Industri Kreatif dalam Bidikan Para Pengusung Modal

Desy Setyowati
8 April 2019, 08:00
ekonomi kreatif, industri kreatif
ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
Direktur Akses Nonperbankan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Sugeng Santoso (kiri), bersama Deputi Akses Permodalan Fadjar Hutomo (tengah), dan Kasubdit Dana Masyarakat Hanifah (kanan) menyampaikan materi pada "FoodStartup" Indonesia, di Medan, Sumatera Utara, Selasa (11/4).

Salah satu proyek yang berhasil diwujudkan melalui crowdfunding Kolase adalah konser ulang tahun ke-19 grup band Mocca. Dalam kampanye bertajuk Secret Show itu, penggemar Mocca berhasil mengumpulkan dana Rp 50 juta, hingga konsernya digelar pada 25 November 2018 lalu.

Di awal pembentukannya, Kolase.com memperoleh dana US$ 750 ribu atau setara Rp 10,35 miliar dari PT Global Basket Mulia Investama. Dana tersebut digunakan untuk mengedukasi masyarakat atas peran mereka mendukung musisi Indonesia.

Nantinya, masyarakat yang menyumbang pembuatan album atau konser musisi mendapat diskon tiket konser, Compact Disc (CD), ataupun Digital Video Disc (DVD) dari album musisi yang didanai. “Pekerjaan rumah kami adalah mengedukasi masyarakat untuk menghargai karya musik,” kata CEO Kolase.com Raden Maulana.

Gim horor Dreadout juga berhasil dikembangkan berkat crowdfunding. Produser Gim Dreadout Rachmad Imron menyatakan, timnya berhasil menggalang dana patungan US$ 29 ribu atau sekitar Rp 304,5 juta (kurs US$ 1 = Rp 10.500) untuk mengembangkan besutannya pada 2013. Meski, total biaya yang dikeluarkannya saat itu mencapai sekitar US$ 200 ribu atau sekitar Rp 2,1 miliar.

(Baca: Biaya Pengembangan Gim Horor Dreadout 2 Lebih Rp 2,8 Miliar)

Baginya, crowdfunding bukan sekadar strategi untuk mencari modal, melainkan dapat mengukur potensi pasar. Mereka yang memodali pengembangan, sangat mungkin bersedia kembali membayar untuk memainkannya kelak.

Imron menyatakan, Dreadout menghasilkan sekitar US$ 150 ribu atau sekitar Rp 1,72 miliar saat pertama kali dirilis pada Mei 2014 ketika kurs saat itu Rp 11.500 per dolar Amerika. “Jadi crowdfunding itu sekaligus validasi market,” ujarnya.

Langkah Memperbesar Akses Permodalan Industri Kreatif

Toh, tak semua pelaku usaha seberuntung itu. Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fadjar Hutomo menyatakan, akses modal bagi pelaku industri kreatif kebanyakan berasal dari dua lembaga formal, yakni perbankan dan modal ventura.

Sebenarnya, kondisi ini belum ideal, sebab modal di dalam negeri terkonsentrasi di perbankan sebesar Rp 5.000 trilun dan modal ventura Rp 10 triliun. Aturan di dua lembaga keuangan ini, terutama perbankan, cukup ketat dalam menyalurkan kredit.

Sementara itu, pelaku industri kreatif kebanyakan merupakan anak muda yang minim pengalaman. Apalagi mereka pada umumnya tidak memiliki aset seperti tanah atau bangunan yang bisa dijadikan agunan bagi perbankan. Tapi kelompok ini mempunyai “aset lain” yang tak kalah berharga, yakni kekayaan intelektual mereka dalam berkreasi.

Potensi besar ini yang akhirnya mulai dilirik kalangan perbankan. Beberapa lembaga keuangan sedang bergandeng tangan dengan Bekraf. Maybank Indonesia, misalnya, telah menjajagi pembiayaan industri kreatif sejak tahun lalu, dengan Bekraf sebagai fasilitator bagi usaha-usaha kreatif untuk mendapatkan pinjaman.

Cara lain untuk membuka lebar keran permodalan yakni pemerintah menggelar Bekraf Venture di berbagai daerah. Program ini dirancang untuk meningkatkan pengetahuan pelaku usaha dalam menyusun proposal pembiayaan, hingga cara pitching dihadapan investor.

(Video Edisi KhususMusim Semi Industri Kreatif di Indonesia)

Menurut Fadjar, program tersebut penting karena hanya sekitar 25 % pengusaha kreatif berhasil mendapat kredit perbankan, dan cuma 1 % yang mengantongi dana modal ventura. Sisanya, mayoritas masih menjalankan usaha dengan modal pribadi.

Upaya tersebut rupanya cukup mencuri perhatian. Bekraf Venture yang digelar di Bandungn pada akhir Februari lalu, misalnya, banjir pengunjung. Sekitar 140 peserta memadati Royal Palm Ballroom di Aston Tropicana Hotel, separuh lebih dari target.

Mita Hapsari, terlihat bersemangat mengikuti acara yang mengusung upaya peningkatan akses fasilitas permodalan non-perbankan ini. “Saya mendapat masukan dan menjadi lebih tahu tentang permodalan,” ujar perempuan 43 tahun dari Cicadas, Bandung ini seperti yang ditayangkan di laman Bekraf.

Halaman:
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...