Serikat Pekerja Pos Indonesia Tuntut Direksi Jelaskan Laporan Keuangan

Image title
3 Juli 2020, 18:00
Ilustrasi, karyawan PT Pos Indonesia melayani konsumen. Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) menuntut transparansi kondisi keuangan perseroan serta pemberhentian dewan direksi karena dianggap memalsukan laporan keuangan.
ANTARA FOTO/Maulana Surya/hp.
Ilustrasi, karyawan PT Pos Indonesia melayani konsumen. Serikat Pekerja Pos Indonesia (SPPI) menuntut transparansi kondisi keuangan perseroan serta pemberhentian dewan direksi karena dianggap memalsukan laporan keuangan.

Berdasarkan beberapa kejanggalan inilah, SPPI kemudian menuding bahwa Direksi Pos Indonesia memalsukan laporan keuangan. Serikat pekerja juga menilai manajemen terus melakukan pembohongan, dan tidak melaporkan kondisi perseroan sebagaimana mestinya.

Hingga berita ini ditulis, Direktur Utama Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono tidak membalas pesan singkat WhatsApp yang dikirim Katadata. Dia juga tidak mengangkat panggilan telepon untuk konfirmasi ini.

(Baca: Pos Indonesia Bantah Bangkrut, Targetkan Laba Tumbuh 39% Tahun Ini)

Dewan Direksi Dinilai Tak Jalankan Tata Kelola dengan Baik

Selain menilai ada kejanggalan dalam laporan keuangan Pos Indonesia, SPPI juga menilai dewan direksi tak menjalankan tata kelola usaha dengan baik. Bahkan, serikat pekerja mencurigai ada indikasi dewan direksi melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Sekertaris Jenderal SPPI Muhamad Jefry, mengatakan indikasi direksi tidak menjalankan tata kelola dengan benar salah satunya terjadi dalam pengadaan jasa konsultan McKinsey, Korn Ferry, iPos2 dan Digiroin. Kebijakan ini telah menghabiskan dana puluhan miliar rupiah, namun hasil dan kontribusinya tidak dirasakan di internal pegawai.

Indikasi praktik KKN, kata Jefry, terjadi saat penjualan kepemilikan Pos Indonesia pada PT Bank Mandiri Taspen atau Bank Mantap, dengan divestasi saham yang tidak dilakukan secara proper dan wajar.

“Bank Mantap itu kinerjanya baik, dan sudah memiliki segmen nasabah, jadi kenapa dijual. Sampai saat ini kami tidak tahu alasannya, dan tidak ada keterbukaan terkait nilai penjualan," kata Jefry, kepada Katadata.co.id, Jumat (3/7).

Indikasi direksi Pos Indonesia tidak menjalankan tata kelola yang baik, juga terlihat saat anak usaha merugi. Jefry mencontohkan, saat PT Pos Logistik dan PT Pos Properti rugi puluhan miliar, tidak ada evaluasi dan investigasi dari induk usaha.

Kemudian, direksi Pos Indonesia juga diduga kerap melakukan penempatan karyawan dalam posisi strategis dalam tubuh induk maupun anak, atau perusahaan terafiliasi, tanpa melalui penilaian terlebih dahulu.

(Baca: Diterpa Isu Bangkrut, PT Pos Coba Bertahan dengan Digitalisasi Bisnis)

“Ini yang saya bilang ada like and dislike, lalu tak adil bagi jenjang karir pegawai,” ujarnya.

Selain itu, SPPI juga menilai ada indikasi KKN pada pengalihan kepemilikan perseroan pada anak usahanya, yakni Bhakti Wasantara Net, yang berubah nama menjadi PT Pospin Finansial Indonesia. Seharusnya, pada anak usaha ini porsi kepemilikan Pos Indonesia sebesar 90%, dan PT Quantum Aksesindo Nusantara sebagai mitra memegang 10%.

Namun, ternyata porsi kepemilikannya adalah, Pos Indonesia sebesar 55% dan Quantum Aksesindo Nusantara 45%. Hal ini dipandang Jefry melanggar aturan dan tak sesuai dengan praktik tata kelola yang benar.

Kemudian, SPPI juga menuding manajemen tidak meneruskan dana bantuan kemanusian untuk bencana Lombok senilai Rp 2 miliar pada 2018. Jefry menyebut, dana tersebut sampai saat ini masih mengendap di rekening perusahaan.

"Bukan tidak mungkin dana tersebut karena bercampur dengan rekening perusahaan, dapat di akuisisi sebagai pendapatan. Ini miris dan memalukan buat kami insan Pos Indonesia,” ujarnya.

(Baca: Mensos Perintahkan PT Pos Indonesia Tambah Titik Penyaluran Bansos)

Halaman:
Reporter: Muchammad Egi Fadliansyah
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...