Jokowi Siapkan Hadiah Rp 200 Juta Bagi Pelapor Kasus Korupsi

Ameidyo Daud Nasution
9 Oktober 2018, 20:56
penggeledahan kantor Fredrich Yunadi
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kantor tersangka dugaan menghalangi proses penyidikan atau Obstruction of Justice (OJ), Fredrich Yunadi di Jakarta, Kamis (11/1).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 yang mengatur partisipasi masyarakat dalam pencegahan Tindak Pidana Korupsi. Aturan tersebut di antaranya menyebutkan imbalan uang bagi masyarakat yang mencegah, mengungkap, hingga ikut memberantas tindak pidana korupsi dengan besaran paling banyak Rp 200 juta.

Dalam PP bernama resmi Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pemerintah membuka diri menerima laporan tindak pidana korupsi dari perseorangan hingga kelompok.

Formula premi atau besaran yang diberikan yakni 2 permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dikembalikan. Namun nilai maksimal yang diberikan Rp 200 juta. Khusus untuk perkara suap, imbalan yang diberikan 2 permil dari nilai uang suap, dengan nilai maksimal yang dihadiahkan pemerintah hanya Rp 10 juta.

"Penghargaan diberikan dalam bentuk piagam dan/atau premi," demikian petikan Pasal 15 PP tersebut yang dikutip Selasa (9/10). (Baca juga: Jokowi Akan Terbitkan Aturan Pertajam Pencegahan Korupsi)

Aturan tersebut juga mengatur tata cara mencari hingga melaporkan temuan masyarakat. Masyarakat dapat mencari dan memperoleh informasi dugaan korupsi publik dan swasta dengan pengajuan permohonan pejabat yang berwenang atau penegak hukum.

"Permohonan paling sedikit memuat identitas diri dengan dokumen pendukung dan informasi yang sedang dicari dan akan diperoleh dari badan publik dan swasta," demikian petikan Pasal 4 PP 43.

(Baca: RI Dinilai Penuhi 84% Komitmen Antikorupsi Internasional)

Sedangkan laporan kepada penegak hukum dapat diberikan secara lisan maupun tertulis melalui media elektronik maupun non elektronik. Apabila dilaporkan lisan, maka penegak hukum wajib mencatat laporan secara tertulis.

Laporan paling tidak memuat identitas pelapor dan uraian fakta dugaan tipikor. Sedangkan dokumen pendukung pelapor adalah identitas diri seperti Kartu Tanda Penduduk serta dokumen atau keterangan terkait dugaan yang dilaporkan.

"Laporan wajib ditandatangani pelapor dam penegak hukum," begitu bunyi Pasal 7 PP 43.

Bahkan PP tersebut juga mengatur perlindungan hukum bagi pelapor yang melaporkan kebenaran tipikor. Perlindungan dapat dilakukan penegak hukum bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

(Baca juga: Ada Perpres Beneficial Ownership, Cuci Uang Korporasi Mudah Dibongkar)

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...