Dampak pandemi Covid-19 diperkirakan lebih panjang dirasakan bagi pekerja di tanah air. Dalam jangka menengah, tingkat pengangguran membutuhkan waktu panjang untuk kembali ke level prapandemi.
Resesi ekonomi akibat pandemi memaksa banyak perusahaan mengurangi tenaga kerja. Tingkat pengangguran naik ke 7,07% pada 2020. Meski ada gejala penurunan, tingkat pengangguran belum dapat kembali ke posisi sebelum pandemi yang berkisar 4-5%.
Dalam Pandangan Ekonomi Dunia (WEO) edisi April, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan tingkat pengangguran Indonesia akan turun ke 6% pada 2022 dari 6,49% pada tahun sebelumnya.
Proyeksi penurunan pengangguran ini sejalan dengan bangkitnya ekonomi Indonesia dari pandemi. Kondisi yang mendorong negara ini masuk ke dalam resesi pertamanya sejak krisis finansial Asia pada 1998.
IMF menunjukkan bahwa tingkat pengangguran Indonesia baru akan kembali ke tingkat prapandemi pada 2027. Sekitar tujuh tahun sejak pemerintah mencatat kasus virus corona terkonfirmasi yang pertama.
Namun, pengalaman krisis 1998 mengungkapkan bahwa bekas luka (atau scarring effect) dari pandemi relatif lebih teredam. Walaupun terdapat sedikit penurunan pada 2000, tingkat pengangguran terus meningkat sejak krisis dan memuncak di 11,24% pada 2005.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, dampak krisis 1998 lebih besar dari pandemi karena berawal dari masalah moneter dan melebar ke krisis ekonomi, sosial dan politik. Di sisi lain, krisis selama pandemi sebagian besar diakibatkan oleh pembatasan kegiatan masyarakat untuk mencegah penularan virus.
Dengan krisis ekonomi, sosial dan politik, Indonesia mencatat kontraksi produk domestik bruto (PDB) sebesar 13,12% pada 1998. Kontraksi tersebut jauh lebih dalam dari 2,07% pada tahun 2020.
“Tentunya ketika (pembatasan mobilitas) dilonggarkan (permintaan) akan dapat segera pulih,” kata Faisal kepada Katadata dalam pesan singkat pada Kamis, 28 April 2022. “Ini akan memicu perbaikan yang cukup cepat dari sisi suplai untuk memenuhi (permintaan) tersebut.”
Setelah menghadapi gelombang Omicron pada awal 2022, pemerintah melonggarkan pembatasan kegiatan masyarakat. Seperti mengizinkan masyarakat untuk mudik pada lebaran lalu. Jumlah pengunjung di tempat-tempat seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan pada akhir bulan April mulai lebih tinggi dari level normal prapandemi, menurut Our World in Data.
Seiring dengan pembukaan kembali, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perbaikan dalam beberapa indikator ketenagakerjaan pada Agustus 2021 dibandingkan tahun sebelumnya. Ini termasuk tingkat partisipasi angkatan kerja.
BPS juga mencatat bahwa jumlah iklan lowongan pada laman pencarian kerja jobs.id tercatat sebesar 4.574 pada Agustus 2021. Angka lebih tinggi 49,23% dari tahun sebelumnya, menandai bangkitnya permintaan terhadap tenaga kerja.
Proporsi penduduk usia kerja yang terdampak pandemi, baik yang berhenti ataupun masih bekerja, telah menyusut ke 5,53% pada bulan Februari. Pada tahun sebelumnya, angkanya mencapai 9,30%, menurut data BPS. Sebagian besar dari mereka mengalami pengurangan jam kerja.Tren penurunan ini terlihat di semua kelompok penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19. Jumlah pengangguran akibat pandemi, misalnya, telah turun 40,74% ke sekitar 960,000 orang pada bulan Februari dari tahun sebelumnya.
Bekas luka bagi tenaga kerja berkaitan dengan dampak ekonomi secara keseluruhan dari pandemi. Pembatasan kegiatan masyarakat selama pandemi telah menggeser pertumbuhan PDB Indonesia dari lintasan yang diproyeksikan sebelum pandemi. Kondisi ini sekaligus menandai bekas luka secara luas.
Antara 2019 dan 2024, indeks PDB riil berdasarkan angka aktual dan proyeksi yang dirilis pada bulan April lebih rendah dari proyeksi yang dirilis pada bulan Oktober 2019, berdasarkan data IMF.
Menyusul resesi akibat pandemi, PDB riil Indonesia diproyeksikan akan mencapai Rp13,1 kuadriliun pada 2024. Angka ini lebih rendah 7,01% dari yang diproyeksikan sebelum pandemi.
Josua Pardede, kepala ekonom Bank Permata, mengatakan penurunan tingkat pengangguran membutuhkan waktu sebagian karena semakin banyak orang yang bekerja di sektor jasa.
Josua menambahkan, laju pertumbuhan ekonomi sebesar 1% dapat menyerap kira-kira 500,000 tenaga kerja. Namun daya serap ini semakin menurun seiring dengan berkurangnya distribusi tenaga kerja ke industri.
“Rumusnya adalah bagaimana menggerakan pertumbuhan yang lebih cepat lagi di sektor primer dan sekunder,” kata Josua kepada Katadata dalam wawancara telepon pada Jumat 29 April 2022.
Editor: Aria W. Yudhistira