Biaya Produksi Naik, Petani Ajukan Kenaikan HPP Gabah jadi Rp 7.000/Kg
Ketut menekankan, pemangku kepentingan harus mencari keseimbangan harga beras yang wajar. Keseimbangan tersebut adalah harga beras yang murah bagi konsumen dan harga gabah yang tinggi bagi petani.
Ia menilai harga GKP di pasar saat ini yang mencapai Rp 8.600 per kg terlampau tinggi. Ketut mengakui harga tersebut membuat petani padi nyaman, namun konsumen telah berteriak terkait tingginya harga beras di pasar.
Oleh karena itu, Ketut mengatakan, solusi untuk masalah keseimbangan harga saat ini adalah importasi beras yang terukur. Menurutnya, hal tersebut penting untuk menekan potensi pertumbuhan harga beras akibat defisit neraca beras pada Januari-Februari 2024.
Bapanas mendata, tingkat konsumsi bulanan beras secara nasional adalah 2,54 juta ton. Sementara itu, produksi beras pada Januari 2024 diproyeksikan hanya 930.000 ton susut 30,59% secara tahunan. Demikian pula pada Februari 2024 yang diperkirakan hanya 1,32 juta ton atau anjlok 53,68% secara tahunan.
Dengan demikian, total produksi beras Januari-Februari 2023 hanay 2,25 juta ton, sedangkan konsumsi nasional mencapai 5,08 juta ton. Di sisi lain, surplus beras sepanjang 2023 hanya 270.000 ton.
Ketut menyatakan, impor beras sejumlah 2,5 juta ton yang ditargetkan tiba awal tahun ini akan dijadikan Cadangan Beras Pemerintah. Menurutnya, beras tersebut pada akhirnya akan menjadi instrumen pemerintah dalam mengendalikan harga beras di tingkat konsumen melalui program Bantuan Pangan.
Ia menilai strategi tersebut berhasil lantaran berhasil menekan pertumbuhan harga beras pada Mei-Juli 2023 dan pada kuartal akhir tahun lalu.
Berdasarkan data Bapanas, inflasi beras pada Mei-Juli 2023 naik kurang dari satu persen. Namun, inflasi beras melonjak hingga 5,61% per September saat program bantuan pangan dihentikan pada Agustus 2023. Inflasi beras kembali melemah hingga di bawah satu persen pada November 2023 saat bantuan pangan kembali diberlakukan pada September 2023.