Ada Rusia di Blok Tuna, Sekutu Baru RI di Perairan Natuna

Image title
26 Oktober 2020, 16:26
Zarubezhneft, Blok Tuna, Premier Oil, SKK Migas, blok migas, laut cina selatan
??????? ??????/123fr
Ilustrasi. Perusahaan migas milik pemerintah Rusia, Zarubezhneft, telah mengakuisisi 50% hak partisipasi Premier Oil di Blok Tuna, Perairan Natuna.

Perusahaan patungan ini hingga sekarang menjadi pemain besar bisnis migas lepas pantai di Vietnam. Pada 2002, Vietsovpetro berhasil memompa 13,5 juta ton minyak mentah, hampir 80% dari produksi keseluruhan Vietnam.

Dalam melakukan kegiatannya, Zarubezhneft dikendalikan oleh Moskow dan fokus pada pengembangan dan pengoperasian ladang migas di luar Rusia. Proyek perusahaan lainnya berlokasi Kuba, Bosnia Herzegovina, Kroasia, Yordania, dan Uzbekistan.

Pengeboran minyak lepas pantai.
Pengeboran minyak lepas pantai. (KATADATA)

Nasib Proyek Migas Rusia di Indonesia

Meski tak dominan, Rusia sebelumnya juga pernah mendekati Indonesia di sektor migas. Salah satunya melalui Pertamina. Pada akhir 2016, Pertamina sempat mengincar hak kelola lapangan migas di Rusia. Langkah ini sebagai bagian kerja sama pembangunan kilang minyak di Tuban, Jawa Timur. Perusahaan pelat merah itu menggandeng perusahaan migas asal Rusia, Rosneft Oil Company.

Dalam kesepakatan kerangka kerja sama atau framework agreement, Rosneft mendapat kesempatan membangun Kilang Tuban. Sebaliknya, Pertamina dapat mengelola blok migas di Rusia.

Namun pada pertengahan 2017, Pertamina akhirnya batal mengakuisisi dua blok migas di Rusia. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan penghitungan aset antara Pertamina dan Rosneft.

Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman enggan berkomentar. Untuk pekembangan Kilang Tuban, ia memastikan prosesnya masih tetap berjalan.

Perusahaan sedang melaksanakan beberapa pekerjaan sesuai rencana. Misalnya, pelaksanaan studi basic engineering design (BED), melanjutkan land clearing dan restorasi pantai. "Juga penyelesaian pengadaan lahan masyarakat yang diestimasikan sampai akhir tahun ini," kata dia.

Proses pembebasan lahan targetnya dapat selesai pada akhir tahun ini. Dengan begitu, pembangunan Kilang Tuban rampung pada 2026. "Semua pekerjaan masih tetap berjalan dengan protokol Covid-19," ujarnya.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebelumnya memasukkan proyek Kilang Tuban ke dalam daftar Rp 708 triliun investasi mangkrak. Pasalnya, Pertamina dan Rosneft tak kunjung memulai pembangunan proyek tersebut meski kerja sama telah terjalin sejak lama.

Beberapa penyebab mangkraknya pembangunan kilang Tuban yaitu kendala pembebasan lahan, perizinan, hingga penyelesaian kontrak. BKPM pun mengupayakan sejumlah langkah penyelesaian lahan di Kabupaten Tuban sejak 2019, dengan menggandeng pemerintah provinsi Jawa Timur. Sampai dengan Mei 2020, BKPM mencatat pembebasan lahan proyeknya sudah mencapai 92% dari total 841 hektare.

tambang minyak lepas pantai
Ilustrasi lapangan migas lepas pantai. (KATADATA)

Kendala Pembangunan Kilang Tuban

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan kerja sama antara Pertamina dan Rosneft di proyek Kilang Tuban cukup rumit. Banyak persoalan yang mesti diselesaikan. Misalnya, perihal masalah total biaya pembangunan, pasar, supply crude, dan BEP. "Jadi saya kira perlu segera duduk bersama kembali agar bisa berjalan," ujarnya.

Melihat kondisi tersebut, Pertamina akan sulit menyelesaikannya pada 2026. Ia pun memproyeksikan realisasi Kilang Tuban akan molor tiga atau empat tahun. Dengan asumsi, semua permasalahan bisa diselesaikan paling lambat pada semester pertama tahun depan.

Perkiraannya, Indonesia akan terus melakukan impor BBM dalam jumlah besar. Belum lagi ditambah dengan impor LPG. Kebutuhan kilang untuk memproses minyak dan terintegrasi dengan petrokimia sangat dibutuhkan. “Sampai 2030, shifting energy (dari fosil ke energi terbarukan) di dalam negeri masih belum terlalu besar untuk kendaraan listrik," ujarnya.

Chief Excutive Officer PT Kilang Pertamina Internasional Subholding Refining and Petrochemical Ignatius Tallulembang beberapa waktu lalu menyebut bisnis kilang minyak membutuhkan investasi besar dan jangka panjang.

Untuk satu kilang minyak yang terintegrasi dengan industri petrokimia paling tidak membutuhkan pembiayaan sebanyak US$ 10 milliar hingga US$ 16 milliar. “Di grassroot refinery (GRR) Tuban, kami butuh investasi sebesar itu,” ujarnya.

Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Soerjaningsih mengatakan hal yang sama. Karena itu, pemerintah mendorong swasta untuk berinvestasi di bisnis downstream atau hilir migas sejak 2001.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 tentang pelaksanaan pembangunan dan pengembangan kilang minyak dalam negeri. Dalam beleid ini, Pertama bertugas melaksanakan proyek hilir migas itu.

Untuk mengakselerasi pelaksanaannya, pemerintah lalu menerbitkan Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang fasilitas proyek strategis nasional atau PSN. Pembangunan kilang termasuk di dalamnya dengan harapan pemerintah bakal memfasilitasi perizinan maupun non-perizinan yang menghambat.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...