Nasib Buruh Perempuan, Alami Diskriminasi di Seluruh Sektor Industri

Dimas Jarot Bayu
8 Maret 2019, 21:24
Buruh Pabrik
ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Buruh pabrik garmen di Citeureup, Bogor, Jawa Barat. Buruh perempuan kerap mengalami diskriminasi.

Sementara, Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) hingga saat ini masih mandeg. "Masih dibutuhkan satu payung hukum untuk mengakomodir kepentingan korban dalam kasus-kasus kekerasan seksual," kata Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus.

Atas dasar itu, sejumlah organisasi yang tergabung dalam Komite IWD 2019 mendorong peran politik perempuan yang independen. Mereka enggan untuk dilibatkan dalam politik elektoral yang tengah berlangsung tahun ini.

Lebih lanjut, mereka mengirimkan berbagai tuntutan kepada negara untuk mengatasi berbagai persoalan yang menimpa perempuan saat ini. Tuntutan mereka di bidang ketenagakerjaan adalah agar negara mendukung pengesahan rancangan Konvensi ILO tentang Penghapusan dan Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Tempat Kerja.

Tuntutan Kesejahteraan Perempuan

Komite IWD 2019 juga menuntut pemerintah mencabut PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang dinilai tidak berpihak pada buruh perempuan. Mereka juga menuntut pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Permenaker Perlindungan Pekerja Rumahan, dan pelaksanaan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Mereka juga menuntut penghapusan sistem kerja kontrak, outsourcing, magang yang tidak melindungi kesejahteraan buruh. Lebih lanjut, Komite IWD 2019 menuntut penyediaan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual komprehensif sesuai Rencana Pembangunan Nasional. Mereka juga meminta pemerintah mencabut sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Di bidang kesehatan, Komite IWD 2019 menuntut penyediaan layanan dan fasilitas kesehatan yang merata dan adil gender, memenuhi jaminan atas cuti haid dan melahirkan tanpa persyaratan medis. Mereka pun menuntut pemberian ruang laktasi nyaman bagi perempuan pekerja.

Di ranah media dan teknologi, Komite IWD 2019 mendesak Kemenkominfo membangun sistem dan kebijakan yang mencegah meluasnya kekerasan berbasis gender dan seksual di ranah siber. Mereka juga meminta perusahaan media memproduksi isi pemberitaan yang ramah terhadap perempuan, adil gender dan berpihak pada korban.

Di bidang hukum dan kebijakan, Komite IWD 2019 menuntut penghapusan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif bagi perempuan. Mereka juga meminta peradilan yang mudah, murah, terjangkau, dan menyediakan fasilitas penunjang berperspektif HAM. Kemudian, mendesak Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung memiliki anggota dengan perspektif hukum adil gender dalam setiap penanganan kasus.

Di bidang ruang hidup dan agraria, mereka menuntut penghentian berbagai proyek infrastruktur yang merampas sumber kehidupan dan ruang hidup masyarakat. Mereka juga meminta adanya keterlibatan perempuan dalam proses pembuatan kebijakan sumber daya alam dan program pembangunan berkeadilan.

Di bidang kekerasan seksual, mereka menuntut adanya pengesahan RUU PKS. Mereka juga meminta DPR mengamandemen UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam upaya menghapus kekerasan anak.

Di bidang identitas dan ekspresi, Komite IWD 2019 menuntut ketiadaan pembatasan kebebasan berekspresi perempuan. Mereka juga menuntut politisasi dan komodifikasi tubuh perempuan, keberagaman orientasi seksual, identitas dan ekspresi gender hanya untuk kepentingan politik praktis atau agama tertentu.

Mereka juga menuntut adanya pengakuan hak seksual tanpa memandang usia, jenis kelamin, orientasi seksual dan ekspresi gender, stasus perkawinan, agama, ras, wilayah geografis, dan latar belakang ekonomi.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...