Advertisement
Analisis | Jadi Pemicu Demonstrasi, Bagaimana Ketimpangan Anggota DPR dengan Rakyatnya? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Jadi Pemicu Demonstrasi, Bagaimana Ketimpangan Anggota DPR dengan Rakyatnya?

Foto: Katadata/ Bintan Insani
Gaji dan tunjangan anggota DPR mencapai miliaran rupiah per tahun. Rata-rata harta kekayaan anggota dewan mencapai Rp46,5 miliar. Meski kinerjanya dinilai rendah, anggaran DPR melonjak, bahkan tak kena pemangkasan.
Muhammad Almer Sidqi
11 September 2025, 15.06
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Amarah massa meledak di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Rumah Ahmad Sahroni, anggota DPR dari Partai Nasdem yang masyhur dijuluki “Crazy Rich Tanjung Priok”, dijarah pada Sabtu, 30 Agustus. Barang-barang Sahroni, seperti terlihat dari berbagai rekaman video di internet, digondol keluar oleh massa.

Tampak koleksi mainan figur Iron Man, Spiderman, hingga mobil balap F1 yang harganya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta per item. Bantal sofa Sahroni buatan Dior asal Prancis senilai Rp23 juta. Perangkat tata bunyi buatan Bang & Olufsen dari Denmark seharga sekitar Rp211 juta. Jam tangannya, Richard Mille Tourbillon Mclaren Speedtail Limited, seharga Rp10 miliar. 

Penjarahan rumah Sahroni terjadi dua hari setelah polisi melindas Affan Kurniawan, 21 tahun, pengemudi ojek online, saat aksi demonstrasi terjadi di Pejompongan, Jakarta Pusat. 

Protes dipicu isu tunjangan rumah yang didapat para anggota DPR senilai Rp50 juta per bulan, yang dijanjikan berlangsung sepanjang 2024-2029. Wakil rakyat di Senayan pun disebut-sebut menjalani hidup enak di tengah impitan ekonomi yang menjerat mayoritas rakyat Indonesia dalam satu tahun terakhir. 

Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Bernard Allvitro mencatat, setiap anggota DPR bisa menerima sekitar Rp2,8 miliar per tahun dari tunjangan, gaji, dan alokasi lain. Merujuk pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2025, alokasi gaji dan tunjangan anggota dewan mencapai Rp1,6 triliun untuk 580 anggota.

Belakangan, setelah didemo, DPR memangkas take home pay (THP) anggotanya. Kini paling sedikit seorang anggota mendapatkan gaji dan tunjangan senilai Rp65 juta. Sebelumnya, THP mereka bisa sampai Rp104 juta atau setara Rp1,2 miliar per tahun. 

Namun, pendapatan itu bukan satu-satunya fasilitas. Setiap anggota DPR juga beroleh dana kunjungan kerja Rp4,2 miliar per tahun. Anggaran besar itu untuk mendanai kunjungan mereka ke daerah pemilihan, baik di saat atau di luar masa reses.

Profil Kekayaan Anggota Dewan 

Bukan rahasia kalau anggota DPR yang bergelimang aset dan harta. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dikumpulkan Algo Research, sebuah lembaga riset, menunjukkan para legislator punya aset puluhan miliar hingga lebih dari satu triliun rupiah.

Dua yang paling terkaya adalah Rusdi Kirana dari Partai Kebangkitan Bangsa dan Fathi dari Partai Demokrat. Rusdi dan Fathi masing-masing punya harta Rp2,6 triliun dan Rp1,7 triliun. Sementara itu, mayoritas anggota DPR punya harta dalam rentang Rp1-60 miliar. Hanya sembilan orang anggota dewan yang kekayaannya di bawah Rp1 miliar. 

“Memang kita tidak bisa mengatakan bahwa kekayaan mereka merupakan hasil yang didapat dari pekerjaan sebagai anggota dewan. Namun penghasilan sebagai anggota dewan tetap berpengaruh,” ujar Bernard kepada Katadata.co.id, Selasa, 9 September. 

Adapun rata-rata kekayaan anggota DPR RI tahun 2024 mencapai Rp46,5 miliar. Ini jauh di atas rata-rata kekayaan rakyat biasa di negara ini. Menurut Global Wealth Databook tahun 2023, rata-rata kekayaan tiap orang dewasa di Indonesia berkisar Rp266 juta. Ini sudah mencakup total aset, baik finansial maupun nonfinansial. Indonesia pun berada di posisi ke-97 dari 163 negara.

Dengan beragam fasilitas, tak heran kalau harta kekayaan anggota dewan terus menanjak. Ahmad Sahroni, contohnya. Pada 2014, tahun pertamanya di DPR, kekayaannya tercatat hanya Rp2,8 miliar. Tiga tahun kemudian, hartanya menjadi Rp207 miliar, melonjak 7.293%. Kekayaannya meningkat menjadi Rp228 miliar pada 2022. Merujuk LHKPN 2024, kekayaan terbarunya mencapai Rp328 miliar. 

Sama halnya dengan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, pelawak grup Patrio yang melanggeng ke Senayan lewat Partai Amanat Nasional. Pada 2010, harta kekayaannya Rp23 miliar. Lalu pada 2022 dan 2023, hartanya bertahan di kisaran Rp131 miliar. Lonjakannya mencapai 470%.

Seberapa Timpang dengan Rakyat Biasa? 

Kondisi yang didapat anggota dewan terbilang jomplang bila dibandingkan dengan profil keuangan masyarakat Indonesia secara umum. Merujuk Inter Parliamentary Union, sebuah organisasi parlemen internasional, pendapatan DPR Indonesia memang tidak sebesar Amerika Serikat dan Australia. 

Akan tetapi, jika dibandingkan dengan PDB per kapita, seorang anggota dewan RI punya pendapatan 10 kali lipat lebih banyak dari pekerjaannya sebagai anggota DPR. Ini jika dihitung menurut tunjangan yang baru dipangkas. Sebelumnya, kelipatannya setara 16 kali lebih banyak.

Dibanding negara lain, rasio itu bisa dibilang sangat timpang. Seorang anggota parlemen di AS dan Australia, misalnya, digaji hanya sekitar dua kali lipat pendapatan per kapita negaranya. Sementara anggota dewan di Negeri Jiran Malaysia setara enam kali PDB per kapitanya.

Perbandingan serupa akan lebih lebar jika acuannya adalah rata-rata UMP nasional. Menurut Badan Pusat Statistik, rata-rata upah minimum hanya sekitar Rp3,1 juta per Februari 2025. Gaji dan anggota dewan, dengan begitu, setara 21 kali rata-rata UMP. Perlu diingat, UMP mengacu pada upah pekerja formal. Jika mengacu rata-rata upah pekerja nonformal, jurang ketimpangannya lebih lebar lagi.

Data BPS pun menunjukkan rata-rata UMP 2025 itu hanya naik sekitar Rp180 ribu ketimbang rata-rata UMP tahun 2019. Pertumbuhannya berarti hanya 6,4% selam enam tahun. Padahal tingkat inflasi kumulatif dalam rentang yang sama mencapai 20%. Penghasilan dan biaya hidup tak seiring seirama. 

Upaya menumbuhkan aset juga tercermin dari pola menabung. Semakin tinggi porsi menabungnya, semakin besar kemungkinan aset seseorang tumbuh. Masalahnya, survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan pengeluaran masyarakat Indonesia untuk ditabung terus turun. 

Survei itu mencatat proporsi tabungan terhadap pengeluaran rumah tangga makin loyo dari sekitar 16% pada awal 2024 menjadi hanya 13% pada Juli 2025. Pada saat yang sama, beban cicilan pinjaman meningkat, sementara konsumsi tetap menguasai tiga perempat pengeluaran bulanan. Tekanan ekonomi membuat banyak orang mengeluarkan uang lebih besar untuk hal-hal di luar menabung. 

Penurunan paling tajam terjadi pada kelompok pengeluaran Rp4,1-5 juta per bulan. Proporsi tabungan dari kelompok ini melorot dari 18,8% pada Januari 2024 menjadi 13,9% pada Juli 2025.

Celakanya, proporsi utang naik terus. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, mencatat pinjaman daring orang Indonesia pada Juli 2025 mencapai Rp84,6 triliun. Ini naik sekitar 22% year-on-year. Dalam rentang yang sama, kredit paylater pun tercatat Rp24 triliun, naik sekitar 33% yoy

Lembaga Penjamin Simpanan pada September 2024 juga pernah mencatat rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta mencapai 98,8% dari jumlah total yang sebanyak 593,3 juta. Semakin ke sini, rata-rata saldo semakin seret. Dari kisaran Rp4 juta pada 2014 menjadi hanya Rp1,8 juta pada 2024. 

Alokasi Tinggi, Kinerja Rendah

Alokasi anggaran DPR RI melonjak dalam transisi kekuasaan dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto. Pada periode keduanya, Jokowi rata-rata mengalokasikan anggaran untuk DPR Rp5,4 triliun. Di masa Prabowo, anggarannya ditambah hampir dua kali lipat menjadi Rp9,96 triliun pada Outlook 2025 dan Rp9,9 triliun dalam RAPBN 2026.

Pertumbuhan anggaran DPR di era Prabowo bahkan lebih besar dari pertumbuhan anggaran untuk fungsi pendidikan, subsidi, kesehatan, dan perlindungan sosial. Sudah begitu, anggaran DPR tak tersentuh pemangkasan di tengah wacana efisiensi anggaran pemerintahan. 

Menurut FITRA, besarnya anggaran DPR tidak sebanding dengan capaian kerjanya. Misalnya, hingga Agustus 2025, dari 47 RUU yang masuk Program Legislasi, hanya empat yang rampung. Dua RUU masih dalam tahap pembahasan, lima dalam penyusunan, sementara 34 lainnya baru sebatas terdaftar. 

Persoalan legislasi juga kerap berlanjut setelah suatu undang-undang disahkan. Sejak 2003 hingga 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan 1.897 putusan uji materi terhadap undang-undang. Sepanjang 2024 saja, MK mengabulkan 18 permohonan uji materi atas produk DPR. 

“Ini mengindikasikan proses penyusunan UU tidak maksimal, dan tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat,” ujar Bernard.

Itu klop dengan pernyataan Center for Strategic and International Studies (CSIS), lembaga analisis strategis dan kebijakan publik. Lembaga itu menilai demografi para anggota dewan yang mayoritas berasal dari kalangan elite dinilai belum bisa merepresentasikan kepentingan rakyat.

Menurut peneliti CSIS Edbert Gani Suryahudaya, hanya sekitar 5% legislator yang punya latar belakang kelas pekerja. “Maka ini ada jarak semakin besar antara aspirasi masyarakat dengan apa yang DPR lakukan,” katanya pada 2 September.

Selain itu, fungsi parlemen sebagai lembaga legislatif yang seharusnya mewakili aspirasi rakyat cenderung bergeser. Pasalnya, menurut CSIS, DPR saat ini cenderung lebih dekat dan mengakomodasi keinginan eksekutif atau pemerintah.

Editor: Muhammad Almer Sidqi


Buka di Aplikasi Katadata untuk pengalaman terbaik!

icon newspaper

Tanpa Iklan

Baca berita lebih nyaman

icon trending

Pilih Topik

Sesuai minat Anda

icon ai

Fitur AI

Lebih mudah berbagi artikel

icon star

Baca Nanti

Bagi Anda yang sibuk