Advertisement
Analisis | Alarm Bahaya dari Tumbangnya Tenaga Kesehatan saat Ledakan Covid-19 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Alarm Bahaya dari Tumbangnya Tenaga Kesehatan saat Ledakan Covid-19

Foto: Joshua Siringo Ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Seiring ledakan kasus Covid-19, rumah sakit membeludak menampung para pasien. Kondisi ini menyebabkan tenaga kesehatan (nakes) kewalahan, hingga ikut tertular dan akhirnya meninggal dunia. Alarm darurat bagi sistem kesehatan di Indonesia.
Annissa Mutia
9 Juli 2021, 14.46
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Liza Putri Noviana, seorang perawat di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat menghembuskan nafas terakhir di RSU Persahabatan, Jakarta Timur pada 24 Juni 2021. Liza adalah tenaga kesehatan (nakes) pertama RSDC Wisma Atlet yang meninggal akibat Covid-19.

Dia sempat masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSDC Wisma Atlet sejak 3 Juni 2021. Namun kondisinya terus menurun, yang ditunjukkan dengan turunnya angka saturasi oksigen, demam, sesak napas, dan batuk berdahak. Lalu dibawa ke RSU Persahabatan hingga akhirnya meninggal dunia.

Liza hanya satu dari ratusan nakes yang gugur akibat Covid-19. Data LaporCovid19 menyebutkan, terjadi kenaikan jumlah kematian nakes seiring lonjakan kasus Covid-19 pasca-Idul Fitri. Sepanjang Juni 2021, tercatat 79 orang nakes yang wafat. Jumlah itu meningkat drastis dari 18 orang pada bulan sebelumnya. Pada pekan pertama Juli, LaporCovid19 mencatat setidaknya sudah ada 35 nakes yang meninggal.

Meningkatnya angka kematian nakes ini seharusnya menjadi alarm darurat bagi sistem kesehatan di Indonesia dalam menangani pandemi Covid-19. Sejumlah rumah sakit diketahui mengalami lonjakan pasien. Akibatnya para nakes kewalahan dalam melakukan perawatan.

Dari data, tren kematian nakes akibat Covid-19 sudah terlihat menanjak sejak Juli 2020. Rata-rata kematian sekitar 50 nakes per bulan. Adapun rekor kematian tertinggi terjadi pada Desember 2020 dengan jumlah kematian 141 orang dan Januari 2021 sebanyak 158 orang.

Kasus kematian nakes sempat di angka terendahnya pada April 2021, tetapi naik secara signifikan di Juni 2021. “Ini satu kondisi yang cukup mengkhawatirkan, jauh lebih buruk dari kondisi di bulan Januari," ujar Ketua Tim Mitigasi PB IDI dr. M. Adib Khumaidi, SpOT.

LaporCovid19 mencatat, ada total 1.071 nakes meninggal akibat terpapar virus corona per 7 Juli 2021. Dari jumlah tersebut, mayoritas adalah dokter, yakni sebanyak 405 orang. Selain dokter, tenaga medis lainnya yang juga wafat akibat Covid-19 adalah perawat sebanyak 339 orang dan bidan 166 orang.

Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Juni 2021 melaporkan bahwa sebagian besar tenaga kesehatan yang meninggal dunia karena Covid-19 adalah dokter lanjut usia. Mereka mempunyai penyakit penyerta (komorbid) sehingga lebih rentan.

Jika dilihat berdasarkan rentang usia, kematian tertinggi terjadi pada dokter berusia 56-60 tahun sebanyak 61 jiwa. Selanjutnya dokter berusia 66-70 tahun sebanyak 60 jiwa. Kemudian 71-75 tahun (49 jiwa), 51-55 tahun (48 jiwa), dan 46-50 tahun (47 jiwa).   

“Dari sebaran kelompok umur yang berisiko adalah komorbid dan dokter umur-umur di atas 65 tahun,” kata dr. Adib.

Sementara itu, sebaran tenaga medis yang meninggal akibat Covid-19 tertinggi ada di Jawa Timur dengan total sebanyak 335 orang. Kematian nakes juga banyak terjadi di Jawa Tengah dan DKI Jakarta, dengan masing-masing 128 kematian dan 121 kematian nakes. Dari data tersebut terlihat bahwa tingginya angka kematian nakes dan kematian total akibat Covid-19 berbanding lurus di ketiga provinsi tersebut.

Bagaimana Nakes Tertular Covid-19?

Nakes memiliki risiko besar tertular Covid-19 di tempat kerja. Bagaimana tidak, mereka berada di garda terdepan melawan Covid-19. Karena itu, Kemenkes memasukkan para nakes sebagai target prioritas yang mendapatkan vaksinasi Sinovac pada tahapan vaksinasi pertama dan kedua.

Sayangnya, meski sebagian besar nakes telah mendapatkan dua dosis vaksin, masih ada di antara mereka yang terinfeksi virus corona. Epidemilog dari Griffith University Australia Dicky Budiman kepada Katadata.co.id, Rabu 7 Juli 2021, mengatakan ada beberapa penyebab nakes terpapar virus corona dan akhirnya meninggal dunia.

