Advertisement
Advertisement
Analisis | Beragam Sumber Polusi Udara di Jakarta, Apa Pemicu Utamanya? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Beragam Sumber Polusi Udara di Jakarta, Apa Pemicu Utamanya?

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Pemprov DKI Jakarta menerapkan sistem kerja dari rumah atau work from home (WFH) untuk mengurangi polusi udara di ibu kota. Namun itu dinilai belum cukup menekan pencemaran udara yang sudah berlangsung sejak lama. Apalagi ada banyak sumber polusi di Jakarta, mulai dari transportasi, industri, hingga rumah tangga.
Vika Azkiya Dihni
23 Agustus 2023, 08.00
Button AI Summarize

Langit Jakarta terlihat gelap dalam beberapa pekan terakhir. Bukan karena akan turun hujan, melainkan kabut polusi udara yang menyelimuti langit ibu kota.

Sebuah video yang diunggah di media sosial menunjukkan penampakan langit Jakarta yang dipenuhi awan hitam. Video viral tersebut diunggah oleh akun Instagram @unikifold pada Sabtu, 12 Agustus 2023.

“Penampakan langit Jakarta dari pesawat, hitam tebal menyelimuti,” bunyi keterangan video.

Buruknya kualitas udara di Jakarta bahkan dirasakan Presiden Joko Widodo. Presiden menderita batuk selama empat pekan akibat polusi udara.

“Dokter menyampaikan, ada kontribusi udara yang tidak sehat dan kualitasnya buruk,” kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno seusai rapat terbatas soal polusi udara bersama Presiden Joko Widodo seperti dikutip dari Katadata.co.id.

Berdasarkan situs pemantau kualitas udara IQAir yang menggunakan Air Quality Index United States (AQI US) sebagai acuan, kualitas udara Jakarta berada di angka 156 per 21 Agustus 2023 pukul 10.00 WIB. Indeks kualitas udara tersebut menunjukkan udara Jakarta termasuk kategori merah atau tidak sehat. Angka ini menjadikan Jakarta sebagai ibu kota dengan udara terkotor ketujuh di dunia.

Salah satu polutan yang melonjak tinggi adalah PM2.5. Data IQAir menunjukkan konsentrasi PM2.5 Jakarta berada di angka 35-61,8 mikrogram per meter kubik. 

Kadar polutan ini konsentrasinya 2-4 kali lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan WHO pada 2021, yaitu 15 mikrogram per meter kubik kadar PM2.5 harian atau dalam rentang 24 jam. 

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, telah menyiapkan beberapa kebijakan untuk mengurangi polusi udara Jakarta. Mulai dari penerapan 4 in 1 untuk mobil, razia uji emisi kendaraan, penggunaan mobil listrik, hingga penerapan sistem kerja dari rumah (WFH).

Mulai 21 Agustus 2023, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan penerapan kerja WFH bagi ASN sebesar 50%. Uji coba ini dilakukan selama dua bulan hingga 21 Oktober 2023.

“Kalau dalam kurun waktu tidak sampai 21 Oktober misalnya tidak efektif, ya saya kembalikan (ke kantor),” kata Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono pada Minggu, 20 Agustus 2023 dikutip dari Antara.

Lantas, bisakah penerapan WFH mengurangi polusi di Jakarta?

Aktivis perkotaan dari Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta Elisa Sutanudjaja mengatakan, WFH hanya solusi temporer. Menurutnya, kebijakan itu tidak benar-benar mengubah perilaku mobilitas penduduk yang masih ketergantungan pada kendaraan bermotor pribadi.

Dia juga mengatakan WFH bukan satu-satunya solusi untuk mengurangi polusi udara. “Itu hanya satu sektor saja yang dibidik, yaitu transportasi. WFH-nya malah cuma ASN,” kata Elisa kepada Katadata.co.id, Senin 21 Agustus 2023.

Menurut Elisa, pemberlakukan WFH bagi ASN tidak akan berpengaruh besar terhadap pengurangan polusi di ibu kota. “Pergerakan kan bukan cuma orang ke kantor, tetapi ada sekolah, leisure, logistik dan lain-lain,” ujar Direktur Rujak Center for Urban Studies tersebut.

Elisa juga menyoroti kebijakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta yang melarang semua kendaraan bermotor milik pegawai hingga tamu yang belum uji emisi memasuki area kantor. Kebijakan ini berlaku mulai 21 Agustus 2023 di seluruh area perkantoran DLH hingga Suku Dinas Kota Administrasi dan Satpel LH Kecamatan.

“Ini adalah contoh kebijakan yang setengah-setengah. Kok cuma kantor saja. Orang-orang yang di kawasan permukiman seperti anak sekolah, yang kerja di rumah dan sebagainya memangnya punya kekebalan berbeda sampai dikecualikan dari yang kantor,” lanjut Elisa.

Menurut dia, pemerintah harus mendorong masyarakat berganti moda ke transportasi publik, berjalan kaki, atau bersepeda. Selain itu perlu membatasi penggunaan kendaraan bermotor.

“Di sektor industri harus ada pengawasan lebih ketat dalam mengecek baku mutu yang keluar dari cerobong, misalnya. Selain itu di sektor energi tidak ada lagi perizinan dumping batu bara di Marunda dan Cakung,” lanjutnya.

Aplikasi pemantau kualitas udara, Nafas Indonesia mendeteksi pada 17 Agustus lalu polusi udara turun di Jakarta dan sekitarnya. Namun, menurut penelitian Nafas Indonesia, hal ini bukan karena masyarakat libur maupun WFH, melainkan faktor angin.

