Kisah Duka Para Jurnalis saat Meliput Kerusuhan 22 Mei

Dimas Jarot Bayu
24 Mei 2019, 07:15
jurnalis, aksi unjuk rasa Bawaslu, intimidasi aparat keamanan
Sejumlah masa yang tergabung dalam Gerakan Kedaulatan Rakyat melakukan solat teraweh berjamaah saat aksi di depan Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat (21/5). Aksi ini merupakan penolakan terhadap hasil rekap pemilu 2019.

(Baca: TKN Kritik Prabowo Abai dalam Aksi 22 Mei yang Berujung Kerusuhan)

Intimidasi dan Kekerasan Terhadap Jurnalis

Lain Dipta dan Danang, lain pula kisah yang dialami jurnalis Republika, Ronggo Astungkoro. Selain mengalami mata perih karena terkena gas air mata, Ronggo sempat mendapatkan intimidasi dari aparat keamanan ketika meliput kericuhan.

Hal tersebut terjadi ketika Ronggo tengah mengambil gambar aparat keamanan yang sedang beristirahat. Ronggo berniat membuat berita mengenai betapa lelahnya aparat ketika berjibaku mengamankan gedung Bawaslu dari massa aksi yang ricuh.

Hanya saja, aparat keamanan tak terima dengan tindakan Ronggo yang memfoto mereka tengah beristirahat. Mereka lantas meminta Ronggo untuk menghapus foto-foto tersebut.

"Sudah saya jelaskan angle-nya bagaimana, tetap saja begitu. Saya disuruh hapus foto-foto," ujar Ronggo.

Lebih lanjut, ada beberapa jurnalis yang terkena lemparan dari massa aksi yang ricuh. Berdasarkan pantauan Katadata, jurnalis dari CNNIndonesia.com dan Tribun Jakarta terkena lemparan batu. Ada pun, jurnalis Katadata terkena lemparan traffic cone saat meliput.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta sendiri mencatat ada tujuh jurnalis yang mengalami tindakan kekerasan, intimidasi, dan persekusi ketika meliput aksi 23 Mei dini hari.

Mereka antara lain jurnalis CNNIndonesia TV Budi Tanjung, jurnalis CNNIndonesia.com Ryan, jurnalis MNC Media Ryan, jurnalis Radio Sindo Trijaya Fajar, jurnalis Alinea.id Fadli Mubarok, serta dua jurnalis RTV Intan Bedisa dan Rahajeng Mutiara.

Budi dipukul di bagian kepala dan rekaman videonya di ponsel dihapus oleh beberapa anggota Brimob di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI). Sementara, polisi merebut ponsel dan meminta Ryan menghapus video ketika mereka tengah menangkap provokator massa di Jalan Jatibaru.

(Baca: Peretail Taksir Kerugian Triliunan Rupiah Dampak Kerusuhan 22 Mei)

Ryan dipukul di bagian wajah, leher, lengan kanan bagian atas dan bahu oleh beberapa polisi dan orang berseragam bebas. Mereka juga menggunakan tongkat untuk memukul Ryan.

"Aparat kepolisian tetap melakukan kekerasan walaupun Budi dan Ryan mengaku sebagai jurnalis, bahkan telah menunjukkan identitasnya sebagai jurnalis," kata Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani.

Asnil mengatakan, kekerasan terhadap jurnalis juga dilakukan oleh massa aksi. Mereka melakukan persekusi dan merampas peralatan kerja jurnalis seperti kamera, telepon genggam, dan alat perekam.

Massa memaksa jurnalis untuk menghapus semua dokumentasi berupa foto maupun video. Beberapa jurnalis bahkan mengalami tindak kekerasan fisik berupa pemukulan.

Menurut Asnil, berbagai tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik. Hal tersebut termasuk pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-undang nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Atas dasar itu, AJI Jakarta bersama LBH Pers mendesak aparat keamanan untuk mengusut tuntas kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis. AJI Jakarta dan LBH Pers juga mengimbau para pimpinan media massa bertangung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya.

Mereka pun mengimbau para jurnalis yang meliput aksi untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan. "Sebab tidak ada berita seharga nyawa," kata Asnil.

(Baca: Fadli Zon Sebut Massa Aksi Bawaslu Bukan Relawan BPN)

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...