Advertisement
Analisis | Faktor Penentu Pilgub Sumatera Utara: Suara Partai, Putra Daerah, dan Agama - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Faktor Penentu Pilgub Sumatera Utara: Suara Partai, Putra Daerah, dan Agama

Foto: Katadata/ Ilustrasi/ Bintan Insani
Bobby Nasution punya kans lebih besar untuk memenangkan Pilgub Sumatera Utara. Menantu Presiden Jokowi ini memperoleh dukungan dari partai-partai KIM Plus. Meski begitu, lawannya, Edy Rahmayadi adalah mantan gubernur yang berhasil menang pada 2018.
Puja Pratama
18 September 2024, 07.25
Button AI Summarize

Di atas kertas, pasangan Muhammad Bobby Afif Nasution dan Surya dapat dengan mudah memenangkan kontestasi pemilihan gubernur (pilgub) Sumatera Utara (Sumut). Pasangan ini didukung koalisi besar, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai NasDem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang mengantongi 70,2% suara sah Pemilu DPRD 2024 atau 72% kursi DPRD Provinsi Sumut.

Sementara lawannya, pasangan Edy Rahmayadi dan Hasan Basri Sagala yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), hanya memiliki 22,5% suara atau 26% kursi DPRD. Edy adalah mantan gubernur Sumut periode 2018-2023. Adapun Hasan Basri merupakan mantan tenaga ahli Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. 

 

Uniknya, partai-partai pendukung Bobby Nasution, seperti Golkar, Gerindra, dan PKS adalah pendukung Edy Rahmayadi saat mencalonkan sebagai gubernur pada pilkada 2018. Sebaliknya, PDIP mencalonkan Djarot Saiful Hidayat yang menjadi lawan Edy. Begitupula Bobby berhasil menduduki kursi wali kota Medan dengan sokongan PDIP. 

Kekuatan Partai di Sumatera Utara 

Jika mengacu pada perolehan suara di Pemilu DPRD Provinsi Sumut pada Februari 2024 lalu, PDIP berhasil menang di lebih banyak daerah pemilihan (dapil). Partai banteng tersebut menang di enam dari 12 dapil.

Namun dari segi perolehan suara, Golkar yang jadi jawara di Sumut. Meski hanya menang di empat dapil, partai beringin berhasil mendulang 1,38 juta suara. Golkar unggul tipis dari PDIP yang memperoleh 1,35 juta suara. Sedangkan Gerindra dan PKS masing-masng 927 ribu dan 720 ribu suara. 

Basis wilayah PDIP di Pemilu 2024 serupa dengan lumbung suara pasangan Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus pada Pilgub 2018. PDIP yang kala itu bergandengan dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menguasai kabupaten/ kota di wilayah barat.

Sebaliknya pasangan Edy dan Musa Rajekshah (Ijeck) yang didukung Golkar, PKS, dan Gerindra berhasil mengoleksi suara di wilayah timur dan selatan Sumut. Wilayah bagian timur cenderung memiliki jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang lebih banyak. 

Dengan data historis tersebut, jika suara partai-partai koalisi diakumulasikan maka KIM Plus yang mengusung Bobby-Surya berpotensi memenangkan pilgub pada November mendatang. Apalagi Bobby adalah menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Ujang Komarudin, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Bobby memang berpeluang menjadi pemenang karena faktor koalisi besar tersebut. 

“Sekarang partai-partai yang mendukung Edy Rahmayadi dulu, semuanya dukung Bobby. Jadi analisa saya kelihatannya Bobby akan menang karena didukung oleh koalisi super dan kekuasaan,” kata dia kepada Katadata pada 22 Agustus lalu.

Faktor Agama dan Putra Daerah

Perhitungan suara bukan satu-satunya faktor yang bakal menentukan di pilgub Sumut. Budi Ali Mukmin, dkk (2018) dalam “Analisis Pilihan Politik Masyarakat Berdasarkan Persebaran Penduduk, Agama, dan Etnis dalam pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2018 di Kota Medan” menemukan bahwa faktor agama dan etnis punya peran besar dalam Pilkada Sumatera Utara.

