9 Alasan Organisasi Buruh Tolak Omnibus Law Cipta Kerja

Image title
16 Februari 2020, 17:19
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor membakar ban bekas dalam aksi menolak RUU Omnibus Law di depan Balaikota Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/2/2020). Dalam aksinya tersebut mahasiswa menolak RUU Omnibus Law
ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor membakar ban bekas dalam aksi menolak RUU Omnibus Law di depan Balaikota Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/2/2020). Dalam aksinya tersebut mahasiswa menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena akan mempermudah investor asing menguasai ekonomi Indonesia dan kebijakannya tidak berpihak pada hak-hak buruh seperti masalah pesangon, jam kerja dan kepastian penempatan kerja.

Keempat, sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar dihapuskan. Omnibus law menggunakan basis hukum administratif, sehingga para pengusaha atau pihak lain yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda.

"Sekarang sanksi pidana bagi pelanggar pesangon dan PHK dihapus. Padahal kalau dulu ada sanksi pidana. Masuk pidana kejahatan," kata Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) Joko Haryono dalam kesempatan yang sama.

(Baca: Serikat Pekerja Media Sebut Omnibus Law Cipta Kerja Perbudak Buruh)

Kelima aturan mengenai jam kerja yang dianggap eksploitatif. Pada pasal 89 RUU Cipta Lapangan Kerja poin 22 berisi perubahan dari pasal 79 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Isinya, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerja. 

Waktu istirahat wajib diberikan paling sedikit selama 30 menit setelah bekerja selama 4 jam, dan “Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu,” demikian dikutip. Sedangkan, waktu kerja paling lama 8 jam perhari, dan 40 jam dalam satu minggu. 

Selain lima alasan itu, empat alasan lainnya dari KSPI yaitu, omnibus law cipta lapangan kerja dianggap akan membuat karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap. Kemudian, penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) termasuk buruh kasar yang bebas, PHK yang dipermudah dan terakhir, hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...