Advertisement
Advertisement
Analisis | Masalah di Balik Pesatnya Pertumbuhan Fintech Pinjam-Meminjam - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Masalah di Balik Pesatnya Pertumbuhan Fintech Pinjam-Meminjam

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringo Ringo/ Katadata
Pertumbuhan pesat fintech pinjam-meminjam atau pembiayaan diringi dengan beragam masalah, terutama dengan maraknya fintech ilegal. Belum ada regulasi yang melindungi nasabah dari praktik perusahaan pinjaman online ilegal tersebut.
Author's Photo
22 April 2021, 11.18
Button AI Summarize

Dunia digital memberi warna baru bisnis di sektor keuangan. Salah satunya adalah layanan keuangan berbasis teknologi (fintech) Peer-to-Peer Lending (P2PL). Fintech Lending ini menjembatani peminjam dengan pemberi pinjaman bertransaksi tanpa bertemu langsung.

Fintech pinjaman online (pinjol) ini pun termasuk yang tumbuh pesat. Hingga Februari 2021, tercatat total penyaluran dananya mencapai Rp 169,5 triliun. Jumlah peminjam melonjak 899% dari 4,36 juta nasabah pada 2018 menjadi 43,56 juta nasabah per Desember 2020.

Namun di balik pertumbuhannya yang pesat, fintech Lending menyimpan masalah. Terutama dari maraknya pinjol ilegal.

Dalam catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat 1.026 fintech ilegal pada 2020. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 1.490 perusahaan. Padahal hingga saat ini OJK hanya memberikan izin usaha kepada 148 pinjol yang terdaftar.

Maraknya fintech ilegal sejalan dengan meningkatnya jumlah pengaduan ke OJK. Pada Desember 2020, misalnya, terdapat 6.787 aduan. Sementara pada Maret 2021, total pengaduan ke OJK mencapai 5.421 aduan.

Di luar OJK, tak sedikit nasabah fintech yang mengadukan masalahnya ke lembaga lain. Misalnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang pada Desember 2018 menerima 1.330 aduan. Jumlah aduan tersebut meningkat lebih tiga kali lipat menjadi 4.500 aduan pada Juni 2019.

Tirta Segara, Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK, mengakui pertumbuhan pasar fintech Lending juga diiringi peningkatan kasus bermasalah. Diakuinya pula, sulit memberantas perusahaan-perusahaan ilegal tersebut. Hal ini lantaran aplikasi atau situs web yang ditutup dapat aktif kembali melalui replikasi.

“Banyak (fintech ilegal) yang tidak memiliki kantor fisik dan menggunakan server di luar negeri,” kata dia seperti dikutip dari Tempo.co.  

Di sisi lain, masyarakat cenderung tidak berpikir panjang ketika memutuskan mencari pinjaman secara online. Apalagi karakter pinjaman ini lebih mudah diakses dengan teknologi. “Sepertinya mudah tiap saat (pinjaman) cair hanya disentuh dengan ujung jari, tapi menjebak,” ujar Tirta.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira