Tekan Defisit Dagang, Kemendag Kaji Kemungkinan Penundaan Impor Barang

Michael Reily
14 November 2018, 07:28
Pelabuhan ekspor
Katadata

Data BPS juga mencatat, impor terbesar Indonesia sepanjang Januari sampai September 2018 berasal dari mesin atau pesawat mekanik sebesar US$ 19,72 miliar dengan porsi 16,89%. Kemudian, mesin atau peralatan listrik mencapai US$ 15,86 miliar dengan kontribusi 13,59%.

Sebelumnya, beberapa pengamat mulai menghidupkan alarm untuk waspadai pelebaran defisit perdagangan pada kuartal akhir 2018 seiring kebutuhan komoditas impor yang tinggi. Kondisi ketidakpastian global serta pelemahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di satu sisi juga dinilai akan semakin membebani impor, bukan justru semakin memacu ekspor. (Baca: Neraca Dagang Surplus, Sri Mulyani Sebut Impor RI Masih Tinggi)

Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menduga permintaan domestik terhadap barang impor pendukung kegiatan ekonomi dan juga stabilisasi suplai pangan dalam negeri akan tetap tinggi. Ekspor juga akan tertahan, akibat proteksi pasar global. "Perhitungannya, impor akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan ekspor," kata Myrdal, bulan lalu.

Dia juga menjelaskan, ekspor Indonesia masih tergantung pada komoditas primer seperti batu bara, minyak kelapa sawit, karet, dan nikel. Padahal, tren global harga komoditas unggulan tersebut masih rendah dan belum menunjukkan peningkatan signifikan.

Selain itu, perang dagang AS dan Tiongkok masih terus memanas dengan kebijakan penetapan tarif yang tinggi antara kedua negara. Myrdal pun memperkirakan persaingan kedua kekuatan ekonomi global dapat mengganggu perdagangan global serta prospek ekonomi negara berkembang lainnya.

Ekonom Institute of Development for Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira pun mengungkapkan, impor migas akan terus naik karena pelemahan kurs rupiah. Tekanan impor kian berat karena sepanjang 12 bulan terakhir, harga minyak brent meningkat hingga 40%.

Untuk impor nonmigas, khususnya kategori barang konsumsi masih akan tumbuh. Meski sudah mulai berdampak, Bhima menjelaskan importir masih butuh waktu untuk melakukan penyesuaian dengan kebijakan peningkatan 1.147 komoditas dalam PPh Pasal 22.

Menurut Bhima, defisit akan terjadi secara konsisten sampai akhir tahun karena permintaan domestik terhadap komoditas impor jelang Natal dan Tahun Baru 2019 diprediksi meningkat. "Industri akan menghindari pelemahan kurs yang lebih dalam," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...