Praktik kecurangan mewarnai proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023/ 2024. Kecurangan ini terjadi di banyak daerah dan salah satu yang ramai diberitakan adalah di Kota Bogor. Dinas Pendidikan diketahui mendiskualifikasi ratusan peserta PPDB jalur zonasi tingkat SMP.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Sujatmiko Baliarto mengatakan, mereka diduga memalsukan data kependudukan serta mengubah alamat dalam Kartu Keluarga (KK). Hal ini diketahui setelah melakukan verifikasi, banyak calon siswa tidak tinggal di alamat yang didaftarkan.
“Berdasarkan data akhir hasil verifikasi, dari 297 pendaftar yang bermasalah akhirnya ada 208 yang langsung didiskualifikasi atau dicoret dan tidak masuk dalam daftar calon siswa baru SMPN di Kota Bogor,” ujar dia, Jumat pada 14 Juli 2023.
Sistem zonasi PPDB mulai berlaku pada 2017. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada waktu itu, Muhadjir Effendy mengatakan, tujuan utama pemberlakuan sistem ini adalah untuk pemerataan akses dan kualitas pendidikan.
“Tidak boleh ada favoritisme. Pola pikir kastanisasi dan favoritisme dalam pendidikan semacam itu harus kita ubah,” kata dia seperti dikutip dari laman Kemendikbud.go.id.
Dengan sistem zonasi, calon siswa baru diarahkan untuk mendaftar sekolah yang dekat dengan domisilinya. Namun, terbatasnya jumlah sekolah negeri dan persebarannya yang tidak merata menyebabkan persoalan baru. Apalagi daya tampung di masing-masing sekolah pun terbatas. Kondisi ini yang akhirnya menimbulkan praktik kecurangan.
Ketidakmerataan persebaran ini terlihat dari data Sekolah Menengah Pertama (SMPN) Negeri yang dihimpun Katadata.co.id. Kota Bogor memiliki enam kecamatan dan 68 kelurahan. Namun dari data PPDB Kota Bogor, hanya ada 20 SMP Negeri yang tersebar 16 kelurahan. Artinya ada 52 kelurahan yang tidak memiliki sekolah negeri jenjang menengah pertama tersebut.
Sebaran SMP Negeri di Kota Bogor terpusat di Kecamatan Bogor Tengah, yakni sebanyak tujuh sekolah. Sedangkan Kecamatan Bogor Timur yang paling sedikit, yakni hanya satu sekolah, disusul kecamatan Bogor Barat dan Bogor Utara masing-masing dua sekolah.
Persebaran sekolah yang tidak merata ini membuat kapasitas masing-masing sekolah di tiap kecamatan juga timpang. Data di bawah menunjukkan rasio perbandingan jumlah SMP Negeri dengan jumlah anak usia sekolah SMP.
Kami mengasumsikan kategori usia murid SMP berada pada rentang 13-15 tahun. Pada 2021, jumlah anak usia sekolah SMP di seluruh Kota Bogor sebanyak 49.031 siswa. Alhasil dari 20 SMP Negeri, masing-masing sekolah rata-rata harus menampung 2.452 siswa.
Rasio tersebut jauh di atas rasio yang diatur dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) 2023. Di aturan terbaru, satu sekolah tingkat SMP idealnya maksimal terdapat 33 rombongan belajar atau rombel. Setiap satu rombel maksimal diisi oleh 32 peserta didik/siswa.
Artinya, satu sekolah harus menampung maksimal 1.056 siswa. Ini menunjukkan bahwa, kapasitas sekolah negeri di kota Bogor masih jauh dari mencukupi.
Jika dilihat per kecamatan, Bogor Tengah memiliki rasio anak per sekolah yang di bawah rasio ideal yakni hanya 865 siswa. Angka ini timpang dengan Kecamatan Bogor Timur yang hanya memiliki satu SMP Negeri, sehingga rasionya mencapai 5.166 siswa. Keterbatasan jumlah daya tampung berpotensi merugikan calon siswa yang berdomisili jauh dari lokasi sekolah.
Dalam PPDB Kota Bogor 2023/ 2024, terdapat empat jalur masuk SMP Negeri. Untuk alokasi jalur zonasi mencapai 55% dari total siswa baru. Sementara jalur non-zonasi seperti afirmasi dan anak berkebutuhan khusus sebesar 20%, perpindahan orang tua 5%, dan prestasi akademik dan non-akademik 20%.
Dari seluruh jalur masuk, jumlah pendaftar mengalami kelebihan kuota. Jalur zonasi mengalami kelebihan paling besar yakni 489%. SMPN 11 Bogor memiliki pendaftar zonasi paling sedikit yaitu hanya 161 calon siswa dengan kuota sebanyak 158 siswa. Sementara SMPN 9 Bogor memiliki pendaftar zonasi hingga 600 calon siswa.
Editor: Aria W. Yudhistira