Indonesia tidak punya pilihan selain memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sebagai langkah penanganan terhadap hantaman pandemi Covid-19 gelombang kedua. Meski belum sempurna, pelaksanaan pembatasan sosial wilayah ini perlahan menunjukkan hasil penurunan kasus aktif akibat virus corona.
"Atas arahan presiden, maka PPKM level 4, 3, dan 2 di Jawa Bali diperpanjang sampai 16 Agustus 2021," kata Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Senin, 9 Agustus 2021. Sementara itu, khusus di luar Jawa-Bali perpanjangan (PPKM) berlaku selama dua minggu, yaitu tanggal 10 sampai tanggal 23 Agustus.
Melalui PPKM, pemerintah berpendapat adanya korelasi kuat antara mobilitas masyarakat dan perkembangan jumlah kasus konfirmasi dan kasus aktif. Itu ditunjukkan dari hasil yang cukup baik selama pelaksanaan PPKM Level 2, 3, dan 4 di Jawa-Bali sejak 2-9 Agustus.
“Dari data yang didapat terjadi penurunan kasus positif Covid-19 hingga 59,6 persen,” ucap Luhut.
Penurunan kasus Covid-19 di Indonesia sebenarnya belum stabil. Banyak pihak, bahkan Presiden Joko Widodo, menyoroti tren kenaikan kasus harian Covid-19 justru terjadi di luar Jawa-Bali pada awal Agustus atau sebelum perpanjangan PPKM level 4. Inilah yang menjadi alasan utama pemerintah memutuskan kembali memperpanjang PPKM Level 4.
Wilayah di luar Jawa-Bali berkontribusi sekitar 54% peningkatan kasus pada pekan pertama Agustus. Sebanyak 18 provinsi mengalami tren kenaikan jumlah kasus aktif. Tujuh belas di antaranya merupakan provinsi di luar Jawa-Bali dan Bali menjadi satu-satunya provinsi fokus wilayah PPKM yang mengalami kenaikan. Sementara, 16 provinsi mengalami tren penurunan kasus.
Lima provinsi dengan kenaikan kasus tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur naik 40.2%, Sulawesi Tengah naik 39,8%, Kepulauan Bangka Belitung naik 25,7%, Kalimantan Selatan naik 12,9%, dan Sumatera Barat naik 10%. Kenaikan kasus Covid-19 bahkan meningkat tajam hampir di seluruh provinsi di Indonesia pada 9 Agustus hingga kemudian angkanya kembali menurun pada 12 Agustus. Terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT), ada lonjakan kasus dari hanya 1.136 kasus pada 5 Agustus menjadi 3.597 kasus pada tanggal 6 Agustus.
Untuk merespons situasi tersebut, Presiden Jokowi mengatakan ada tiga hal yang penting untuk segera dilakukan. Pertama, membatasi mobilitas masyarakat. Kedua, menggencarkan pengetesan dan penelusuran. Ketiga, Presiden menginstruksikan agar para pasien positif Covid-19 segera dibawa ke tempat isolasi terpusat (isoter).
Dia meminta kepala daerah baik gubernur, bupati, maupun wali kota untuk menyiapkan tempat-tempat isolasi terpusat di daerahnya masing-masing dengan memanfaatkan fasilitas umum seperti gedung olah raga, balai, hingga sekolah.
Indikator Keberhasilan PPKM
PPKM Level 4 memiliki substansi yang sama dengan PPKM Darurat. Bedanya, PPKM Level 4 diterapkan di daerah dengan level assesmen 3 dan 4 di Jawa-Bali. Wilayah dikategorikan berdasarkan level 1-4 berdasarkan tingginya tingkat transmisi komunitas yang bisa menyebarkan virus secara luas di masyarakat.
Indikator PPKM Level 4 dilihat dari kasus konfirmasi lebih dari 150 per 100 ribu penduduk per minggu, angka kejadian rawat inap baru lebih dari 30 per 100 ribu penduduk per minggu, dan jumlah kematian akibat Covid-19 lebih dari 5 per 100 ribu penduduk per minggu.
Pada PPKM Level 4, pemerintah mempunyai sejumlah target, di antaranya menekan positivity rate mingguan tiap daerah kurang dari 5 persen, daerah dengan positivity rate mingguan lebih dari 25 persen, harus melakukan tes 15 orang per 1000 penduduk per minggu, dan pemerintah daerah juga perlu melakukan tracing sampai lebih dari 15 kontak erat per kasus konfirmasi.
“Salah satu keberhasilan PPKM dari indikator positivity rate. Sekarang kan positivity rate (Indonesia) masih 22%, ujar epidemiolog dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani kepada Katadata.co.id, Kamis 12 Agustus 2021.