Pertama, kemungkinan karena efektivitas vaksin Sinovac menurun setelah enam bulan. Sementara itu, di Indonesia kini muncul berbagai varian virus corona baru yang berbeda karakteristiknya dengan virus asli yang muncul di Wuhan, Tiongkok.

“Banyak nakes yang divaksin sudah enam bulan lalu. Vaksin Sinovac ada efektivitasnya, tapi pada level tertentu tidak terlalu efektif melawan varian baru seperti delta,” ujar Dicky.

Kedua, kemungkinan karena belum maksimal aspek perlindungan nakes, seperti  infection control rumah sakit yang jadi perhatian dan ketersediaan alat pelindung diri (APD).

Artinya, kata Dicky, ruang kerja nakes harus dipastikan memiliki sirkulasi udara yang aman dan infection control-nya harus dievaluasi dan ditingkatkan. Sebab, transmisi komunitas di Indonesia tinggi sehingga meningkatkan risiko paparan bagi tenaga kesehatan.

“Karena transmisi komunitas kita sudah pada level parah. Kita sudah sejak April 2020 lalu di community transmission ini sudah tidak bisa mendeteksi sebagian besar kasus infeksi dan kluster memang. Nah cara menekannya ya 3T dan 5M yang harus kita lakukan sejak awal,” kata Dicky.

Permasalahan lainnya, banyak nakes terinfeksi virus corona karena ada penambahan beban merawat pasien Covid-19 dan jam kerja yang berpengaruh terhadap imunitas nakes.

Penambahan tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) di rumah sakit akibat ledakan kasus Covid-19 sejak libur lebaran tidak dibarengi oleh tambahan nakes yang kompeten.

Selain itu, ada juga para nakes juga tertular virus corona dari orang-orang terdekat seperti keluarga atau ketika beraktivitas di luar jam kerja.

Varian Baru Corona Lumpuhkan Tenaga Kesehatan

Risiko yang dihadapi para nakes saat ini, diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pada gelombang pertama. Terlebih, adanya mutasi virus berupa varian baru yang menjadi perhatian (variant of concern/VOC) seperti varian Delta dan Kappa yang dipastikan lebih cepat menular.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada 11 varian baru virus corona yang bermutasi dari virus aslinya. Varian-varian baru tersebut terbukti memiliki kemampuan untuk menular lebih luas. Laporan Kementerian Kesehatan, hingga 4 Juli 2021, telah mendeteksi ada 463 sekuens varian baru virus corona Covid-19 yang menjadi perhatian VOC.

Ada tiga varian baru yang ditemukan, yaitu Kappa, Eta, dan lota. Namun, varian Delta (B.1.617.2) masih mendominasi dengan 398 sekuens. Varian asal India tersebut paling banyak ditemukan di DKI Jakarta, yaitu sebanyak 190 sekuens. Kemudian Jawa Barat dan Jawa Tengah masing-masing ada 101 sekuens dan 80 sekuens.

“Yang jadi VoC (perhatian) dunia atau WHO saat ini varian Alfa, Beta, Gamma, dan Delta. Dari sisi tingkat yang paling serius ya Delta,” kata Dicky.

Keempat varian tersebut, lanjut dia, sudah terbukti tingkat penularannya lebih tinggi dibanding virus yang di Wuhan. Apalagi virulensi-nya (tingkat keparahan infeksi) juga meningkat.

“Virus-virus baru ini juga mampu menurunkan efektivitas dari strategi public health Misalnya seperti waktu lockdown masih ada peningkatan kasusnya. Itu yang terjadi di London dan India,” ucap Dicky. 

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa varian virus baru tersebut sebetulnya menimbulkan gejala terpapar yang hampir mirip. Akan tetapi, varian Delta menimbulkan gejala gangguan kesehatan yang lebih berat, seperti sesak nafas. Akibatnya, banyak orang yang terpapar virus ini memerlukan pertolongan ke fasilitas kesehatan.

“Di bawah VoC ada Varian of Interest, yaitu ada Kappa, Eta, Lota, dan Lambda. Tapi ada dua varian yang kemungkinan bisa berubah menjadi VoC atau perlu diwaspadai, yaitu varian Kappa dan Lambda, karena dua ini cepat menular,” kata Dicky.

Kedua varian ini ada potensi seperti Delta atau mungkin malah meningkat. Kemungkinan juga untuk Lambda berpotensi memiliki vatalitas yang lebih tinggi. “Ini terlihat di Amerika Latin, seperti di Chile angka kematiannya tinggi sekali,” terang Dicky.

Selain itu, varian Delta juga bisa menurunkan respons alami imunitas tubuh. Pada akhirnya mempengaruhi seseorang bisa terinfeksi Covid-19 lagi, dan varian ini bisa menurunkan efektivitas vaksin.

Dia menyarankan agar tenaga kesehatan mendapatkan proteksi tambahan dengan booster. Booster tersebut dapat berupa vaksin lagi, terutama yang bisa menahan dari varian baru.

“Kalau Sinovac belum ada yang efektif untuk varian baru, nakes bisa dikasih vaksin lain saja, seperti Pfizer yang lebih efektif lawan varian baru,” kata Dicky.

Editor: Aria W. Yudhistira