DEN: Batu Bara Bukan Sumber Energi Murah, Tak Bisa Bersaing dengan EBT

Muhamad Fajar Riyandanu
14 Desember 2022, 16:42
pltu, batu bara, energi murah, energi baru, ebt, energi terbarukan, nuklir
Katadata/Courtesy of PLN
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Dewan Energi Nasional atau DEN menilai listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara bukan sumber energi murah, dan tidak akan bisa bersaing dengan sumber energi baru seperti nuklir dan energi terbarukan lainnya.

Hal tersebut lantaran biaya eksternalitas dari pengoperasian PLTU, seperti kerusakan lingkungan, emisi dan abu pembakaran yang kerap menimbulkan penyakit, tidak diperhitungkan. Apalagi batu bara untuk PLTU mendapat harga khusus dari kebijakan DMO, jauh di bawah harga pasar.

Anggota DEN Satya Widya Yudha menyatakan bahwa ke depan harga energi yang dihasilkan dari energi fosil akan kalah bersaing dari harga listrik dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Selain adanya dampak eksternalitas yang negatif, hal ini juga ditimbulkan dari adanya kewajiban pajak karbon.

"Listrik batu bara jangan salah loh, dia akan mahal kalau dimasukan faktor eksternalitas, kerusakan lingkungan akibat pengoperasian batu bara selama ini gak dimasukkan. Lalu ke emisi, kalau misalkan dia menimbulkan orang terkena sakit asma, maka harus dimasukkan faktor itu," ujarnya di kompleks DPR pada Selasa (13/12).

Dia mengatakan, hitung-hitungan perbandingan antara harga wajar listrik fosil dan EBT harus memasukan unsur eksternalitas agar berimbang. Alasannya, dampak yang dihasilkan dari pembakaran batu bara seperti kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan masyarakat merupakan biaya yang ditanggung atau masuk ke kas pemerintah.

"Jadi kalu membandingkan EBT dengan energi fosil harus dimasukkan faktor kerusakan lingkungan. Jangan hanya pakai harga batu bara, karena pada waktu lalu bisa cenderung lebih murah," ujar Satya.

Potensi Pengembangan Pembangkit Nuklir

Satya menambahkan, pengembangan PLTN di Tanah Air kemungkinan besar menggunakan teknologi Small Modular Reaktor (SMR). Menurutnya, teknologi ini bisa dibangun di pulau-pulau kecil sehingga relevan diterapkan di negara kepulauan seperti Indonesia.

Menurut Sayta, Nuklir daya rendah ini bisa juga digunakan sebagai substitusi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). "Teknologi SMR ada kapasitas 20 mega watt (MW), 40 MW. Jadi tidak rawan bagi Indonesia karena bisa ditempatkan di pulau-pulau yang terisolasi," kata Satya.

Lebih lanjut, kata Satya, implementasi PLTN di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perhitungan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di dalam skenario DEN, apabila pertumbuhan ekonomi RI konstan berada di 5,2%, maka bauran EBT dalam sistem kelistrikan di Indonesia akan berada di angka 60% pada 2060.

Torehan ini akan meningkat jadi 61% apabila pertumbuhan ekonomi berada di 5,9%. Secara garis besar, pertumbuhan ekonomi yang merangkak naik akan berdampak paralel bagi meningkatnya permintaan energi, khususnya untuk kebutuhan energi bersih yang kian mengalami tren positif.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...