Kemenkeu Catat Aset Negara di Sektor Hulu Migas Capai Rp 497,6 Triliun
PMK Baru untuk Industri Hulu Migas
Industri hulu migas yang berkembang menjadikan pengelolaan BMN semakin menantang. Beberapa regulasi disinyalir menjadi hambatan dalam iklim industri ini.
Kementerian Keuangan sebagai salah satu regulator dalam pengelolaan barang milik negara hulu migas memandang perlu melakukan pembaruan atas peraturan-peraturan yang selama ini dianggap menghambat iklim industri hulu migas.
Untuk mendukung terciptanya iklim bisnis yang lebih baik serta mendorong peningkatan investasi dalam negeri, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 140 tahun 2020 tentang Pengelolaan BMN Hulu Migas. Poin-poin kebaruan yang diatur dalam peraturan ini adalah reposisi subjek atau para pihak yang terlibat dalam alur pengelolaan dan cakupan penggunaan BMN yang diperluas.
Reposisi subyek dalam alur pengelolaannya, yaitu adanya pembagian peran sebagai pengelola (Kementerian Keuangan), pengguna (Kementerian Energi dan Sumber Daya MIneral) dan kuasa pengguna (SKK Migas-BPMA/Badan Pengelola Migas Aceh). Pembagian peran ini memberikan fleksibilitas dan penyederhanaan dalam alur birokrasi. Beberapa kewenangan telah beralih dengan adanya PMK Nomor 140 Tahun 2020.
Untuk perluasan cakupan penggunaan BMN, Kementerian mengubah beberapa kegiatan pemanfaatannya. Termasuk di dalamnya terkait transfer, pemakaian bersama, pinjam-pakai antar kontraktor, dan penggunaan BMN hulu migas eks-kontraktor.
Sedangkan hal baru yang terdapat pada aturan ini adalah terkait penggunaan barang milik negara hulu migas oleh kontraktor yang diperpanjang kontraknya dan pendayagunaan.
Selain mewujudkan tata kelola yang lebih baik, penerbitan aturan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara. Harapannya, kapasitas produksi migas meningkat, begitu pula investasinya. “PMK ini akan baik dalam industri karena tingkat kepastiannya sangat tinggi, enggak ada keraguan,” ujar Lukman.