaga kerja berubah. Makin banyak pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya enggak stabil, non standard, sehingga perlu pemikiran-pemikiran khusus, untuk gimana caranya kita bisa make sure pekerja-pekerja ini ter-protect dengan perlindungan sosial, selayaknya pekerja-pekerja lain.
Untuk track-track lain (Y20), tentu ada prioritas tersendiri, tapi kalau yang holistic, across track yang mau coba kita golkan, salah satunya adalah perspektif negara berkembang. Bagaimana kita perlu mengajak para pemimpin G20 untuk memikirkan bagaimana caranya supaya inequality across nation itu bisa lebih ter-address, gimana kita bisa lebih dirangkul untuk sama-sama maju. Artinya, supaya kita bisa sama-sama lebih advanced dalam berbagai hal, terutama meng-address dampak pandemi secara sosial dan ekonomi.
Kemudian satu hal yang generic yang mau coba kita dorong adalah, aspek diversity inclusion, karena itu salah satu track yang baru kita adakan tahun ini. Tahun lalu belum ada, dan kita ingin make sure bahwa semua pemuda dari berbagai kalangan, background, different background bisa terlibat dalam proses pengembangan kebijakan,dan kemudian apa yang mereka butuhkan juga didengarkan dan di address oleh para pemimpin.
Kalau di Indonesia, keragaman kita sangat kaya, dari yang setiap hari nonton Netflix, sampai sekolah online saja susah harus naik pohon, so many young people admit served.
Misi personal yang ingin dicapai pada KTT Y20?
Sebenarnya ini suatu kesempatan yang sangat membanggakan, Indonesia bisa menjadi presidensi G20. Jadi kalau dari saya pribadi, menyukseskan debat inklusif, untuk memastikan siapa pun terlibat dalam proses, make sure semua delegasi, terutama di Y20 terlibat dalam pembuatan komunike. Kemudian, kita bisa menghasilkan sesuatu yang lebih tangible.
Mungkin kebanyakan orang berfikir, dunia diplomasi atau hubungan internasional itu lumayan sering sifatnya hanya normatif, atau lip service, dampak tangible-nya apa ya? Mungkin harapanku tahun ini kita bisa menghasilkan resolusi atau komunike yang lebih tangible, instruktif, lebih konkrit.
Isu yang lebih prioritas untuk direalisasikan?
Semua pasti penting, tapi saya ada bias atau tanggung jawab tersendiri untuk memajukan policy issues yang berkaitan dengan ketenagakerjaan pemuda. Honestly, apa saja yang mendukung, ini tentang bagaimana kita bisa menggabungkan semua ide dan memilih yang paling mendesak sekali, dari apa yang sudah ditawarkan oleh delegasi-delegasi di berbagai negara.
Strategi untuk mengeksekusi target?
Kita start menyusun komunike dari Maret 2022, ketika masing-masing delegasi mengumpulkan proposalnya dan proses masih akan terus berjalan sampai KTT Y20 di Juli.
Untuk sekarang, strateginya make sure everybody's, jadi kita punya ide dari semua delegasi, inklusif dan memasukkan apa yang menjadi best concerns. Setelah itu, harapannya ada upaya-upaya yang bisa kita lakukan, untuk mengomunikasikan itu dengan pihak-pihak yang lebih punya kewenangan.
Saya pikir, kami sebagai delegasi Indonesia punya advanced, privilege untuk mencapai itu. Hopefully, kita bisa mengomunikasikan dengan mereka terkait apa yang bisa dilakukan selanjutnya, untuk make sure apa yang kita tulis di komunike bisa jadi considerate mereka.
Strategi menggandeng negara lain?
Biasanya kita melakukan apa yang namanya bilateral. Jadi diskusi-diskusi dua arah, misalkan Indonesia dengan negara tertentu. Itu saya rasa jadi salah satu strategi yang baik juga untuk, dari satu sisi perkenalan, tapi di lain sisi kita bisa belajar lebih dalam tentang proposal seperti apa yang mereka mau capai dan poin-poin apa yang mereka anggap penting.
Dari situ, kemudian kita bisa menempatkannya dengan delegasi-delegasi yang ide-idenya paling mirip dengan kita, sehingga ketika di forum besar, kita punya leverage yang lebih besar untuk mengeluarkan poin itu.
Data ILO, Indonesia di posisi 100-an, ke depan Indonesia bisa ke peringkat berapa dan butuh waktu berapa?
Susah ya, data tentang productive labour, itu kan interception policy sector, tidak hanya pekerjaan, tapi juga education policies, jadi susah juga menjawab targetnya.
Possible atau impossible masuk 10 besar?
Enggak ada yang enggak mungkin, tapi pertanyaannya kapan dan bagaimana caranya ke situ. Jadi mungkin yang bisa saya highlight, ini adalah suatu kerja kolaborasi lintas sektor yang enggak bisa hanya satu menteri saja yang membuat kebijakan bagus, tapi yang lain tidak. Kita harus bikin ekosistem yang benar-benar kondusif untuk capacity building pemuda-pemuda kita.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.