Ada Pabrik Petrokimia, Potensi Investasi Kawasan Teluk Bintuni Rp11 T
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menyatakan terus mengakselerasi pengembangan kawasan industri di luar Jawa, salah satunya di Kawasan Industri Teluk Bintuni, Papua Barat. Dari kawasan ini, pemerintah menargetkan bisa menyerap investasi US$ 800 juta atau sekitar Rp 11,1 triliun dari pengembangan beberapa industri strategis.
Direktur Jenderal (Dirjen) Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Doddy Rahadi mengatakan kawasan Industri Teluk Bintuni memiliki potensi sumber daya alam untuk mendukung industri Petrokimia.
"Terlebih lagi pengembangan industri methanol dan turunannya, kemudian amoniak dan turunannya merupakan salah satu industri strategis,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (13/7).
(Baca: Kemenperin Proyeksikan Permintaan Lahan Industri Naik Pasca-Pemilu)
Kawasan Industri Teluk Bintuni merupakan salah satu dari Kawasan Industri Prioritas yang telah dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) 2015-2019, serta masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Menurut Doddy, pengembangan kawasan industri petrokimia di Kabupaten Teluk Bintuni diharapkan dapat menarik investasi sebesar Rp1,76 trilliun untuk pembangunan kawasan industri dan US$800 juta dari pembangunan pabrik methanol berkapasitas 800 Kilo Ton Per Anum (KTPA) selama 20 tahun. Adapun pembangunan pabrik tersebut diperkirakan akan memanfaatkan lahan seluas 20 hektare.
“Mengingat pengembangan Kawasan Industri Teluk Bintuni telah berlangsung selama lima tahun, saat ini merupakan waktu yang tepat melangkah ke tahapan pembangunan kawasannya,” ujar dia.
Dia menilai kawasan industri berperan strategis dalam meningkatkan efisiensi, serta kemudahan penyediaan infrastruktur. Pembangunan kawasan industri Teluk Bintuni diharapkan memberikan multiplier effect dengan masuknya banyak investasi serta peningkatan lapangan pekerjaan. Kawasan tersebut ditargetkan menyerap 3.500 tenaga kerja.
Dengan adanya Kawasan Industri Teluk Bintuni diharapkan pendapatan masyarakat akan meningkat dan akan berdampak pada peningkatan ekonomi wilayahnya. "Produktivitas perusahaan yang berlokasi di dalam kawasan industri juga akan meningkat sehingga mampu menciptakan nilai tambah lebih tinggi,” kata Doddy.
(Baca: Potensi Investasi 18 Kawasan Industri Luar Pulau Jawa Capai Rp 250 T)
Dia juga menuturkan, pihaknya telah menyusun rencana induk pengembangan industri di Kawasan Indutri Teluk Bintuni, termasuk standar terhadap pengendalian dampak lingkungan, sehingga peningkatan jumlah industri tidak akan langsung mengurangi kualitas lingkungan di sekitarnya.
Direktur Perwilayahan Industri Ditjen KPAII Kemenperin, Ignatius Warsito menambahkan, dalam master plan Kawasan Industri Teluk Bintuni yang telah disusun, dibutuhkan lahan untuk kegiatan operasi seluas 200 hektare. Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan dapat segera mengupayakan pembebasan lahan untuk mengawali pengembangan Industri tersebut.
“Setidaknya 50 hektare dulu, sehingga pengembangan tahap pertama bisa kita mulai secepatnya. Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni memiliki komitmen cukup kuat, sehingga dalam waktu dekat 50 hektare lahan yang dibutuhkan pada tahap pertama bisa segera dibebaskan,” kata dia.
(Baca: Industri Petrokimia Alami Stagnasi Dua Dekade Terakhir)
Sementara itu, Bupati Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw mengatakan, Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni telah membantu perencanaan jangka panjang dalam menyiapkan program percepatan Kawasan Industri.
Menurutnya, pemerintah daerah dan pusat sudah menandatangani kesepakatan pengalokasian 50 hektare lahan pertama yang dibutuhkan dari total kebutuhan 200 lebih hektare yang akan menjadi zona inti kawasan industri. "Setelah ini masih ada pertemuan dengan masyarakat adat di sekitar kawasan yang harus dibicarakan dengan baik,” terangnya.
Pembangunan Kawasan Luar Jawa
Sebelumnya, pemerintah menyatakan percepatan Kawasan Industri Teluk Bintuni merupakan bagian dari program strategis untuk membangun kawasan industri di luar Pulau Jawa.
Hal ini bertujuan untuk mendorong pemerataan infrastruktur dan ekonomi di seluruh Indonesia. “Pengembangan kawasan industri menjadi perhatian utama pemerintah karena mampu mewujudkan perekonomian inklusif,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta.
Pengembangan kawasan industri baru di luar Jawa diarahkan pada sektor manufaktur berbasis sumber daya alam. Upaya ini dilakukan untuk mendorong hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku di dalam negeri.
“Kami memproyeksi akan terjadi peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non migas di luar Jawa sebesar 60% dibanding di Jawa,” katanya.