IMF Ramal Dunia Rugi Rp 75 Kuadriliun Akibat Tak Meratanya Vaksinasi

Abdul Azis Said
6 Oktober 2021, 11:50
Vaksin Covid 19 Moderna, IMF, vaksinasi, vaksin covid-19, pemulihan ekonomi
ANTARA FOTO/Fransisco Carolio
Ilustrasi. IMF, WHO, dan WTO menargetkan setidaknya 40% penduduk di setiap negara di dunia sudah memperoleh vaksinasi, serta target 70% pada paruh pertama tahun depan.

Pertama, divergensi pertumbuhan ekonomi. Negara berkembang dan miskin akan pulih lebih lambat, sedangkan pemulihan ekonomi di sejumlah negara maju di Eropa lebih cepat. Amerika Serikat dan Cina masih akan menjadi mesin pertumbuhan utama global. 

Kondisi ini dipengaruhi oleh  akses vaksinasi yang terhambat dan respons kebijakan yang terbatas terutama akibat minimnya anggaran.

"Output ekonomi di negara maju diproyeksikan untuk kembali ke tren pra-pandemi pada tahun 2022. Tetapi sebagian besar negara berkembang dan miskin akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih," kata Georgieva.

Kedua, inflasi yang melonjak di sejumlah negara. IMF memperkirakan, tekanan inflasi bisa mereda di sebagian besar negara pada tahun depan. Kendati demikian, kenaikan harga barang dan jasa di negara berkembang dan miskin kemungkinan akan bertahan lebih lama.

Georgieva menyebut, harga komoditas pangan global telah melonjak 30% selama setahun terakhir. Hal ini terjadi bersama dengan kenaikan harga energi sehingga berdampa pada jumlah penduduk miskin yang semakin banyak.

"Ini akan menimbulkan tantangan khusus bagi negara-negara berkembang dan berkembang dengan tingkat utang yang tinggi," kata georgieva.

Ia mengatakan, proyeksi inflasi masih sangat tidak pasti. Peningkatan ekspektasi inflasi yang lebih berkelanjutan dapat menyebabkan kenaikan suku bunga yang cepat dan pengetatan tajam kondisi keuangan.

Ketiga, peningkatan jumlah utang disebut ikut menahan laju pemulihan. Georgieva menyebut utang publik global telah meningkat hingga hampir 100%. Sebagian besar penarikan utang tersebut dipakai sebagai respon fiskal terhadap krisis Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Ia mengatakan banyak negara berkembang dan miskin memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk menerbitkan utang baru dengan kesepakatan yang menguntungkan. Hal ini, menurut dia, turut mempengaruhi kemampuan fiskal negara-negara tersebut.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...