Penerapan Masterplan Pengurangan Risiko Tsunami Terhenti Sejak 2015

Dimas Jarot Bayu
26 Desember 2018, 23:32
Tsunami Selat Sunda
ANTARA FOTO/Ardiansyah
Sebuah kapal nelayan yang tersapu tsunami Selat Sunda dan menimpa rumah warga di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Lampung, Minggu (23/12/2018).

Alhasil, Indonesia hanya mengandalkan lima buoy milik negara lain di sekitar wilayah Indonesia. Persoalannya, lokasi buoy tersebut cukup jauh. Satu unit buoy berada di barat Aceh milik India, satu unit di Laut Andaman milik Thailand, dua unit di Selatan Sumba milik Australia, satu unit di utara Papua milik AS.

"Itu biasanya kami bisa menerima (deteksi dari buoy milik negara lain) setelah tsunami menerjang wilayah Indonesia," kata dia.

(Baca juga: BNPB: Tak Punya Alat Pendeteksi Tsunami, RI Andalkan Milik Negara Lain)

Peralatan mitigasi tsunami lainnya juga jauh di bawah kebutuhan. Sutopo mencontohkan, Indonesia hanya memiliki 52 dari kebutuhan seribu sirine tsunami. Selain itu, Indonesia juga baru memiliki 261 alat digital video broadcast (DVB) dari kebutuhan sebanyak 553 unit.

Sarana dan prasarana evakuasi, seperti rambu-rambu, jalur evakuasi dan shelter (alias tempat perlindungan) juga masih kurang. Di Banten saja, hanya ada dua shelter yang berada di Wanasalam dan Labuan. Padahal shelter idealnya dibangun setiap radius dua kilometer. "Ini butuhnya banyak," ujarnya.

Sutopo menjelaskan, masterplan juga penting untuk membangun kultur masyarakat terkait mitigasi bencana. Sebab, masterplan memiliki program penguatan kapasitas kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana. Hal itu dilakukan melalui pembangunan Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops), desa tangguh, pendidikan kebencanaan, dan pembangunan kemandirian industri kebencanaan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...