Mangkraknya Blok East Natuna Saat RI Krisis Cadangan Gas

Image title
17 November 2020, 17:01
Pengeboran minyak lepas pantai.
KATADATA
Ilustrasi. Pembangan Blok East Natuna bertahun-tahun mangkrak dan potensinya tak lagi dapat masuk dalam cadangan gas nasional.

Terakit pasar gas, suka atau tidak suka, faktor eksternal yang berhubungan dengan keseimbangan pasokan dan permintaan energi dan harga global sangat menentukan. Kondisi ini jelas bukan dalam jangkauan Indonesia untuk ikut mempengaruhinya. "Kecuali, kita sendiri yang menyiapkan atau akan menyerap produksi gasnya untuk pasar domestik," kata Pri.

Selain itu, pengerjaan Blok East Natuna juga memerlukan mitra untuk melengkapi Pertamina, terutama soal kemampuan teknologi. Mitra ini harus memiliki kemampuan keungan dan pengalaman dalam mengembangkan dan mengelola gas lepas pantai atau offshore dengan kandungan karbondioksida tinggi. Saat ini tidak banyak perusahaan energi yang masuk dalam kategori tersebut.

Persoalan berikutnya adalah kesediaan perusahaan migas kelas kakap dunia untuk bermitra di blok tersebut. "Kecenderungan sekarang, jumlah major international oil company yang beroperasi di Indonesia bukannya bertambah malah berkurang," ujarnya.

Perusahaan-perusahaan minyak tersebut sekarang banyak beralih ke energi terbarukan, seperti Shell, Total, dan BP. Shell sempat disebut-sebut sebagai mitra yang cocok untuk Pertamina dalam mengembangkan Blok East Natuna karena memiliki teknologi pemanfaatan karbondioksida.

Dihubungi terpisah, mantan anggota tim reformasi tata kelola minyak dan gas bumi (migas) Fahmy Radhi mengatakan dari berbagai hasil riset memang mengindikasikan Blok East Natuna mempunyai potensi migas jumbo.

Realitanya, potensi tersebut tidak sesuai dengan perkiraan riset. "Barangkali alasan itulah yang membuat Pertamina enggan menggarapnya secara serius hingga mangkrak," kata dia.

Selain itu, Pertamina juga jarang menggarap blok migas baru secara mandiri. Kebanyakan, perusahaan pelat merah itu menggarap blok terminasi, yang tingkat risikonya lebih rendah. " Blok East Natuna membutuhkan teknologi tinggi, investasi besar, dan risiko tinggi," katanya.

Salah satu solusinya, menurut dia, adalah menggandeng investor asing yang sudah berpengalaman bekerja sama dengan Pertamina. Pemerintah dapat menawarkannya ke Chevron, Total, dan ExxonMobil. "Mereka pernah garap blok migas di Indonesia, Blok Rokan, Blok Mahakam, dan Blok Cepu," katanya.

Lalu, SKK Migas harus jemput bola dengan memberikan insentif fiskal. Bahkan, kalau perlu, jatah bagi hasil untuk pemerintah dikurangi. Tujuannya, agar pengembangan Blok East Natuna dapat segera terealisasi.

OPERASI SIAGA TEMPUR LAUT NATUNA 2020
Perairan Natuna. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Potensi Gas di Perairan Natuna

Perairan Natuna menyimpan potensi gas yang besar. Selain Blok East Natuna, ada pula Blok B South Natuna. Lapangan gas ini sedang digarap oleh Medco E&P Natuna Ltd. Perusahaan telah berhasil menemukan cadangan hidrokarbon melalui tiga sumur eksplorasi.

Pada Oktober lalu, perusahaan kembali menemukan potensi hidrokarbon dari pengeboran sumur eksplorasi di lapangan West Belut-1. Potensi gasnya mencapai 11,2 juta kaki kubik per hari.

Susana ketika itu mengatakan ada empat sumur yang akan diuji untuk menambah potensi cadangan migas di Natuna. “Potensi ekonomi ini akan membantu memberi dukungan kepada pemerintah dalam menunjukkan kedaulatan negara di wilayah Natuna yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan,” katanya.

Di bagian barat perairan Natuna, Conrad Petroleum baru-baru ini mengumumkan Lapangan Mako menjadi salah satu temuan gas terbesar di cekungan West Natuna. Hal ini berdasarkan hasil studi bawah permukaan (subsurface) dan hasil audit sumber daya indenpenden.

Lapangan Gas Mako terletak di Blok Duyung, di Cekungan West Natuna. Conrad, selaku operator, telah merampungkan pengeboran pada akhir tahun lalu.

Perusahaan kemudian melakukan peninjauan kembali ke lapangan Mako secara komprehensif, yang hasilnya dirilis pada April lalu. Hasilnya, volume sumber daya keseluruhan lebih tinggi dibandingkan proyeksi awal.

Estimasi terkait sumber daya yang dapat dipulihkan 2C (kontingen), mencapai 495 miliar kaki kubik fit (BCF) atau 79% lebih tinggi dibandingkan hasil audit 2019. Sedangkan sumber daya 3C, 108% lebih tinggi dari perkiraan awal.

Proyek gas lainnya di Perairan Natuna adalah Blok Tuna. Lokasinya berada di sebelah selatan Laut Cina Selatan, dengan kedalaman sekitar 110 meter. Kontrak bagi hasilnya berlaku sejak 21 Maret 2007 dengan Premier Oil sebagai operator dan memegang 100% hak partisipasinya.

Bulan lalu, perusahaan energi asal Rusia bergabung dalam pengelolaan blok migas tersebut. Zarubezhneft, mengakuisisi 50% hak partisipasi atau participating interest milik Premier Oil di Blok Tuna. Akuisisi ini perusahaan lakukan melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd.

Kegiatan akuisisi seismik dua dimensi dan tiga dimesin telah berlangsung di Blok Tuna. Premier Oil sudah melakukan pengeboran empat sumur eksplorasi, yaitu Gajah Laut Utara-1, Belu Laut-1, Kuda Laut-1, dan Singa Laut-1. Semua komitmen eksplorasi telah terpenuhi.

Perusahaan menemukan hidrokarbon di sumur Kuda Laut-1 dan Singa Laut-1 yang strukturnya bersebelahan. Keduanya kemudian bernama Lapangan Tuna, dengan cadangan 104 juta barel setara minyak (MMBOE). Gas mendominasi temuan itu dengan kandungan karbondioksida kurang dari 2%.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...