Somasi Esteh Indonesia terhadap seorang warganet di Twitter membuka percakapan bahaya gula bagi kesehatan. Persoalan ini semakin nyata ketika gerai minuman kekinian sejenis terus bermunculan di sekitar kita.
Data Momentum Works menunjukkan Indonesia merupakan pasar minuman bubble tea atau boba terbesar di Asia Tenggara. Pasar penjualan boba di tanah air mencapai US$1,6 miliar setiap tahun. Angka ini dua kali lipat dari Thailand yang berada di peringkat kedua.
Berapa Kandungan Gula dalam Segelas Boba?
Sampai saat ini, Esteh Indonesia tidak mengungkapkan informasi gizi di tiap produknya. Meski begitu, netizen menemukan informasi gizi di salah satu produknya yaitu Es Teh Nusantara berukuran medium. Minuman tersebut memiliki kandungan gula 31 gram atau sekitar 6 sendok teh per gelasnya.
Btw dia pernah ngeshare info nutrition facts utk beberapa menu sih. Tp waktu itu aku cmn ngeskrinsut yg menu es teh nusantara medium ini, sama ada 2 menu lg tp aku lupaaa pic.twitter.com/JXt3rlB7Qy— ???? (@cheesechipssss) September 25, 2022
Esteh Indonesia dan produsen minuman sejenis, tidak hanya menjual minuman dalam satu ukuran. Pada ukuran yang lebih besar artinya kandungan gula bisa lebih dari 6 sendok teh per gelas.
Jae Eun Min, David B. Green, dan Loan Kim dalam “Calories and sugars in boba milk tea: implications for obesity risk in Asian Pacific Islanders“ yang dimuat di jurnal Food Science & Nutrition meneliti tentang kandungan gula dalam segelas minuman es the susu. Rata-rata boba berukuran besar dengan komposisi es teh susu dengan bola tapioka memiliki kandungan gula mencapai 57 g. Kandungan gula semakin meningkat ketika ditambah topping lain seperti jeli atau puding telur.
Kandungan gula tersebut di atas ambang batas yang disarankan Kementerian Kesehatan. Kementerian menyarankan konsumsi gula harian sebanyak 50 gram atau sekitar 10 sendok teh. Artinya, boba berukuran besar dengan topping lengkap bahkan hampir dua kali lipatnya anjuran gula harian.
Ancaman Diabetes dan Komplikasinya
Konsumsi gula berlebih berhubungan erat dengan penyakit diabetes. “Terlalu banyak asupan gula dalam waktu yang sering bisa mengakibatkan gangguan metabolisme dan pengaturan gula darah,” ujar dr. Alvin Nursalim, SpPD dikutip dari Klikdokter.
International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan jumlah orang pengidap diabetes di Indonesia dapat mencapai 19,5 juta orang. Jumlah ini menempatkan Indonesia menjadi yang terbesar kelima di dunia.
Adapun, jumlah pengidap terhadap populasi atau prevalensi diabetes di Indonesia tercatat sebesar 10,6%. Meski tidak termasuk tinggi, prevalensi diabetes ini sudah melebihi rata-rata global yang sebesar 9%.
IDF memperkirakan jumlah pengidap diabetes ini dapat meningkat menjadi 23,3 juta pada 2030 dan 28,6 juta pada 2045. Sementara, prevalensinya meningkat menjadi 11,3% pada 2030 dan 11,7% pada 2045.
Ancaman ini berbahaya karena diabetes adalah penyebab kematian dan disabilitas terbesar keempat di Indonesia menurut studi Global Burden of Diseases 2019. Persentase diabetes bahkan meningkat baik untuk kematian maupun disabilitas dalam 10 tahun.
Keadaan ini diperparah dengan stroke dan penyakit jantung yang juga kerap dikaitkan dengan diabetes ikut masuk dalam penyebab kematian dan disabilitas.
“Longgar dalam menjaga kadar gula darah berpotensi menimbulkan komplikasi. Misalnya saja, gangguan penglihatan, gangguan ginjal, dan juga penyakit jantung,” kata dr Alvin.
Efek diabetes pun termasuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan. Meski diabetes sendiri tidak termasuk, tiga dari komplikasi diabetes termasuk dalam dalam tanggungan terbesar BPJS.
Pada 2020, penyakit jantung menyerap dana jaminan sosial (DJS) terbesar hingga Rp 8,2 triliun. Stroke berada di peringkat ketiga dengan penyerapan DJS sebesar Rp 2,1 triliun dan gagal ginjal keempat dengan penyerapan sebesar Rp 1,9 triliun.
Editor: Aria W. Yudhistira