Timbangan Berat Sebelah Royalti 0% Batu Bara bagi Perekonomian Negara

Image title
21 Oktober 2020, 16:28
hilirisasi batu bara, royalti batu bara, omnibus law, uu cipta kerja, adaro, kideco, arutmin, kementerian esdm, penerimaan negara, pnbp
123RF.com/Lorelyn Medina
Ilustrasi. Kebijakan royalti 0% dalam UU Cipta Kerja berpotensi menggerus penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.

Royalti batu bara untuk Kalimantan Selatan mencapai Rp 6 triliun, kemudian Sumatera Selatan Rp 2,5 triliun dan Papua Rp 3 triliun. "Itu royalti doang. Berarti ruginya ada dua. Pendapatan negara dan biaya kerusakan lingkungan siapa yang menanggung karena perusahaan beroperasi 100% tanpa pembatasan,” ucap Johansyah.

Saat dikonfirmasi mengenai hal itu Jonson Pakpahan enggan berkomentar. Pemerintah masih menggodok rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan UU Minerba. "Saya belum bisa komentar. Kita lihat nanti RPP-nya ke arah mana," kata dia.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Direktorat Jenderal Minerba Sujatmiko sebelumnya menyebut royalti 0% tidak akan mengurangi penerimaan negara. Hilirisasi akan mampu menciptakan efek berganda, termasuk membuka lapangan kerja dan mendorong perekonomian daerah.

Dengan efek berganda tersebut, penerimaan negara yang hilang dari royalti 0% akan tersubstitusi. "Daerah mendapatkan dampaknya melalui pengembangan infrastruktur dan ekonomi penunjang," kata dia beberapa waktu lalu, dikutip dari Antara.

Pakar hukum pertambangan Ahmad Redi mengatakan dalam Pasal 128A Omnibus Law Cipta Kerja, insentif tersebut sifatnya masih opsional. Hal ini terlihat dalam pemakaian kata dapat diberikan insentif 0% bagi perusahaan yang melakukan pemanfaatan dan pengembangan batu bara di dalam negeri.

Artinya, perusahaan tetap bisa memilih untuk tidak melakukan peningkatan nilai tambah. Royaltinya tetap dapat dikenakan sesuai tarif PNBP.

Pemerintah sebenarnya melakukan langkah lain untuk mencegah turunnya penerimaan negara. Dalam UU Cipta Kerja, batu bara kini masuk dalam daftar barang yang kena pajak pertambahan nilai atau PPN. "Artinya, walau kehilangan potensi royalti, ada pemasukan dari PPN," ujarnya.

REALISASI PRODUKSI BATU BARA NASIONAL
Ilustrasi batu bara. (ANTARA FOTO/Makna Zaezar/wsj.)

Pengusaha Dukung Hilirisasi Batu Bara

Hendra Sinadia berpendapat pemberian royalti 0% tak lantas membuat proyek hilirisasi ekonomis. Investasi proyek itu membutuhkan dana cukup besar dan jangka panjang.

Royalti setiap perusahaan pun selama ini berbeda-beda, tergantung generasi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Misalnya, pemegang kontrak generasi pertama hanya membayar royalti sebesar 13,5%, tanpa melihat kalori.

Hal berbeda terjadi bagi pemegang izin usaha pertambangan. Besaran royaltinya berdasarkan kalori batu bara yang dihasilkan. Untuk kalori rendah, royaltinya 3%. Misalnya, perusahaan memproduksi 20 juta ton batu bara. Dari jumlah itu 2 juta ton berkalori rendah sehingga kena pajak 3%. “Sisanya, kena royalti 5% kalau kalorinya menengah atau 7% untuk kalori tinggi,” ucap Hendra.

PT Adaro Energy Tbk, salah satu pemegang PKP2B generasi pertama, mengatakan mendukung komitmen pemerintah untuk program hilirisasi. “Kepentingan negara nomor satu di atas kepentingan kita semua," kata Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir kemarin.

Perusahaan masih melihat peluang untuk menjalankan program hilirisasi. Opsinya adalah mengubah batu bara menjadi dimethyl ether (DME) untuk bahan baku elpiji. Selama ini kebutuhan elpiji nasional mencapai 7 juta metrik ton yang diimpor dari luar negeri.

Pria yang akrab disapa Boy itu mengatakan perusahaan tengah melakukan penjajakan mitra dengan pihak asing untuk melakukan kerja sama program hilirisasi. "Daripada uang keluar untuk impor, lebih baik diputar di dalam negeri dan menciptakan lapangan pekerjaan," kata dia.

Soal batu bara kembali kena PPN, menurut dia tak masalah. Pada 1985 hal itu sudah terjadi tapi berubah pada 2001. "Kami netral-netral saja. Saya sebagai pengusaha yakin tidak ada pemerintah di negara manapun yang ingin menyusahkan rakyatnya," ucapnya.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...