Kementerian ESDM Ungkap Alasan Tak Ambil Alih Freeport Usai 2021

Image title
6 Agustus 2018, 20:38
Freeport
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan 21 Oktober 2015, Menteri BUMN menyurati Kementerian ESDM dan Menteri Keuangan untuk membeli saham Freeport. Juni 2016, surat itu dibalas Menteri Keuangan untuk memastikan kesanggupan BUMN membeli saham itu. Kemudian dibalas lagi jika itu penugasan BUMN.

Dalam proses itu lah pemerintah baru tahu, jika struktur kepemilikan Freeport ada hak kelola Rio Tinto. Perusahaan asal Britania Raya itu punya hak produksi Freeport pada 2022. Jadi, pemerintah harus membeli dulu hak kelola Rio Tinto agar manfaat yang diperoleh optimal. “Participating interest Rio Tinto jadi hilang,” ujar dia.

Peluang Arbitrase

Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Simon Sembiring pernah menyatakan pemerintah tidak perlu khawatir jika ada gugatan arbitrase. Ini karena sidang arbitrase mengacu peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, bukan Amerika Serikat.

Sidang arbitrase itu pun bisa dilakukan di Indonesia jika hakim sepakat. Adapun hakim arbiter terdiri dari yang ditunjuk pemerintah Indonesia, ditunjuk Freeport Indonesia, dan ditunjuk atas kesepakatan bersama.

Menurut Simon, pemerintah juga sebenarnya bisa menolak perpanjangan operasional Freeport setelah tahun 2021. Ini mengacu pasal 31 ayat 2 Kontrak Karya yang diteken tahun 1991.

Pasal itu memuat klausul yang berbunyi pemerintah tidak bisa menahan atau menunda persetujuan tanpa alasan. “Jika pemerintah menolak dengan alasan yang wajar dan masuk akal, perpanjangan tidak akan diperoleh Freeport,” ujar Simon.

(Baca: Proses Divestasi Saham Freeport Menuai Kritik)

Pemerintah pun bisa menggunakan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara beserta turunannya dalam ketika arbitrase. Beberapa poin penting dalam aturan itu yakni perubahan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), keharusan pemurnian dalam negeri, kewajiban divestasi 51% dan batasan luas wilayah tambang. 

Halaman:
Reporter: Fariha Sulmaihati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...