“Polusi udara turun pas 17-an kok bisa? Mari kita lihat pakai data. Saat 17-an di sore hari sekitar pukul 16.00, Jakarta dan Bodetabek pada pemantau udara kami menunjukkan udara kuning bahkan ada yang hijau,” kata Co-founder Nafas Indonesia Piotr Jakubowski di akun Instagram @piotrjkt.

Piotr mengatakan, penyebab utama penurunan polusi pada Hari Kemerdekaan adalah karena arah angin. Dia menunjukkan grafik data polusi udara dari 16-19 Agustus 2023 yang menunjukkan penurunan drastis pada 17 Agustus mulai pukul 14.00 hingga 16.00 WIB.

Sementara itu, di waktu yang sama, angin dan kecepatan angin naik hampir 300%. Itu pun hanya berlangsung beberapa jam, karena sesudah anginnya turun, polusinya sudah mulai naik. “Jadi, sayangnya bukan liburan atau WFH yang pengaruh pada polusi udara, tapi angin,” ujar Piotr.

Sumber-sumber Polusi Udara Jakarta

Menurut Presiden Jokowi, ada tiga penyebab polusi udara yang kian parah saat ini, yakni kemarau panjang tiga bulan terakhir, gas emisi transportasi, dan industri yang menggunakan batubara.

Sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut penyebab polusi udara yang utama adalah kendaraan bermotor. Sektor transportasi menyumbang polusi Jakarta sebesar 44% atau terbesar dibandingkan sektor lainnya, seperti industri (31 %), perumahan (14 %), energi manufaktur (10 %), dan komersial (1 %).

Sementara Nafas Indonesia menyebut sebagian besar polusi udara berasal dari aktivitas manusia. Bagaimana manusia mengelola sampah termasuk bakar sampah salah satunya.

Adapun Elisa Sutanudjaja mengatakan, bukan hanya sektor transportasi yang menyebabkan polusi Jakarta, tetapi juga dari pabrik, debu pekerjaan konstruksi, PLTU batu bara, hingga keluaran rumah tangga seperti pembakaran sampah.

“Intinya semua sektor-sektor tersebut berkontribusi,” ujarnya.

Sepeda motor penuhi jalan Jakarta

Pada 2022 terdapat 24,5 juta kendaraan bermotor di DKI Jakarta. Jumlahnya terus bertambah dalam lima tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,7% per tahun.

Proporsi terbesar adalah sepeda motor yang menguasai hampir 80% populasi kendaraan bermotor. Jumlah sepeda motor ini terus meningkat setiap tahun dengan rata-rata pertumbuhan 6,38% per tahun. 

Masifnya pertambahan unit sepeda motor tersebut dinilai membebani kualitas udara ibu kota. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa sepeda motor menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan kendaraan yang lain. 

Jakarta dihimpit PLTU batu bara 

Selain kendaraan bermotor, PLTU batu bara menjadi salah satu sumber polusi udara di Jakarta. Hasil studi Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menunjukkan bahwa pembakaran batu bara dan pabrik industri menyebabkan buruknya kualitas udara di Jakarta. 

Polutan yang terbawa angin dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di sekitar Jakarta menyebabkan udara Jakarta tercemar. CREA mencatat bahwa Jakarta dihimpit 13 PLTU batu bara dalam radius 100 km. 

PLTU Cikarang Babelan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merupakan yang terdekat dengan jarak 25,9 kilometer dari Monumen Nasional (Monas) di Jakarta Pusat. Sedangkan PLTU Banten Suralaya memiliki kapasitas terbesar hingga 4.025 megawatt (mw) sekitar 93,67 km.

Pembangkit listrik berbahan bakar fosil ini menghasilkan emisi saat beroperasi. Emisi ini mengandung pencemar udara beracun seperti NOx, SO2, partikulat (PM), dan merkuri (Hg) yang menyebar di atmosfer dan membahayakan kesehatan manusia. 

CREA juga mencatat berdasarkan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) 2019 terdapat 418 fasilitas industri yang berada dalam radius 100 km dari daerah metropolitan Jakarta. 

Sebanyak 136 industri merupakan sektor yang beremisi sangat tinggi, seperti semen dan baja, kaca, penyulingan minyak dan gas, daya dan energi (termasuk PLTU Batubara), logam, serta petrokimia dan plastik. 

Sebanyak 86% dari fasilitas beremisi tinggi ini beroperasi di luar batas administrasi Jakarta, yaitu 62 fasilitas di Jawa Barat, 56 di Banten, 1 di Jawa Tengah, dan 1 di Sumatera Selatan dalam radius 100 km dari Jakarta.

Pembakaran sampah

Selain asap dari pabrik industri, pembakaran sampah secara sembarangan penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta. Asap hasil pembakaran sampah mengandung bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mengakibatkan polusi udara.

Hasil riset Waste4Change bersama Yayasan Bicara Udara mengungkapkan adanya aktivitas pembakaran sampah yang tidak terkontrol di wilayah Jabodetabek hingga mencapai 240,25 Gigagram (Gg) per tahun.

Dari aktivitas tersebut, emisi karbon yang dihasilkan mencapai 12.627,34 Gg per tahun. Ini hampir setara pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan sepanjang 2021 yang mencapai 14.280 Gg per tahun.

Pembakaran sampah yang tidak terkontrol ini diperkirakan memberikan kontribusi emisi CO2 sebesar 9,42% terhadap emisi gas rumah kaca (GRK) nasional dari sektor pengelolaan sampah. Kegiatan ini setara dengan membakar hutan seluas 108.825 hektare.

Editor: Aria W. Yudhistira