Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam situs resminya menyarankan masyarakat dunia banyak mengonsumsi buah untuk menjaga kebugaran tubuh selama pandemi Covid-19. Buah yang disarankan salah satunya nanas karena mengandung banyak serat serta vitamin.
Anjuran tersebut membuka peluang Indonesia memperluas pasar eskpor nanas yang pada 2019 telah menjangkau 69 negara dunia. Hal ini tak lepas dari negeri ini yang menempati posisi kesembilan sebagai produsen nanas terbesar dunia menurut worldatlas pada 2018.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat ekspor nanas tertinggi dibandingkan jenis buah lain. Secara volume, Indonesia mengekspor 228.532.759 kilogram nanas pada 2018. Meningkat menjadi 236.225.887 kilogram setahun setelahnya. Sementara dari awal tahun ini sampai September lalu, tercatat sebesar 146.582.799 kilogram.
Tujuan utama ekspor nanas pada 2020 adalah Amerika Serikat (AS). Indonesia mengirim total 43.368.098 kilogram nanas segar dan olahan ke negara tersebut. Disusul ke Belanda dengan 18.837.099 kilogram dan Spanyol sebesar 11.895.516 kilogram.
Ekspor nanas ke AS sempat terkendala tak lolos asesmen Departemen Pertanian negara tersebut. Namun, pada November tahun lalu Kementerian Perdagangan telah berhasil mengatasinya. “Sekarang produk nanas kita sudah clear,” kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kasan Muhri, pada 25 November 2019.
Ekspor nanas berpeluang semakin manis setelah pemerintah AS secara resmi telah memutuskan memperpanjang fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia pada 1 November 2020. GSP adalah fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk secara unilateral kepada negara-negara berkembang dunia sejak 1974.
AS mengambil keputusan ini setelah menelaah fasilitas GSP untuk negeri ini selama lebih kurang 2,5 tahun sejak Maret 2018. Pertanian masuk ke dalam komoditi yang terdampak kebijakan ini. Dengan begitu nilai ekspor nanas bisa semakin meningkat. Sampai September tahun ini, Kementerian Pertanian mencatat nilainya sebesar US$ 179.887.139 atau setara Rp 2.546, 7 triliun.
Buah lain yang manis secara ekspor adalah manggis. Pada 2018, tercatat Indonesia mengekspor 38.841.367 kilogram buah berkulit ungu ini. Namun, setahun setelahnya menurun menjadi 27.793.321 kilogram. Sampai September tahun ini, totalnya meningkat lagi menjadi 47.347.547.
Peningkatan ekspor manggis tahun ini tak lepas dari faktor saran WHO untuk mengonsumsi buah selama pandemi. Begitu juga terpengaruh peningkatan ekspor ke Tiongkok sebesar 111% pada kuartal pertama tahun ini, sebagaimana catatan Kementan.
“Patut kita syukuri dan selamat bagi para petani manggis yang telah berhasil menghasilkan produk berkualitas ekspor,” kata Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Ali Jamil, Mei lalu kepada Katadata.co.id.
Tiongkok tercatat sebagai importir manggis terbesar ketiga setelah Hong Kong dan Malaysia pada 2020. Dari awal tahun sampai September tahun ini, impor manggis dari Indonesia sebanyak 10.354.831 kilogram. Hong Kong yang berada di posisi pertama mengimpor 25.608.159 kilogram. Lalu, Malaysia sebanyak 10.693.740 kilogram.
Pisang adalah buah termanis ketiga di pasar ekspor buah Indonesia. Pada 2018, volume ekspornya mencapai 30.377.314 kilogram. Namun trennya terus menurun menjadi 22.744.205 kilogram pada 2019 dan 9.614.657 kilogram per September 2020. Pemerintah pun kini tengah menggenjot ekspor pisang, khususnya jenis cavendish, sebagaimana diungkapkan Sesmenko Perekonomian Susiwijono pada 30 Oktober lalu.
Malaysia adalah importir pisang terbesar Indonesia pada tahun ini dengan 3.137.238 kilogram. Disusul Jepang dengan 1.776.047 kilogram. Di tempat ketiga adalah Tiongkok dengan 1.478.754 kilogram.
Prospek ekspor ketiga jenis buah tersebut kian terang jika melihat tren produksinya selama tiga tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total produksi nanas pada 2017 sebanyak 1.795.982 ton. Angka ini meningkat menjadi 1.805.499 ton pada 2018. Lalu, pada 2019 menjadi 2.196.456 ton.
Produksi manggis pada 2017 tercatat sebanyak 161.751 ton pada 2017. Meningkat menjadi 228.148 ton pada 2018. Lalu, meningkat lagi menjadi 246.476 ton setahun setelahnya. Untuk pisang, produksinya 7.162.678 ton pada 2017, lalu menjadi 7.264.379 ton setahun setelahnya. Pada 2019, angkanya naik menjadi 7.280.659 ton.
Meskipun tiga jenis buah tersebut laris di pasar global, tapi total volume eskpor buah-buahan Indonesia tercatat terus menurun selama tiga tahun terakhir. BPS mencatat volumenya pada 2017 sebanyak 1.034.120 ton. Lalu menurun 31% menjadi 791.673 ton pada 2018. Pada 2019, turun lagi 5% menjadi 753.341 ton.
Secara nilai juga masih belum stabil. Pada 2017 tercatat sebanyak US$ 362,1 juta. Setahun setelahnya turun 22% menjadi US$ 297,7 juta. Namun, pada 2019 kembali naik 5% menjadi US$ 323,5 juta. Proporsi eskpor buah terhadap total ekspor negeri ini pun hanya 0,47%. Sementara, ekspor pertanian hanya 2,92% dari total ekspor.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkap dua jurus untuk menggerakkan sektor pertanian, termasuk meningkatkan ekspor. Pertama, melalui pengembangan pertanian modern dengan smart farming, green house, food estate, dan korporasi petani.
Kedua, melalui gerakan tiga kali ekspor (Gratieks) dengan cara kerja sama internasional, menambah ragam komoditas, mendorong munculnya eskportir baru, dan mitra dagang luar negeri. Syahrul menyebut manggis sebagai salah satu yang potensial untuk diekspor lebih banyak.
“Eksportir, pengusaha, jangan bilang enggak ada stoknya. Tanya kami, nanti kami beritahu. Banyak manggis, pisang, siap ekspor,” kata Syahrul dalam acara Jakarta Food Security Summit (JFSS) 2020, Rabu (18/11).
Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi