Indonesia dan Vietnam tidak hanya bersaing di lapangan hijau. Di Piala AFF 2022, langkah Indonesia terhenti setelah dikalahkan Vietnam di babak semifinal. Namun persaingan tidak hanya di cabang olahraga gocek bola tersebut, kedua negara juga bersaing menjadi motor perekonomian di Asia Tenggara.
Indonesia merupakan ekonomi terbesar di kawasan ini. Pada 2021, produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai US$1.186 miliar atau 35% dari total 11 negara Asia Tenggara. Sementara Vietnam memiliki porsi 11% atau sebesar US$366,1 miliar.
Meski begitu, selisih PDB per kapita kedua negara tidak terlalu jauh. Rata-rata per kapita Indonesia sebesar US$4.333 pada 2021. Tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia berada di peringkat kelima di Asia Tenggara. Sementara Vietnam berada satu peringkat di bawah Indonesia, yakni sebesar US$3.757.
Secara historikal, PDB per kapita Indonesia dan Vietnam terus meningkat. Namun, Vietnam memiliki peningkatan yang lebih stabil ketimbang Indonesia. Angka PDB per kapita Indonesia sempat anjlok pada 1998, juga mengalami penurunan pada 2013-2015 dan 2020.
Iklim Investasi
Vietnam memiliki regulasi yang memudahkan pembukaan usaha. Ini bertujuan meningkatkan investasi asing di negara itu. Misalnya, tidak ada modal minimal yang harus disetor, kecuali usaha padat modal.
Pajak penghasilan (PPh) badan di Vietnam pun tercatat lebih rendah ketimbang Indonesia, yakni 20% berbanding 22%.
Tidak hanya itu, rasio investasi modal terhadap hasil yang diperoleh (Incremental Capital Output Ratio/ ICOR) Vietnam juga lebih baik daripada Indonesia. Angkanya untuk Vietnam tercatat sebesar 4,6 pada 2019, sedangkan Indonesia 6,6.
Artinya, penggunaan modal untuk produksi di Indonesia kalah efisien. Salah satunya karena masih maraknya praktik korupsi dan pungutan liar.
Dengan iklim investasi yang lebih ramah, Vietnam mampu meraup lebih banyak modal dari luar negeri. Bank Dunia mencatat rasio investasi asing terhadap PDB Vietnam sebesar 4,3% pada 2021, jauh di atas Indonesia yang hanya 1,8%.
Nilai tambah manufaktur terhadap PDB Vietnam juga terus naik, mencapai 24,6% pada 2021. Sementara, angkanya untuk Indonesia mengalami penurunan menjadi 19,3%.
Kinerja Perdagangan
Investasi kemudian berdampak pada kinerja ekspor. Kontribusi ekspor barang dan jasa terhadap PDB di Vietnam mencapai 93,3% pada 2021, sementara besar kontribusinya di Indonesia hanya 21,6%.
Tak hanya itu, nilai ekspor Vietnam sepanjang 2022 pun mencapai US$371,9 miliar, lebih besar daripada Indonesia yang sebesar US$292 miliar 2022.
Namun, Indonesia punya surplus perdagangan lebih besar pada tahun lalu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia sebesar US$54,5 miliar pada 2022. Sedangkan, menurut catatan General Statistics Office (GSO), surplusnya di Vietnam sebesar US$ 11,2 miliar.
Ekonomi Digital
Di ranah ekonomi digital, Indonesia memiliki gross merchandise value (GMV) atau total nilai ekonomi lebih besar dari Vietnam. Berdasarkan laporan “e-Conomy SEA 2022” yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company, nilainya US$77 miliar untuk Indonesia dan US$23 miliar untuk Vietnam pada 2022.
Meski begitu, pertumbuhan GMV secara tahunan Vietnam menjadi yang paling tinggi di Asia Tenggara, yakni 28%. Bahkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi digital negara ini diprediksi sebesar 31% per tahun hingga mencapai US$49 miliar pada 2025.
Tidak hanya itu, adopsi layanan digital oleh pengguna digital urban di Vietnam pun secara umum lebih besar dari Indonesia. Misalnya, sebanyak 96% pengguna digital di perkotaan menggunakan layanan e-commerce di Vietnam, sementara proporsinya di Indonesia sebesar 89% pada 2022.
Populasi Usia Produktif
Dari sisi demografi, Indonesia dan Vietnam memiliki tren serupa. Persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) di kedua negara masih mendominasi, yakni 70,7% di Indonesia dan 67,6% di Vietnam pada 2020.
Hal ini menunjukkan Indonesia dan Vietnam tengah menikmati bonus demografi—kondisi saat jumlah penduduk usia produktif lebih banyak ketimbang penduduk usia nonproduktif.
Hayes dan Setyonaluri dalam laporan “Taking Advantage of the Demographic Dividend in Indonesia: A Brief Introduction to Theory and Practice” yang dirilis United Nations Population Fund (UNFPA) pada 2015 mengatakan, penduduk usia produktif yang melimpah bisa meningkatkan produksi per kapita dan pertumbuhan ekonomi jika pasar tenaga kerja mampu menyerapnya.
“Kalau tidak bisa [diserap pasar tenaga kerja], maka akan banyak angkatan kerja yang menganggur dan berpotensi menjadi sumber ketidakstabilan ekonomi dan politik,” tulis Hayes dan Setyonaluri.
Karena itu, bonus demografi perlu dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik dari segi pendidikan maupun kesehatan.
Skor Indeks Modal Manusia (Human Capital Index/ HCI) Indonesia yang sebesar 0,54 lebih rendah dibandingkan Vietnam yang sebesar 0,69 pada 2020. Skor Vietnam pun menjadi yang tertinggi di antara negara-negara berpendapatan menengah bawah.
Meski begitu, penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia dan Vietnam mengalami peningkatan. Penduduk usia 65 tahun ke atas masing-masing sebesar 9,8% dan 8,3% pada 2020.
Kondisi ini lantas menyebabkan rasio ketergantungannya terhadap penduduk usia produktif meningkat. Angkanya di Vietnam sebesar 13%, lebih tinggi dari Indonesia yang sebesar 10% pada 2021.
Terlepas dari persaingan ekonomi, Indonesia dan Vietnam memiliki pekerjaan rumah yang sama. Salah satunya, menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan antarpenduduk.
Rasio gini Indonesia tercatat stagnan di 0,384 pada Maret 2022 dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara, Vietnam baru berhasil menurunkan rasio gini menjadi 0,373 pada 2020, setelah berada di kisaran 0,42-0,43 dalam lima tahun terakhir.
Editor: Aria W. Yudhistira