Pemanfaatan Jelantah Jadi Biodiesel di Daerah

Image title
Oleh Alfons Yoshio - Tim Riset dan Publikasi
8 Januari 2021, 17:38
Pemanfaatan Jelantah Jadi Biodiesel di Daerah
Luh De Suriyani/Mongabay

Skema yang disiapkan kala itu adalah memanfaatkan minyak jelantah yang dihasilkan gerai makanan ataupun restoran yang beroperasi di dalam kompleks bandara. Berdasarkan survei yang mereka lakukan, dari restoran cepat saji dan perusahaan katering yang ada, bisa terkumpul sekitar 200 liter minyak jelantah per hari.

Skema ini bukan hanya mengurangi emisi gas buang kendaraan yang operasinya 24/7, tapi juga memberi keuntungan bagi tiap pihak yang terlibat. Berdasar perhitungan kasar, degan pemanfaatan campuran biodiesel sebesar 20 persen (B20) dan harga biodiesel di pasaran Rp 5.150, penghematan sekitar 7 persen bisa didapat. Namun pada akhirnya sampai tahun 2020, operasi ini belum terealisasi dan masih berakhir sebagai kajian semata.

Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel yang masih berjalan sampai sekarang salah satunya bisa ditemukan di Kota Denpasar, Bali. Sejak 2013,  Yayasan Lengis Hijau  bergerak dengan membeli minyak goreng bekas dari restoran-restoran dan hotel yang banyak tersebar di wilayah Denpasar, mengolahnya menjadi biodiesel, lantas menjualnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

Manager Process Engineering Lengis Hijau Tri Hermawan menyampaikan pada Katadata (17/9), sekitar 200 restoran dan hotel sudah menjadi mitra mereka. Selama beroperasi kurang lebih tujuh tahun, sekitar 20 ribu liter minyak jelantah sudah bisa  dikumpulkan tiap bulannya. “Itu hanya 10 persen (minyak jelantah yang bisa didapat). Karena di Bali ini total 200 ribu liter per bulan,” ujar Tri.

Tri melanjutkan, dalam satu kali proses produksi per hari bisa menghasilkan sekitar 1.000 liter biodiesel. Biodiesel yang dihasilkan ini lantas dijual, umumnya digunakan sebagai  bahan bakar mesin statis, seperti genset ataupun boiler di restoran dan hotel.

Sejauh ini, menurut Tri, biodiesel yang dihasilkan Yayasan Lengis Hijau memang lebih optimal untuk mesin statis ketimbang bahan bakar kendaraan. “Kalau mau dipakai untuk kendaraan  sebenarnya bisa saja. Hanya saja, mobil butuh performa, sehingga butuh respon yang cepat,” kata dia,”sedangkan biodiesel itu viskositas/kekentalannya lebih tinggi dari solar, sehingga mengalirnya lebih lambat.”

Meskipun belum seoptimal penggunaan untuk mesin statis, biodiesel produksi Lengis Hijau sudah dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan oleh Green School Bio Bus. Mereka menjadikan Biodiesel yang diproduksi Lengis Hijau sebagai bahan bakar mini-bus yang mereka operasikan untuk antar-jemput siswa sekolah.

Beragam praktik di daerah yang sudah ada menunjukkan besarnya potensi minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel. Tinggal bagaimana upaya memaksimalkannya sehingga bisa berkelanjutan dan digunakan skala yang lebih besar.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...