Risiko Bayangi Garuda untuk Selesaikan Tumpukan Utang Jangka Pendek

Image title
21 Desember 2019, 14:58
Garuda Indonesia, Utang Garuda, Laporan Keuangan Garuda, Laba Garuda
ANTARA FOTO/REUTERS/Regis Duvignau/File Ph
Logo Garuda Indonesia terlihat di pesawat Airbus A330 yang terparkir di kantor pusat Airbus di Colomiers dekat Toulouse, Prancis, 15 November 2019.

PT Garuda Indonesia (GIAA) berencana mengambil utang baru dengan total hingga US$ 900 juta atau sekitar Rp 12,57 triliun guna menutup sebagian utang yang segera jatuh tempo (refinancing). Maskapai pelat merah tersebut memang tercatat menanggung beban besar utang jangka pendek.

Berdasarkan laporan keuangan per akhir September 2019, kewajiban (liability) perusahaan didominasi kewajiban jangka pendek yakni sebesar US$ 2,87 miliar atau sekitar Rp 40,08 triliun, sedangkan kewajiban jangka panjang hanya seperlimanya yaitu US$ 633,13 juta atau Rp 8,84 triliun. Sedangkan dari total kewajiban jangka pendek, sebesar US$ 837,72 juta atau sekitar Rp 11,7 triliun merupakan utang ke bank.

(Baca: Garuda Cari Dana Rp 12,6 T untuk Bayar Utang, Berikut Tiga Opsinya)

Adapun dalam dokumen keterbukaan informasi, Garuda menyatakan rencananya mengambil utangan baru adalah untuk membayar sebagian utang keuangan yang jatuh tempo dalam satu tahun ke depan. Ini termasuk sukuk global yang diterbitkan pada 2015 dan jatuh tempo pada Juni 2020. Bila ditelusuri dari laporan keuangan, saldo utang sukuk global yang dimaksud tercatat sebesar US$ 498,44 juta per akhir September 2019.

Menanggapi besarnya tumpukan utang jangka pendek Garuda, Analis Artha Sekuritas Nugroho Rahmat Fitriyanto mengatakan pengambilan utang baru untuk refinancing memang perlu dilakukan. Sebab, Garuda tidak akan mampu membayar utang jangka pendek jika melihat posisi kas dan setara kas-nya saat ini.

Perusahaan tercatat memiliki kas dan setara kas sebesar US$ 345 juta per akhir September 2019, naik US$ 98 juta dari posisi akhir tahun lalu (di luar efek perubahan kurs). Adapun dalam dokumen keterbukaan informasi, Garuda menggambarkan utang keuangan jangka pendeknya, dengan mengacu pada laporan keuangan per akhir Desember 2018 yaitu US$ 1,63 miliar.

"Tentu Garuda tidak akan cukup untuk membayar kewajiban sebesar US$ 1,63 miliar dengan asumsi performa perusahaan satu tahun ke depan sama dengan saat ini. Sehingga refinancing memang dibutuhkan," kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (20/12).

(Baca: Kementerian BUMN Bakal Tutup Anak Usaha Garuda yang Tak Produktif)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...