Advertisement
Analisis | Mimpi Buruk Gelombang Kedua Covid-19 di India - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mimpi Buruk Gelombang Kedua Covid-19 di India

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringo Ringo/ Katadata
Kematian akibat Covid-19 di India mencetak rekor. Setelah lima bulan berhasil mengendalikan pandemi, negara itu dihantam gelombang kedua Covid-19. Penyebab utama adalah masyarakat abai protokol kesehatan dan kegagapan pemerintah mengantisipasi peristiwa keramaian.
Andrea Lidwina
29 April 2021, 09.16
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Minggu 25 April 2021, barangkali menjadi hari paling kelam bagi penduduk India. Bayang-bayang kematian begitu dekat dengan mereka. Hari itu, hanya selang semenit dua orang meninggal akibat Covid-19. Ada 2.806 orang tewas, menjadi rekor kematian harian tertinggi selama pandemi.

Gelombang kedua pandemi menyebabkan lonjakan kasus penderita Covid-19. Fasilitas kesehatan di negara di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Narendra Modi itu lumpuh. Beberapa kasus kematian bahkan terjadi ketika sedang menunggu ketersediaan oksigen atau tempat tidur perawatan intensif di rumah sakit.

Jika pada gelombang pertama yang puncaknya terjadi pada September tahun lalu, angka kasus hariannya hanya sekitar 90 ribu. Kini pertambahan kasus harian melonjak hampir tiga kali lipatnya, yakni mencapai 330 ribu kasus per hari dalam satu pekan terakhir (20-26 April 2021). Sebanyak 2,9 juta orang masih dirawat atau menjalani isolasi mandiri.

Dari total kasus aktif tersebut, hampir 24% terdapat di negara bagian Maharashtra. Wilayah ini juga merupakan asal dari varian baru B1617 yang memiliki mutasi ganda, yakni E484Q—yang ditemukan di varian asal Inggris dan Afrika Selatan—dan L452R yang ditemukan di varian asal California, Amerika Serikat. Varian ini pun diduga menjadi penyebab gelombang kedua pandemi di India.

Seperti dilansir dari The Indian Express, hasil pengurutan genom (whole genome sequencing) yang dilakukan oleh National Institute of Virology (NIV) pun menunjukkan varian B1617 terdapat di 220 dari 361 sampel yang diambil pada Januari-Maret 2021. Namun, jumlah sampel ini terlalu sedikit untuk menyimpulkan varian baru menjadi dalang dari serangan virus corona di India baru-baru ini.

Sementara itu, berdasarkan data outbreak.info, varian lain juga ditemukan dalam pengurutan genom sampel selama 60 hari terakhir. Subvarian B1617 memang punya proporsi tertinggi (28%), tetapi B117 asal Inggris, yang tingkat penularannya lebih tinggi dari virus corona yang pertama kali muncul, masih banyak ditemukan yakni sebesar 13%. Karena itu, lonjakan kasus di India bisa jadi bukan hanya berasal dari varian barunya, tetapi juga dari varian-varian sebelumnya.

Ahli virus dari Louisiana State University (LSU) Health Shreveport, Jeremy Kamil mengatakan perilaku masyarakat yang justru banyak menyebabkan gelombang kedua pandemi di India. Ketimbang varian baru Covid-19, katanya seperti dikutip dari BBC.

Misalnya, kampanye pemilu di lima negara bagian yang tetap dilakukan secara terbuka dan melibatkan kerumunan orang sejak akhir Maret 2021. Para peserta kampanye tak lagi menggunakan masker dan menjaga jarak, bahkan para kandidatnya pun tidak mematuhi protokol kesehatan. Akibatnya, kasus aktif Covid-19 di tiga negara bagian yang melaksanakan pemilu (Kerala, Tamil Nadu, dan Bengal Barat) kini termasuk yang paling banyak di India.

Jika melihat data salah satu negara bagian, yakni Bengal Barat, tambahan kasus hanya ada di kisaran 200-300 kasus per hari sebelum kampanye dimulai. Namun, angkanya naik menjadi lebih dari 1.000 kasus per hari pada awal April 2021 hingga sebanyak 13.084 kasus per hari dalam satu pekan terakhir.   

Selanjutnya, festival Kumbh Mela yang dilaksanakan di Sungai Gangga. Festival ini hanya diadakan setiap 12 tahun sekali sehingga umat Hindu dari seluruh India datang untuk merayakannya, dengan membasuh diri di sungai tersebut. Kegiatan ini juga mengabaikan protokol kesehatan Covid-19.

Seperti dilansir Al Jazeera, setidaknya 1.002 kasus positif teridentifikasi dari 50 ribu sampel selama dua hari pelaksanaan Kumbh Mela. Karena itu, masyarakat yang datang dari seluruh negeri ke festival itu pun berpotensi menyebarkan virus ketika kembali ke rumah dan daerah asalnya masing-masing.

Pemerintah India juga tidak punya persiapan matang dalam menghadapi gelombang kedua. Mereka menganggap pandemi berakhir setelah tren kasus menurun, kemudian mengabaikan kasus yang mulai merangkak naik. Kelemahan sistem kesehatan pada gelombang pertama pun tidak diperbaiki, lantaran harus menangani kondisi darurat kesehatan lainnya.

Pemerintah lantas meningkatkan ekspor oksigen hingga 734% secara tahunan pada Januari 2021, seperti dikutip dari NDTV. Akibatnya, gelombang kedua Covid-19 di India terus menjadi mimpi buruk yang belum menunjukkan tanda-tanda bakal berakhir.

Kejadian di India adalah contoh bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir. Indonesia perlu mengantisipasi gelombang kedua Covid-19 agar tidak mengalami kejadian serupa.

Meski tren kasus tengah melandai, protokol kesehatan dan pembatasan kegiatan masyarakat masih perlu diterapkan. Larangan mudik Lebaran sudah tepat untuk mencegah mobilitas dan kerumunan orang. Sekaligus mencegah juga penyebaran virus yang lebih luas dan munculnya varian baru virus corona.

Editor: Aria W. Yudhistira