Semenjak pandemi Covid-19, Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak pernah menerima Tunjangan Hari Raya (THR) penuh. Namun tunjangan tersebut masih mendapatkan potongan sebesar 50%. Ini merupakan tahun keempat potongan THR tersebut terjadi. Meski menuai protes, pemerintah tetap melaksanakan keputusan tersebut.
“Komponen THR dan gaji ke-13 PNS pada 2023 akan mencakup gaji pokok atau pensiunan pokok, tunjangan melekat, dan tunjangan kinerja sebesar 50%,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan pers secara daring pada Rabu, 29 Maret 2023.
Sebagai dasar hukum pemberian THR dan gaji ke-13 PNS dan pensiunan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2023. Proporsi THR PNS ini sudah diterapkan selama empat tahun terakhir, terhitung sejak 2020 ketika pandemi Covid-19 menyerang.
Pada 2020-2021 pemotongan THR dan gaji ke-13 mengacu pada situasi pandemi yang mempengaruhi perekonomian negara. Covid-19 di dua tahun pertama telah membuat ekonomi lesu dan menghabiskan banyak anggaran penanganan. THR dan gaji ke-13 PNS kemudian dipotong untuk menambal lubang tersebut.
Pada 2022 pandemi mulai membaik, tetapi pemulihan ekonomi masih berjalan. Situasi global yang tak pasti menerbitkan ancaman resesi. Akhirnya tak ada perubahan kebijakan THR. Begitupun tahun ini, meski kondisi ekonomi perlahan membaik, tapi pemerintah memutuskan tak mengubah aturan.
“Tahun 2022 anggaran membaik tapi masih ada ketidakpastian,” kata dia. “Kondisi saat ini masih ada tantangan, serta tren kebijakan moneter untuk menangani inflasi cenderung ketat.”
Di lain sisi, petisi-petisi yang menggugat kebijakan ini mulai bermunculan. Salah satu yang mendapat dukungan terbanyak di Change.org bertajuk “Revisi Aturan THR Tahun 2023 untuk ASN”. Pada Rabu, 5 April 2023 petisi ini sudah ditandatangani oleh hampir 9 ribu orang.
Komentar paling banyak mempertanyakan alasan pemotongan THR ketika ekonomi sudah mulai membaik. Apalagi pada akhir Desember 2022 lalu Kementerian Keuangan baru saja memberi bonus kepada pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena realisasi pajak tercapai.
Semacam kontradiktif, ketika tunjangan PNS lain dipotong, sementara khusus PNS DJP justru mendapat bonus. Saat itu penerimaan pajak mencapai lebih dari 110,06% dari target yang ditetapkan, sehingga menurut aturan, para pegawai DJP berhak atas tunjangan kinerja (tukin).
Pasal 2 Ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 96 tahun 2017 menyebut tunjangan kinerja DJP diberikan paling banyak 10% lebih rendah, sampai dengan paling banyak 30% lebih tinggi dari besaran tunjangan kinerja dalam Lampiran Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di DJP.
Tunjangan Kinerja yang Timpang
Bukan rahasia umum bahwa tunjangan kinerja para PNS di Kementerian Keuangan mencapai angka fantastis. Kenyataan ini juga membuat para PNS di wilayah kerja lain “iri”.
Mari kita lihat berapa tunjangan kinerja yang mereka peroleh berdasarkan Lampiran Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di DJP.
Peringkat jabatan tertinggi di DJP berada di angka 27 dengan jumlah tunjangan kinerja mencapai lebih dari Rp117,3 juta. Peringkat jabatan 15 di DJP berhak mendapat tunjangan kinerja sejumlah lebih dari Rp25,4 juta.
Peringkat jabatan terendah di angka 4 mendapat tunjangan kinerja lebih dari Rp5,3 juta.
Angka tersebut adalah jumlah tunjangan kinerja yang mereka dapat ketika realisasi pajak tercapai pada Desember 2022 lalu.
Jika dibandingkan dengan kementerian lain, tunjangan kinerja DJP lebih besar 50% di level jabatan yang sama. Contoh saja Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta Badan Kepegawaian Negara mendapat tunjangan kinerja Rp19,2 juta di peringkat jabatan 15.
Kemudian di level yang sama Kementerian Agama dan Kementerian Sosial mendapat Rp14,7 juta. Namun DJP punya angka yang jauh di atas, sebesar Rp25,4 juta.
Di peringkat jabatan 4 ketika kementerian lain hanya mendapat tunjangan kinerja berkisar antara Rp2,3-2,9 juta, tapi DJP mendapat Rp5,3 juta.
Peringkat jabatan DJP pun lebih tinggi dari yang lain. Jika kementerian lain hanya mencapai peringkat 17-an, DJP sampai peringkat 27. Kemudian untuk peringkat terendah, yang lain merangkak dari angka 1, sementara DJP dimulai dari peringkat 4.
Bagaimana perbandingan tunjangan kinerja DJP dengan PNS di daerah? Persentasenya tak berbeda jauh, masih lebih besar tunjangan kinerja DJP sekitar di angka 50% lebih..
PNS di Provinsi Gorontalo pada peringkat jabatan tertinggi 15 mendapat tunjangan kinerja daerah Rp20 juta. Lalu PNS Lampung di level yang sama mendapat Rp15 juta.
Kemudian di peringkat jabatan 8, ketika DJP mendapat tunjangan kinerja Rp12,6 juta, Gorontalo dapat Rp4,5 juta dan Lampung Rp1,2 juta.
Artinya memang benar protes PNS di wilayah kerja selain Kementerian Keuangan, bahwa rata-rata tunjangan kinerja mereka hanya setengah dari PNS Kementerian Keuangan.
Apalagi jika dipotong setengahnya. Pada peringkat jabatan tinggi, mungkin tak terlalu jadi soal. Tapi bagaimana dengan peringkat-peringkat jabatan rendah dengan tunjangan kinerja ratusan ribu hingga 1 jutaan saja?
Editor: Aditya Widya Putri
