Bagaimana Solusi Penyaluran BBM Subsidi agar Tepat Sasaran?
Dewan Energi Nasional (DEN) mengusulkan agar pemerintah segera melaksanakan skema subsidi tertutup terhadap penyaluran BBM bersubdisi seperti Pertalite dan Solar. Sebab skema subsidi terbuka yang berlaku saat ini tidak tepat sasaran dan rawan penyalahgunaan.
Anggota DEN Satya Widya Yudha mengatakan penyaluran BBM bersubsidi dengan skema distribusi terbuka menyebabkan lemahnya pengawasan dalam proses distribusi. “Karena sekarang ini tidak dibatasi mau beli Pertamax dan Pertalite, solar subsidi itu pengawasannya tidak bagus,” kata Satya saat acara Energy Corner, Senin (11/4).
Walau begitu, ujar Satya, dalam percobaan yang pernah dilakukan, masih ada sejumlah kendala penerapan skema distribusi tertutup untuk penyaluran BBM bersubsidi. Salah duanya adalah kendala di aspek identifikasi penerima dan sistem digitalisasi penyaluran.
Menurut Satya, pemerintah masih perlu mendata identifikasi masyarakat kategori sangat miskin, miskin, mendekati miskin, dan kategori orang kaya. Selain itu, hal-hal yang menyangkut spesifikasi kendaraan berupa jenis mobil dan tahun pembuatan menjadi faktor yang juga diperhitungkan dalam skema penyaluran subsidi tertutup.
“Jika itu bisa diidentifikasi dengan baik dan pola sudsidinya diarahkan kepada yang berhak, ini bisa membantu Pemerintah dalam hal biaya kompensasi. Ini musti harus dimulai bahwasannya subsidi tidak lagi di komoditas,” sambung Satya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menyebut adanya basis data perihal klasifikasi masyarakat yang berhak mendapat subsidi BBM perlu disegerakan. Menurutnya, hal tersebut bisa dilihat dari data penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan data masyarakat penerima subsidi pupuk dan listrik.
“Itu kalau bisa digabung antar data itu dan diklasifikasikan, itu akan sangat membantu. Kalau menunggu sampai sempurna memang agak sulit. Jadi harus segera dimulai dan disempurnakan sambil jalan,” kata Komaidi.
Jika skema distribusi tertutup itu dijalankan, Komaidi menyatakan, para penerima manfaat sebaiknya diberikan kartu khusus sebagai identitas diri. Kartu tersebut harus dibawa oleh penerima manfaat saat ingin membeli BBM bersubsidi.
“Seperti ke supermarket, warga yang mendapat kartu member akan memperoleh potongan harga tapi yang tertera di SPBU,” katanya.
Hal tersebut dinilai ampuh untuk menanggulangi praktik kecurangan seperti modifikasi tangki mobil dan penyimpangan-penyimpangan tertentu dari sejumlah pihak yang mendapat rekomendasi dari kubu tertentu untuk membeli Solar subsidi dan Pertalite.
“Banyak juga penyalahgunaan seperti dia mendapatkan BBM subsidi, lalu dia jual ke industri untuk memperoleh keuntungan dari dipasritasnya harga dari solar subsidi dan non subsidi,” ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno meminta agar pemerintah meningkatkan pengawasan BBM bersubsidi. Pengawasan tersebut menurut dia harus dilakukan di tiap-tiap SPBU agar BBM disalurkan kepada pihak yang berhak.
“Sekarang ini adalah masalah pengawasannya dan itu harus dilakukan di SPBU. Penyelewengan rawan terjadi di SPBU. Di Jabodetabek saja SPBUnya ada 700-an,” kata Eddy kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Eddy pun menyarankan adanya penyaluran BBM bersubsidi dengan skema langsung kepada penerima manfaat. Ia menyadari, skema ini perlu dipersiapkan dari jauh hari karena proses akurasi pendataan yang memerlukan waktu.
“Kita bicara apakah nanti subsidi ini diberikan dalam bentuk tunai kepada penerima manfaat. Jadi diberikan kepada yang berhak saja,” ujarnya. Simak databoks berikut:
Dalam tinjauan lapangan di sejumlah SPBU di Bengkulu pada Ahad, (10/4), Menteri ESDM Arifin Tasrif mengimbau agar para pelaku industri yang selama ini menggunakan solar subsidi baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk memakai solar non-subsidi.
"Hari ini kita melihat di lapangan bahwa masih ada yang menggunakan BBM tidak sesuai peruntukannya, banyak solar subsidi ini dipakai untuk kegiatan industri. Hal inilah yang mengakibatkan masyarakat tidak mendapatkan BBM subsidi tersebut," ujarnya.
Arifin mengakui bahwa saat ini terjadi perubahan harga yang cukup besar dikarenakan harga bahan Baku BBM harga minyak dunia yang meningkat.
"Ini yang tidak bisa dikendalikan karena harga minyak dunia saat ini meningkat sangat tinggi. Untuk itu, kami harus bisa mengalokasikan subsidi ini dengan tepat dan masyarakat harus disiplin untuk bisa menggunakan sesuai haknya," tukas Arifin.