Dia berharap pemerintah menggencarkan pelacakan kasus positif, terutama terhadap orang-orang yang pernah kontak atau orang yang pergi ke daerah dengan kasus tinggi. “Bukan hanya tes orang mau pergi dengan transportasi saja. Pasti kalau tracing orang yang pernah kontak orang terdekat lebih tinggi positivity rate-nya,” kata dia.
Ada tujuh wilayah dengan rasio kasus Covid-19 yang melebihi 150 kasus per 100 ribu penduduk. Ketujuh provinsi itu adalah Kalimantan Utara dengan 451.9 kasus, Kepualauan Bangka Belitung 280 kasus, DIY 236,8 kasus, Sulawesi Tengah 203,8 kasus, Bali 193 kasus, Papua Barat 170,1 kasus dan Nusa Tenggara Timur 159,2 kasus.
Selain mempunyai rasio kasus yang tinggi, provinsi di Kalimantan, Kepulauan Riau, dan Sulawesi terlihat juga mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Kalimantan Timur mempunyai rasio tertinggi dengan 15 hingga 16 orang meninggal akibat Covid-19 per 100 ribu penduduk. Selain itu, Kalimantan Utara rasio kematiannya tinggi mencapai 14,3 per 100 ribu penduduk. Begitu juga di Kepulauan Bangka Belitung yang memiliki rasio kasus dan kematian tinggi. Tingkat kematiannya mencapai 11,8 atau 11-12 kematian per 100 ribu penduduk. Sementara di Jawa, rasio kematian Covid-19 tertinggi terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 11 orang meninggal per 100 ribu penduduk.
Menurut Laura, angka kasus dan kematian selama PPKM harusnya bisa ditekan jika pemerintah mempunyai standar pengereman atau antisipasi. Caranya dengan pemeriksaan Covid-19, pelacakan kontak erat, dan menambah tempat tidur di rumah sakit Covid-19 sebelum penuh. Dengan demikian, orang yang terkena virus corona bisa ditangani dan dirawat tanpa harus ditolak atau menjalani isolasi mandiri karena keterbatasan fasilitas kesehatan.
“Ini menjadi alarm dan pembelajaran yang sangat berharga. Kalau ada rem dari pemerintah, ada persiapan supaya masyarakat hadir untuk mendukung. Ini solusi yang harus dilakukan. Pemerintah menyiapkan dan masyarakat bersiap,” ucap Laura.
Sejak pemberlakuan PPKM Level 4 pada 20 Juli hingga 11 Agustus, tingkat penduduk yang dirawat inap mengalami kenaikan di daerah luar Jawa-Bali. Terutama, provinsi dengan kenaikan kasus dan kematian Covid-19, seperti di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Begitu pun dengan tingkat keterisian rumah sakit juga menurun di wilayah tersebut. Sementara, tingkat rawat inap di Jawa menurun. Hanya Bali yang mengalami kenaikan tingkat rawat inap.
Laura berpendapat, ada dua kemungkinan yang menyebabkan kenaikan kasus dan kematian Covid-19 di luar Jawa-Bali selama PPKM. Pertama, melihat lonjakan kasus penyakit dari virus corona di Jawa, masyarakat sudah sudah mulai sadar untuk melakukan tes Covid-19 atau adanya dukungan dari pemerintah daerah untuk melakukan tes.
Kedua, adanya kemungkinan penyebaran virus corona varian baru sudah terjadi ketika ada lonjakan di Jawa-Bali. Pasalnya, kasus Covid-19 dari varian Delta merupakan imported cases atau kasus yang dibawa masuk dari luar negeri. Terlebih lagi, daerah luar Jawa-Bali berdekatan dengan Malaysia yang sudah lebih dulu mengalami serangan lonjakan virus corona gelombang kedua dari varian Delta dan lainnya.
“Karena ada mobilitasis, mungkin dari WNI/WNA yang masuk dari perbatasan luar Jawa-Bali. Jadi salah satu cara yang bisa menahan imported cases dengan memperkuat masuknya orang-orang dari luar negeri karena kita nggak tahu apa lagi varian yang mungkin masuk ke Indonesia,” kata Laura.
Melihat data, memang terjadi penurunan rasio positif di beberapa wilayah seperti, Kalimantan, Sumatera, Maluku, dan Papua. Artinya, ada peningkatan jumlah tes covid selama PPKM di daerah tersebut. Namun, hal tersebut tidak dibarengi dengan rasio lacak yang masih minim.
“Saya rasa PPKM ada dampaknya. Soal perpanjangan, sangat tergantung dari situasi pandemi daerah. Pembatasan bukan hanya soal peraturan tapi sosialisasi ke masyarakat bahwa pandemi ini benar ada," kata Laura.
Menurutnya, PPKM juga merupakan sosialisasi tentang disiplin protokol kesehatan ke masyarakat. Dengan demikian, ketika peraturan sudah longgar, masyarakat sudah teredukasi untuk terus menaati protokol kesehatan agar berjaga-jaga dari penularan virus corona.
Editor: Aria W. Yudhistira