Aturan Tarif Cukai Dinilai Buat Persaingan Industri Rokok Tak Sehat

Dimas Jarot Bayu
13 Agustus 2018, 18:14
Pabrik rokok
ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat
Para buruh tengah melinting rokok di pabrik PT Gelora Djaja, Surabaya, Jumat, 6 Januari 2017.

Hal senada disampaikan Komisioner KPPU Kodrat Wibowo. Menurut Kodrat, ada potensi pengerucutan IHT kepada korporasi-korporasi besar. Hal tersebut saat ini ditunjukkan dengan semakin berkurangnya jumlah pabrik IHT di Indonesia.

Kodrat memaparkan, jumlah pabrik rokok pada 2018 hanya tersisa sekitar 600 unit. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 100 pabrik yang masih aktif berproduksi setiap harinya. Padahal, pada 2008 jumlah pabrik IHT tercatat masih sebanyak 3.281 unit.

"Kalau ini terus berlangsung dan menjadi lebih sedikit, kan dengan mudah ada perilaku yang mencoba memanfaatkan posisi dominan. Kecenderungannya akan bersekongkol, itu tak boleh," kata Kodrat.

Karenanya, Kodrat meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali penerapan PMK Nomor 146 Tahun 2017. Pemerintah juga diminta menyiapkan langkah antisipasi atas potensi terjadinya persaingan tidak sehat ini.

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo juga meminta agar pemerintah mengkaji ulang PMK Nomor 146 Tahun 2017. Sebab, Eddy menilai saat ini terjadi penurunan tren volume produksi dan selera konsumen IHT. Hal tersebut antara lain disebabkan adanya faktor pembatasan iklan dan aktivitas merokok di ruang publik, serta larangan penerimaan rokok bagi peserta bansos.

Andreas menilai pemerintah perlu kembali mengkaji PMK tersebut untuk menjaga keberlangsungan IHT. "Perlu kajian mendalam soal roadmap dan semua pihak terakomodasi karena menyangkut kepentingan banyak pihak," kata Andreas.

Ada pun, Enny meminta agar pemerintah membuat peta jalan komprehensif terkait keberlangsungan IHT di Indonesia. Hal itu ditujukan sebagai kebijakan alternatif agar IHT dapat bertahan dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

Dalam peta jalan tersebut, pemerintah diminta mempertimbangkan kesiapan pelaku IHT, aspek tenaga kerja, nilai budaya, nasib petani tembakau, serta keunikan produk tembakau khas Indonesia.

"Peta jalan itu perlu setingkat Peraturan Pemerintah (PP), bukan kewenangan kementerian teknis. Perlu ada harmonisasi agar seluruh target yang diinginkan tercapai," kata Enny.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...