Harga Minyak Terus Anjlok Dipicu Ancaman Resesi, Brent Mendekati US$80

Happy Fajrian
27 September 2022, 11:45
harga minyak, resesi ekonomi,
Dok. Chevron
Ilustrasi pengeboran migas.

Proyeksi Bullish Harga Minyak

Terus merosotnya harga minyak berkebalikan dengan prediksi sejumlah lembaga keuangan global seperti Goldman Sachs, JP Morgan, hingga Morgan Stanley yang mengatakan pasar minyak akan cenderung bullish hingga akhir tahun ini, salah satunya karena ketatnya pasokan.

Terlepas dari pernyataan yang menyarankan harga minyak harus bergerak lebih tinggi, minyak turun untuk sebagian besar minggu ini. Namun itu tidak terseret oleh fundamental. Harga minyak turun karena banyak pedagang dan investor bersiap untuk resesi.

Berita buruknya adalah bahwa bahkan dalam resesi, harga minyak bisa naik lebih tinggi. JP Morgan adalah salah satu peramal bullish. Pekan lalu, JP Morgan memperkirakan harga minyak Brent akan rebound menjadi US$101 pada kuartal keempat disebabkan ketatnya pasokan.

Goldman Sachs bahkan lebih bullish. Tiga minggu lalu, analis bank mengatakan Brent bisa mencapai US$ 125 tahun depan meskipun ada rencana pembatasan harga minyak Rusia sebagai alat untuk menjaga agar minyak Rusia tetap ada di pasar dan untuk menurunkan harga.

Morgan Stanley memproyeksikan harga minyak Brent di level US$ 95 per barel pada kuartal IV tahun ini. Perlu dicatat bahwa ini adalah revisi turun dari prospek harga bank untuk kuartal keempat, yang terjadi dua minggu lalu, didorong oleh meningkatnya kekhawatiran resesi.

UBS juga merevisi turun ekspektasi harganya awal bulan ini, lagi-lagi mengutip kekhawatiran resesi serta berlanjutnya aliran minyak Rusia ke importir Asia. Meski direvisi turun UBS memprediksi Brent di level US$ 110, dan berpotensi naik menjadi US$ 125 pada akhir kuartal III 2023.

Alasan yang diberikan bank Swiss itu untuk kenaikan harga minyak sama menariknya dengan kekhawatiran mereka. Menurut UBS, harga minyak tidak akan rebound karena pemulihan ekonomi global.

Mereka akan rebound karena permintaan yang lebih besar untuk produk minyak untuk pembangkit listrik dan karena pasar keseluruhan yang lebih ketat karena AS mengakhiri program penjualan cadangan minyak strategisnya atau strategic petroleum reserve (SPR).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...