Ekonomi RI Terkontraksi, Pengusaha Minta Pemerintah Genjot Stimulus

Rizky Alika
5 Agustus 2020, 21:44
Ekonomi RI Terkontraksi, Pengusaha Minta Pemerintah Genjot Stimulus .
ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/wsj.
Sejumlah pekerja beraktivitas di Pabrik Garmen PT Daehan Global di Desa Cimohong, Brebes, Jawa Tengah, Jumat (29/5/2020). Menurut data Kementerian Perindustrian, proyeksi pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada tahun 2020 diperkirakan hanya mencapai 5,3 persen atau lebih rendah dibandingkan target pada 2019 sebesar 5,4 persen, akibat ketidakpastian ekonomi global.

Selain itu, pemerintah diminta untuk memberikan modal kerja baru dengan bunga rendah kepada sektor industri manufaktur untuk menopang kinerja industri yang sedang lesu. Apalagi industri manufaktur berkontribusi paling besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yaitu 19,87% pada triwulan II 2020.

Benny pun optimistis, pertumbuhan ekonomi dalam negeri pada triwulan III 2020 kembali ke zona positif. "Genjot belanja secepatnya. Dorong belanja negara, belanja pemerintah daerah, hingga BUMN," kata dia.

Resesi Ekonomi 

 Sementara itu, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri berpandangan berbeda. Dia memperkirakan kontraksi ekonomi akan berlanjut pada kuartal ketiga mendatang, meski tak sedalam kontraksi pada April-Juni 2020. Apalagi, pandemi Covid-19 di Indonesia belum kunjung mencapai puncak kurva.

"Besar kemungkinan kontraksi ekonomi bakal berlanjut pada kuartal mendatang walaupun tak sedalam kuartal kedua. Jika demikian, berarti dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi, sehingga Indonesia bakal memasuk resesi," tulis Faisal dalam situs pribadinya, Rabu (5/88).

Faisal menilai pemerintah tak perlu memaksakan diri agar Indonesia terhindar dari resesi ekonomi. Jika dipaksakan, resesi berpotensi lebih panjang sehingga menelan ongkos ekonomi dan sosial kian besar.

Adapun pada kuartal kedua tahun ini, dua sektor yang terimbas paling berat akibat pandemi Covid-19 yaitu Transportasi, serta akomodasi dan makan minum, masing-masing mengalami kontraksi sebesar 30,8% dan 22% pada kuartal II 2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, karena sumbangan kedua sektor ini pada perekonomian relatif kecil, maka pengaruhnya terhadap perekonomian tak dominan.

Sedangkan industri manufaktur yang merupakan penyumbang terbesar PDB dengan kontribusi mencapai 19,8% juga mengalami kontraksi cukup dalam, yaitu 6,2%. Dari 15 kelompok industri, hanya empat yang masih tumbuh, sedangkan 11 sisanya mengalami kontraksi. Industri alat angkutan menderita kontraksi terparah sebesar 34,3%.

"Gelagatnya sudah terlihat dari data penjualan sepeda motor dan otomotif," katanya.

Konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen terbesar berdasarkan pengeluaran dalam PDB dengan kontribusi 58% juga akhirnya merosot atau mengalami kontraksi sebesar 5,51%. "Kejadian ini hampir hampir sama parahnya dengan krisis 1998 ketika pertumbuhan konsumsi rumah tangga minus 6,17%," katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan pemerintah akan berupaya agar perekonomian pada kuartal III tumbuh 0% atau positif sehingga Indonesia terhindar dari resesi teknis. Pemerintah memproyeksi ekonomi sepanjang tahun ini tumbuh pada kisaran minus 0,4% hingga 1%.

Dia pun menyebut Indonesia secara teknis belum memasuki resesi ekonomi meski ekonomi pada kuartal II negarif secara tahunan.

"Secara teknis kalau dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonomi negatif, itu berarti suatu negara atau ekonomi mengalami resesi. Kita kuartal I masih tumbuh, kuartal II mungkin negatif, tetapi Kuartal III harapkan mendekati 0% sehingga secara teknis tidak resesi," ujar Sri Mulyani dalam konferensi video di Jakarta, Selasa (16/6).

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...