Advertisement
Advertisement
Analisis | Waspada Dampak Besar Ledakan Covid-19 di Luar Jawa-Bali - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Waspada Dampak Besar Ledakan Covid-19 di Luar Jawa-Bali

Foto: Joshua Siringo Ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di luar Jawa-Bali saat ini harus lebih diwaspadai. Faktor utamanya adalah kualitas layanan kesehatan di daerah-daerah tersebut tidak sebaik yang ada di Jawa dan Bali.
Dimas Jarot Bayu
11 Agustus 2021, 09.02
Button AI Summarize

Laju penularan Covid-19 mengalami pergeseran ke luar Jawa-Bali. Bahkan jumlah kasusnya mengalami kenaikan drastis mencapai 270,4% dalam sebulan, pada 9 Juli-8 Agustus 2021.

Kenaikan terjadi di semua wilayah. Kenaikan tertinggi terjadi di Sulawesi sebesar 516,2%, kemudian Nusa Tenggara 395,7%, Kalimantan 324,3%, Sumatera 209,5%, serta Maluku dan papua 159,1%.

Presiden Joko Widodo sempat menyoroti lonjakan kasus di wilayah-wilayah ini karena berkebalikan dengan yang terjadi di Jawa-Bali.

“Kelihatannya terjadi pergeseran lonjakan dari Jawa-Bali menuju ke luar Jawa-Bali,” kata Joko saat memimpin rapat terbatas evaluasi perkembangan dan tindak lanjut PPKM level 4 pada Sabtu, 7 Agustus 2021 malam.

Menurutnya, kenaikan kasus didorong oleh varian Delta (B.1.617.2) yang daya penulrannya dengan cepat. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada 1.368 varian Delta yang telah terdeteksi di dalam negeri hingga 7 Agustus 2021.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 389 sekuens ada di luar Jawa-Bali. Rinciannya, 52 sekuens varian Delta terdeteksi di Sumatera, 75 sekuens di Nusa Tenggara, 207 sekuens di Kalimantan, 22 sekuens di Sulawesi, serta 33 sekuens di Maluku dan Papua.

Peningkatan kasus corona di luar Jawa-Bali perlu diwaspadai mengingat dapat meningkatkan angka perawatan pasien di rumah sakit. Hingga 8 Agustus 2021, ada 13 provinsi di luar Jawa yang tingkat keterisian tempat tidur (bed occupation rate/BOR) rumah sakit untuk penanganan corona di atas 60%.

Kalimantan Selatan berada di posisi pertama lantaran memiliki BOR sebesar 78%. BOR di Kalimantan Timur dan Gorontalo sama-sama sebesar 74%. Riau memiliki BOR sebesar 71%.

Sulawesi Tengah dan Sumatera Barat punya BOR sebesar 70%. BOR di Bangka Belitung mencapai 67%. Kemudian, BOR di Sumatera Selatan sebesar 66%.

BOR RS di Sumatera Utara tercatat sebesar 65%. Angkanya mencapai 64% di Lampung dan Sulawesi Utara. Sementara, BOR RS di Nusa Tenggara Timur sebesar 61%.

Sebanyak empat provinsi di luar Jawa-Bali pun punya BOR ICU yang berada di atas 80%. Keempat provinsi tersebut adalah Gorontalo (91%), Sumatera Barat (84%), Sumatera Selatan (81%), dan Riau (80%).

Tingginya tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit dikhawatirkan, karena jumlah tempat tidurnya lebih sedikit dibandingkan di Jawa-Bali. Sebagai gambaran, jumlah tempat tidur RS di Jawa-Bali sebanyak 217.922 unit per 8 Agustus 2021.

Jumlah itu setara dengan 55,62% dari total tempat tidur RS di seluruh Indonesia yang sebanyak 391.819 unit. Sementara sisanya sebanyak 173.897 unit atau 44,38% tersebar di 27 provinsi lainnya.

Angkanya lebih rendah lagi untuk tempat tidur RS yang dikhususkan bagi pasien corona. Dari 130.792 tempat tidur yang tersedia, sebanyak 84.511 unit atau 64,61% berada di Jawa-Bali. Artinya, hanya 46.281 unit atau 35,39% tempat tidur RS untuk penanganan corona yang tersebar di 27 provinsi lainnya.

Selain itu, jumlah tenaga kesehatan pun terbatas. Kemenkes mencatat, terdapat 1,5 juta tenaga kesehatan di Indonesia pada 2020.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 771.409 atau 51,38% tenaga kesehatan berada di Jawa-Bali. Sisanya sebanyak 729.492 atau 48,62%  tenaga kesehatan tersebar di 27 provinsi lainnya.

Masalah lainnya muncul karena mayoritas suplai oksigen masih terpusat di Jawa. Pada pertengahan bulan lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pasokan oksigen medis di Indonesia mencapai 1.759 ton per hari.

Sebanyak 1.488 ton atau 84,6% dari suplai oksigen harian tersebut didistribusikan ke Jawa. Hanya 271 ton atau 15,4% dari suplai oksigen harian tersebut yang dikirimkan ke luar Jawa.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira