Gelembung Gas Bocor di Blok ONWJ, Jonan: Sudah 3 Kali Anjungan Miring

Image title
Oleh Verda Nano Setiawan - Febrina Ratna Iskana
22 Juli 2019, 17:18
ignasius jonan, blok onwj, pertamina
Katadata
Ilustrasi, anjungan migas lepas pantai. Pertamina belum menghitung kerugian akibat peristiwa gelembung gas dan semburan minyak yang terjadi akibat pengeboran sumur YYA-1 Blok ONWJ.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan telah memonitor secara langsung peristiwa munculnya kebocoran gelembung gas di sekitar anjungan pengeboran sumur YYA-1 Blok Offshore North West Java (ONWJ). Sejak Jumat (12/7) lalu, anjungan yang dioperasikan oleh Pertamina Hulu Energi (PHE ONWJ) telah mengalami kemiringan.

Menurut Jonan, kejadian tersebut bukanlah yang pertama, melainkan sudah tiga kali terjadi peristiwa yang sama di blok tersebut. "Ini adalah kejadian yang ketiga. Anjungan ini adalah salah satu dari tiga yang dibangun putra-putri Indonesia, risikonya besar," ujar Jonan di Auditorium BPK RI, Senin (22/7).

Pertamina hingga kini masih berupaya mengevakuasi rig di anjungan tersebut. Perseroan tersebut diperkirakan merasakan dampak yang cukup besar dari peristiwa kebocoran gelembung gas tersebut.

Salah satunya dampak terhadap keuangan Pertamina. Sebab, peristiwa blow out dalam kegiatan hulu migas biasanya akan menguras keuangan perusahaan migas. "Ini bukan hanya mengenai technology cost saving tapi teknologi yang menjamin keamanan. Sebab kalau ada kecelakaan, banyak uang (hilang)," kata Jonan.

(Baca: Ada Gelembung Gas, Produksi Lapangan YY Blok ONWJ Mundur Tahun Depan)

Direktur Utama PHE Meidawati mengatakan pihaknya belum bisa memproyeksi besaran kerugian yang diakibatkan dari peristiwa munculnya gelembung gas dan minyak di sekitar area pengeboran sumur YYA-1. Tapi dia yakin, PHE masih bisa mendapatkan keuntungan dari blok-blok migas yang lain yang dikelola oleh PHE.

"Kami belum bisa menjawab hal itu untuk saat ini, karena dampak keuangan itu baru ketahuan akhir tahun, dan PHE itu terdiri dari banyak blok tidak hanya ONWJ," katanya.

Lebih lanjut Meidawati juga mengatakan peristiwa tersebut pertama kali terjadi di Lapangan YY  Blok ONWJ pada 12 Juli 2019 lalu. Pertamina pun langsung mengevakuasi seluruh pekerja agar tidak muncul korban jiwa dari peristiwa tersebut. 

Selain itu, PHE telah melakukan patroli agar tidak ada nelayan atau masyarakat yang mendekat ke wilayah sumur YYA-1. Meidawati juga mengatakan, Pertamina telah memasang oil boom demi mengurangi dampak pencemaran dari munculnya semburan minyak dari sumur tersebut. 

"Kami juga berupaya menyelesaikan permasalahan ini dengan mendatangkan ahli yang mempunyai pengalaman internasional,"ujar Meidawati ke Katadata pada Sabtu (20/7). 

Lebih lanjut Meidawati menyatakan telah mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk jajaran Komisaris dan Direksi Pertamina, anak perusahaan grup Pertamina, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Menteri dan Wakil Menteri ESDM, bahkan kontraktor migas lainnya seperti ExxonMobil dan BP Indonesia. "Dukungan juga datang dari mitra kami seperti Schlumberger agar kami dapat menyelesaikan permasalahan ini,"ujarnya. 

(Baca: Ada Gelembung Gas di Blok ONWJ, Target Lifting Migas Bisa Tak Tercapai)

Blok ONWJ merupakan blok migas pertama di Indonesia yang menggunakan skema kontrak bagi hasil gross split. Pertamina mendapatkan bagi hasil minyak sebesar  62,5 persen dan gas 67,5 persen, sisanya untuk negara. Pemerintah memberikan bagi hasil sebesar itu karena Blok ONWJ terletak di lepas pantai, dan sumur migas berada di kedalaman laut melebihi 20-25 meter. Selain itu, di Blok ONWJ juga memiliki kandungan karbondioksida (CO2).

Untuk mengelola Blok ONWJ, Pertamina memproyeksi akan mengucurkan dana sebesar US$ 80 juta dalam tiga tahun pertama sejak kontrak ditandatangani pada 2017 lalu. Selama masa kontrak 20 tahun, perusahaan plat merah tersebut menghitung akan menggelontorkan dana hingga US$ 8,5 miliar atau setara Rp 113 triliun untuk mengelola Blok ONWJ. 

Seluruh dana tersebut ditanggung oleh Pertamina. Sebab, dalam skema gross split, pemerintah tidak lagi menanggung biaya dan resiko yang timbul dari kegiatan produksi migas. Seluruh biaya dan resiko dalam eksplorasi dan eksploitasi migas ditanggung sepenuhnya oleh kontraktor migas.

(Baca: Pertamina Gandeng Tim Deepwater Horizon Atasi Gelembung Gas Bocor ONWJ)

Reporter: Verda Nano Setiawan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...