Bisnis Batu Bara Mulai Bertransformasi di Tengah Transisi Energi

Image title
12 November 2020, 16:53
batu bara, energi, energi baru terbarukan, emisi karbon, perubahan iklim, bukit asam, grup bakrie, pembangkit listrik
123RF.com/Lorelyn Medina
Ilustrasi. Perusahaan batu bara mulai melakukan transformasi bisnis di tengah transisi ke energi bersih.

Karena itupemerintah memberikan royalti 0% untuk perusahaan yang melakukan hilirisasi. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja di sektor pertambangan.

Ketentuan pembebasan royalti tercantum dalam Pasal 39 UU Cipta Kerja. Pasal ini mengubah beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 beserta revisinya, Undang-Undang Nomor 3 Nomor 2020, tentang pertambangan mineral dan batu bara alias UU Minerba.

Dalam pasal itu, disebutkan pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batubara dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara. Perlakuan tertentu tersebut dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0% (nol persen). Ketentuan lebih lanjut mengenai perlakuan tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tambang Batu Bara
Ilustrasi tambang batu bara. (Donang Wahyu|KATADATA)

Hilirisasi untuk Pangkas Subsidi Elpiji

Pakar hukum pertambangan Ahmad Redi mengatakan transformasi bisnis komoditas emas hitam menjadi suatu keharusan. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan tambang harus segera bertransformasi.

Pertama, sudah seharusnya batu bara menjadi modal dasar pembangunan nasional dan bukan hanya sebagai komoditas ekspor semata. Paradigma bisnis batu bara sebagai bisnis jual beli harus diubah.

Kedua, peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi harus ditingkatkan dengan memanfaatkan batu bara untuk gasifikasi atau batu bara cair. Selain tumbuhnya industri baru, akan ada tambahan penerimaan negara, terbukanya lapangan kerja, dan tumbuhnya ekonomi di daerah dari kegiatan hilirisasi batu bara.

Ketiga, secara hukum, pengaturan mengenai kewajipan hilirisasi batu bara sudah ada. "Undang-Undang Perdagangan, Undang-Undang Perindustrian, Undang-Undang Minerba, dan Undang-Undang Cipta Kerja," ujarnya.

Pemerintah perlu memberikan insentif lainnya agar perusahaan tambang mau melakukan transformasi tersebut. Misalnya keringan royalti, pengurangan pajak, kemudahan pelayanan perizinan. Bagi perusahaan yang tidak melakukan transformasi diberi disinsentif, seperti kenaikan royalti dan pembebanan pajak.

Direktur Center for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso berpendapat langkah perusahaan batu bara ke energi baru terbarukan dan PLTS sebagai diversifikasi bisnis merupakan hal yang bagus. Namun, hal itu tak serta-merta langsung menggantikan batu bara.

Pemerintah sebaiknya mendorong batu bara tidak hanya untuk industri besar dan pembangkit listrik tenaga uap saja. Komoditas itu dapat menjadi bahan bakar industri menengah kecil dan rumah tangga, dalam bentuk briket atau upgrading brown coal.

Dengan begitu, dampak ekonominya lebih tinggi. “Pemerintah dapat menghemat devisa, mengurangi subsidi energi dan efek bergandanya lebih besar,” ucapnya.

Apalagi, kebutuhan elpiji atau liquefied petroleum gas (LPG) saat ini masih bergantung impor. Angkanya di 6 juta ton, sementara produksi dalam negeri hanya 1 juta ton. Budi berpendapat pemerintah dapat mengelola logistik batu bara sampai ke tingkat kecamatan, seperti stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU milik Pertamina.

Jika kebijakan tersebut dapat terimplementasi dengan baik, maka dampaknya akan cukup besar bagi keuangan negara. Berdasarkan hitung-hitungannya 1 kilogram elpiji setara dengan 3,5 Kg batu bara, sementara 1 liter solar setara dengan 3 kilogram batu bara.

Apabila sekitar 50% LPG diganti dengan batu bara, maka penghematan subsidinya mencapai Rp 30 triliun. Dengan asumsi biaya produksi briket sampai konsumen sekitar Rp 4 ribu hingga Rp 6 ribu per kilogram, lebih rendah dari harga elpiji bersubsidi 3 kilogram yang mecapai lebih Rp 7 ribu per kilogram.

APBI Dorong Pemerintah Susun Peta Jalan Hilirisasi Batu Bara

Direktur Eksekutif APBI Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia Hendra Sinadia mengatakan beberapa perusahaan batu bara sudah mulai mengarah ke proyek gasifikasi. Hal ini seiring dengan kepastian untuk berinvestasi melalui Undang-Undang Nomor 3 Nomor 2020, tentang pertambangan mineral dan batu bara alias UU Minerba.

Kemudian, ada pula komitmen pemerintah dalam UU Cipta Kerja melalui kebijakan royalti 0%. "Kondisi-kondisi ini membuat perusahaan-perusahaan bertransformasi ke arah sana,” katanya.

Para produsen saat ini menunggu dukungan insentif lainnya dari pemerintah agar proyek ini dapat berjalan dengan baik. Meskipun sudah ada kebijakan royalti 0%, tapi merealisasikan program hilirisasi cukup sulit dan berbiaya tinggi. "Nanti harganya seperti apa, offtaker-nya seperti apa, konsistensi regulasinya seperti apa, banyak sekali. Ini langkah awal saja," ucapnya.

Selain itu, ia mendorong agar pemerintah membuat roadmap atau peta jalan pengembangan gasifikasi batu bara di Indonesia. APBI pun saat ini tengah menyusun peta jalan tersebut.

Setiap perusahaan persiapan proyek gasifikasinya berbeda-beda, maka penyusunannya pun harus spesifik. "Karena tidak semua perusahaan membangun gasifikasi. Kami ada seribu perusahaan. Bagaimana ini nanti yang kecil-kecil? Nah ini harus dibuat regulasi yang jelas," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...