 

Sebagai provinsi dengan mayoritas muslim, agama juga berperan penting dalam kemenangan Edy pada pilgub 2018. Pasalnya Djarot yang menjadi saingannya, pernah berada di samping Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat tersandung kasus penistaan agama. Sementara Sihar Sitorus juga merupakan non-muslim.

Hal ini terlihat dari komposisi agama di wilayah kemenangan masing-masing. Edy-Ijeck cenderung menang di wilayah berpenduduk mayoritas Islam, sementara Djarot-Sihar unggul di wilayah mayoritas Protestan atau Katolik. Dengan melihat faktor ini, pasangan yang bisa meraup suara mayoritas Islam akan punya peluang kemenangan lebih tinggi.

 

Dari sisi etnisitas, Badan Pusat Statistik mencatat mayoritas penduduk Sumatera Utara bersuku batak pada 2021. Suku dari Pulau Jawa memiliki komposisi terbesar kedua, kemudian diikuti Melayu.

Dalam penelitiannya, Budi menemukan, meski bukan berasal dari suku Batak tetapi Edy-Ijeck memiliki kesamaan dengan masyarakat Sumut lainnya. Edy beretnis Melayu-Jawa, sedangkan Ijeck mempunyai garis keturunan Arab.

Penduduk etnis Jawa yang menjadi mayoritas kedua pun lebih merasa diwakilkan dalam konteks isu lokal oleh pasangan ini. Edy juga sering mengklaim hanya putra daerah yang tahu akar permasalahan Sumatera Utara, bukan pemimpin impor dari Jakarta sebagaimana Djarot yang sebelumnya menjadi Wali Kota Blitar dan Wakil Gubernur Jakarta. 

Persaingan Akan Ketat

Pada Pilgub 2024, kedua pasangan yang bertarung tampaknya menyadari faktor agama dan etnisitas ini. Semua kandidat yang bertarung beragama Islam. Meski didukung PDIP yang berkarakter nasionalis, Edy Rahmayadi dan Hasan Basri memiliki citra Islam yang lebih lekat. Apalagi masih ada residu nuansa politik identitas sisa Pilgub 2018 yang menguntungkan Edy. Ditambah Edy kala itu mendapatkan deklarasi dukungan dari banyak tokoh agama.

Sementara Hasan Basri Sagala adalah mantan Kepala Satkornas Barisan Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) dan mantan tenaga ahli menteri agama. Dirinya baru mengundurkan diri dari jabatannya tersebut saat maju sebagai calon wakil gubernur.

Dari segi etnis dan citra putra daerah, Bobby Nasution yang juga menantu Presiden Joko Widodo lahir di Medan dan berhasil menjadi wali kota di salah satu kota terbesar Indonesia itu pada periode 2021-2024. Surya yang jadi calon wakilnya juga putra daerah. Dia lahir dan besar di Asahan, serta menjadi bupati di sana pada periode 2021-2024.

Edy Rahmayadi memang tidak lahir di Sumatera Utara. Meski begitu, mantan Ketua Umum PSSI dan Pangkostrad ini meniti karier militer di provinsi ini. Ayah Edy pun berasal dari etnis Melayu Deli, sedangkan ibunya keturunan Jawa. Adapun Hasan Basri Sagala kelahiran Labuhan Batu Selatan, kabupaten di barat Sumut.

Ujang Komaruddin menilai, kedua pasangan ini memiliki potensi yang sama untuk meraup dukungan pemilih yang cenderung memilih karena kesamaan etnis dan agama. Namun, hasilnya akan tergantung dari bagaimana kampanye tiap pasangan merebut suara masyarakat di Sumatera Utara.

“Saya lihat itu semua tergantung cara mereka berkampanye. Apakah mereka bisa memikat masyarakat atau tokoh yang punya kecenderungan untuk memilih berdasarkan itu,” ujar dia.

Editor: Aria W. Yudhistira


Button AI Summarize