Lima Aturan Kontroversial dalam Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja

Pingit Aria
13 Februari 2020, 19:57
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) berunjuk rasa di Alun-alun Serang, Banten, Selasa (28/1/2020). Mereka menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebab para buruh mengaku tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) berunjuk rasa di Alun-alun Serang, Banten, Selasa (28/1/2020). Mereka menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebab para buruh mengaku tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut dan isinya dinilai akan semakin menurunkan kesejahteraan buruh dengan ditiadakannya kewajiban membayar pesangon, penghapusan peran serikat pekerja, mudahnya buruh di-PHK serta pemberlakuan upah hanya berdasar jam kerja.

Upah minimum tidak diatur secara nasional. Pada pasal 89 poin 24 disebutkan, Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. Upah minimum tersebut dihitung dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Hanya, ketentuan tersebut tidak berlaku untuk industri kecil. Demikian pula untuk industri karya akan dibuat ketentuan tersendiri.

Selain itu, pada pasal 89 poin 30 disebutkan bahwa pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas

4. Ketentuan pesangon

Saat terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib memberikan pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi buruh.

(Baca: Diatur Omnibus Law, Perusahaan Besar Bakal Beri Bonus Lima Kali Gaji)

Pada pasal 89 poin 45 disebutkan bahwa uang pesangon itu dihitung menurut masa kerja. Ketentuannya:

  1. Masa kerja kurang dari 1 tahun, pesangon 1 bulan upah.
  2. Masa kerja 1 - 2 tahun mendapat 2 bulan upah.
  3. Masa kerja 2 - 3 tahun, mendapat 3 bulan upah.
  4. Masa kerja 3 - 4 tahun, 4 bulan upah.
  5. Masa kerja 4 - 5 tahun, 5 bulan upah.
  6. Masa kerja 5 - 6 tahun, 6 bulan upah.
  7. Masa kerja 6 - 7 tahun, 7 bulan upah.
  8. Masa kerja 7 - 8 tahun, 8 bulan upah.
  9. Masa kerja 8 tahun atau lebih, mendapat pesangon 9 bulan upah.

Sedangkan, perhitungan uang penghargaan masa kerja diatur sebagai berikut:

  1. Masa kerja 3 - 6 tahun, mendapat 2 bulan upah.
  2. Masa kerja 6 - 9 tahun, 3 bulan upah.
  3. Masa kerja 9 - 12 tahun, 4 bulan upah.
  4. Masa kerja 12 - 15 tahun, 5 bulan upah.
  5. Masa kerja 15 - 18 tahun, 6 bulan upah.
  6. Masa kerja 18 - 21 tahun, 7 bulan upah.
  7. Masa kerja 21 tahun atau lebih, mendapat 8 bulan upah.

Bagaimanapun, pengusaha dapat memberikan uang penggantian hak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran uang pesangon serta uang penghargaan masa kerja juga akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

5. Bonus tahunan

Pada pasal 92 disebutkan bahwa pemberi kerja berdasarkan Undang-Undang ini memberikan penghargaan lainnya kepada pekerja/buruh. Berikut ketentuannya:

  1. Pekerja dengan masa kerja kurang dari 3 tahun, sebesar 1 kali upah.
  2. Pekerja yang memiliki masa kerja 3 - 6 tahun, sebesar 2 kali upah.
  3. Pekerja yang memiliki masa kerja 6 - 9 tahun, sebesar 3 kali upah.
  4. Pekerja yang memiliki masa kerja 9 - 12 (dua belas) tahun, sebesar 4 kali upah.
  5. Pekerja yang memiliki masa kerja 12 tahun atau lebih, mendapat bonus 5 kali upah.

Pemberian penghargaan ini diberikan satu kali dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

(Baca: Pengusaha Keberatan Ketentuan Bonus Lima Kali Gaji dalam Omnibus Law)

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...