Kalah dalam Sengketa Besi dan Baja, RI Akan Ikuti Rekomendasi WTO

Michael Reily
20 Agustus 2018, 20:41
gulungan besi baja
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Pekerja membantu bongkar muat gulungan besi baja di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (4/4/2018).

Keempat perjanjian dagang regional tersebut adalah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)-China Free Trade Agreement (12.5%), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (10%), ASEAN Trade in Goods Agreement (0%), serta the Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (12.5%).

Pada 20 Agustus 2015, Taipei meminta pembentukan panel penyelidikan oleh WTO. Kemudian, tanggal 18 Agustus 2017, WTO pun mengeluarkan laporan yang menyatakan Indonesia tidak memerhatikan negara berkembang dalam penetapan tarif.

(Baca : Terancam Sanksi Rp 5,06 Triliun, RI Tunggu Putusan WTO 15 Agustus 2018)

Indonesia pun lantas mengajukan banding kepada WTO pada 28 September 2017.  Namun,  pada keputusan akhir yang diumumkan pada 15 Agustus 2018, Dewan Banding Organisasi Perdagangan Dunia (Appelate Body WTO) menyatakan Indonesia  kalah dalam sengketa pembatasan impor galvalum.

Atas kekalahan tersebut, WTO lantas memberikan rekomendasi sebagaimana yang  tertulis dalam Article I:1 GATT (General Agreement of Tariffs and Trade) 1994, “Indonesia harus melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan,"  tulis WTO.

Oke menjelaskan, rekomendasi yang diminta WTO pada prinsipnya mencakup dua hal. Pertama, penyetaraan tarif bea masuk besi dan baja kepada semua mitra dagang. Kemudian yang kedua, penghapusan peraturan, yaitu No. 137.1/PMK.011/2014.

Dengan ketentuan tersebut, Oke mengatakan Indonesia akan ikuti rekomendasi WTO. (Baca : Buntut Sengketa Hortikultura, AS Tuntut Ganti Rugi Rp 5 Triliun)

Halaman:
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...