Advertisement
Analisis | Bagaimana Sebenarnya Suara Warganet soal Penundaan Pemilu 2024? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Bagaimana Sebenarnya Suara Warganet soal Penundaan Pemilu 2024?

Foto: Joshua Siringo-ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Hasil survei sejumlah lembaga menemukan mayoritas responden menolak wacana penundaan Pemilu 2024. Analisis perbincangan di media sosial juga menunjukkan hanya 15 ribu akun Twitter yang menyebut kata terkait “Pemilu”, “Presiden”, atau “Jokowi”. Ini beda jauh dengan klaim Menteri Luhut bahwa 110 juta warganet meminta penundaan pemilu.
Cindy Mutia Annur
23 Maret 2022, 18.12
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Wacana penundaan Pemilu 2024 bergulir. Elite politik, termasuk beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju, mengusulkan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo. Beragam alasan disampaikan. Mulai dari pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, pemulihan ekonomi, hingga anggaran Pemilu yang dinilai kelewat besar.

Para pengusung penundaan dan perpanjangan masa jabatan Joko Widodo mengklaim keinginan ini berasal dari rakyat. Menko Perekonomian yang juga Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menyatakan perpanjangan masa jabatan Joko berasal dari petani sawit. 

Teranyar, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan alasan penundaan berdasarkan permintaan 110 juta warganet. Menurutnya, usulan tersebut merupakan hasil analisis big data pemerintah. 

Meskipun ketika diminta membuktikan big data tersebut, Luhut menepis keraguan publik terhadap validitas data yang disampaikannya. “Ya pasti ada. Masa bohong!” ujar Luhut seperti dikutip dari Tempo.co, Senin (15/3/2022). 

Ismail Fahmi, founder Drone Emprit, termasuk meragukan klaim 110 juta warganet yang dikatakan Luhut. Berdasarkan analisisnya selama rentang 1-12 Maret 2022, perbincangan warganet di media sosial dengan topik penundaan pemilu, Jokowi tiga periode, atau perpanjangan masa presiden, tidak mencapai jutaan. 

Di Twitter, aplikasi media sosial yang paling dominan bicara politik, hanya terdapat 15.089 akun yang memperbincangkan isu ini. Total hanya 32.248 penyebutan (mentions) topik ini di Twitter. Sedangkan di Facebook hanya 83 dan Instagram sebanyak 246 mentions. 

Menurut Fahmi, dari lebih 15 ribu akun Twitter mayoritas atau 79,1% merupakan akun aktif atau organik. Sementara itu, sebanyak 10,02% akun terindikasi sebagai akun bot alias akun yang dioperasikan oleh sistem atau robot. 

Temuan Drone Emprit mirip dengan temuan lembaga kajian Lab45 yang digawangi Andi Widjajanto yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Lemhanas. Jumlah akun Twitter yang terlibat dalam pembicaraan penundaan Pemilu atau wacana presiden tiga periode hanya mencapai 10.852 akun. 

Fahmi enggan berkomentar lebih jauh mengenai validitas data yang diklaim Luhut karena dia belum melihat bagaimana metodologi dan data yang digunakan untuk melakukan analisis tersebut. 

“Kalau dibandingkan dengan data Drone Emprit dan Lab45, ya mustahil ada 110 juta warganet yang bercakap mengenai topik ini,” ujar Fahmi kepada Katadata.co.id, Selasa 22 Maret 2022.

Jumlah pengguna Twitter di Indonesia mencapai 18,45 juta akun per Januari 2022, tetapi hanya sekitar 10.000 pengguna atau sekitar 0,054% saja yang aktif berbicara soal perpanjangan masa jabatan tersebut. 

Padahal, Ismail melanjutkan, pengguna Twitter Indonesia adalah yang paling cerewet soal politik. Berbeda dengan pengguna media sosial lainnya seperti di Instagram dan Facebook.  

Jumlah pengguna Facebook di Indonesia tercatat sebanyak 129,85 juta pengguna per Januari 2022 lalu. Jika diasumsikan terdapat 0,55% pengguna yang membahas isu tersebut, maka hanya terdapat sekitar 70 ribu akun.

Jika angka tersebut di-markup 10 kali hanya menghasilkan sekitar 700 ribu pengguna. Sedangkan, kalau di-markup 100 kali maka menghasilkan sekitar 7 juta pengguna. Lalu, jika di-markup 1.000 kali baru didapatkan angka 70 juta pengguna. 

“Jadi mustahil ada 110 juta yang ikut aktif bicara (terkait penundaan Pemilu), kecuali di-markup 1.000 kali datanya,” ujar Fahmi.

Rendahnya antusiasme warganet membahas wacana penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden menunjukkan kurang menariknya isu tersebut. Apalagi kebanyakan warga tengah menghadapi lonjakan sejumlah harga pangan, seperti minyak goreng.  

MASYARAKAT INGIN PEMILU SESUAI JADWAL

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan bahwa Pemilu 2024 bakal digelar pada 14 Februari 2024. Meski gaduh isu penundaan Pemilu, tetapi hasil survei justru menunjukkan sebaliknya.

Tiga lembaga survei yakni Lembaga Survei Indonesia (LSI), Indikator Politik, dan Litbang Kompas menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyatakan tidak setuju dengan wacana penundaan Pemilu 2024. Hasil survei LSI, misalnya, menunjukkan bahwa 64,1% responden tak setuju dengan wacana tersebut.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, penolakan atas perpanjangan masa jabatan presiden di masyarakat sangat luas kemungkinannya. Apalagi penolakan penundaan pemilu disuarakan oleh berbagai kalangan, mulai masyarakat umum, cendekiawan, organisasi masyarakat sipil, dan sebagainya. 

“Jadi upaya penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden itu berhadapan dengan rakyat, pemegang kedaulatan dalam negara kita,” ujar Djayadi kepada Katadata.co.id Selasa, 22 Maret 2022. 

Berdasarkan data yang dihimpun Katadata.co.id, terdapat 10 dari 13 partai politik yang menolak penundaan Pemilu 2024. Djayadi mengatakan, apabila partai-partai tersebut tidak berubah sikap, maka peluang terjadinya penundaan Pemilu pun menjadi kecil.

Peneliti Indikator Politik Bawono Kumoro mengatakan, usulan penundaan Pemilu 2024 patut diragukan. Sebab Indonesia memiliki pengalaman menggelar Pilkada di ratusan daerah pada 2020 saat penularan Covid-19 sedang tinggi. 

“Tidak ada hambatan serius yang berarti,” Bawono kepada Katadata.co.id, Selasa 22 Maret 2022. 

Adanya Pemilu, Bawono melanjutkan, sebenarnya justru dapat menggairahkan aktivitas ekonomi terutama di sektor pengusaha kecil menengah. Misalnya, pada bisnis percetakan baliho hingga atribut kampanye.

Bawono mengatakan, apabila wacana penundaan Pemilu ini dilanjutkan dengan proses politik di MPR berupa amendemen konstitusi, maka akan menjadi preseden buruk di masa depan. Terutama bagi keberlangsungan demokrasi konstitusional di Indonesia.

Menurut Bawono, Presiden Joko Widodo dapat memainkan peran penting dengan pernyataan tegas dan jelas kepada publik bahwa tidak berminat menjabat hingga tiga periode. Ini sekaligus menolak penundaan Pemilu 2024 atas dalih apa pun. 

Editor: Aria W. Yudhistira