BPK Beri Opini 'Disclaimer' ke KKP, Luhut Minta Susi Belajar Mendengar

Dimas Jarot Bayu
7 Juni 2018, 08:47
Susi Pudjiastuti
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendengarkan tanggapan anggota dewan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks, Parlemen, Senayan, Jakarta (22/1/2018).

c. Saldo yang tidak wajar antara lain saldo minus dan perbedaan antara nilai pada neraca dengan SIMAK yang tidak dapat dijelaskan sebesar Rp2,15 miliar.

4. Utang kepada pihak ketiga atas pengadaan kapal sebesar Rp 4,06 miliar yang tidak diyakini kewajarannya, terdiri dari:

a. Saldo tersebut merupakan utang pengadaan kapal penangkap ikan yang diakui berdasarkan jumlah unit kapal yang telah selesai dan diterima dengan harga per unit sesuai kontrak.

b. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK dan dokumentasi Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) KKP, kapal tersebut tidak sesuai spesifikasi teknis dan tidak tersedia data rincian harga satuan untuk setiap komponen dalam kontrak.

5. Realisasi belanja barang sebesar Rp164,42 miliar yang tidak diyakini kewajarannya, meliputi:

a. Kelemahan pengendalian dalam perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja pengadaan kapal.

Ketidaksesuaian jumlah unit kapal antara KAK, SK Penetapan Penerima Bantuan dan Juknis Sarana Bantuan Penangkapan Ikan. Pengadaan kapal dinilai tidak sesuai KAK di mana menurut KAK sebanyak 755 unit namun terkontrak 785 unit.

Dari 755 unit kapal, pengadaan mesin sebanyak 743 unit. Alhasil, 12 unit kapal tidak mendapat kuota mesin.

Realisasi belanja pengadaan kapal sebesar Rp 25 miliar yang pembayarannya berdasarkan jumlah unit kapal selesai dan diterima dengan harga per unit sesuai kontrak.

Hasil pemeriksaan BPK atas kondisi kapal, dokumentasi Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) KKP dan Biro Klasifikasi Indonesia, kapal-kapal yang dibeli dengan anggaran sebesar Rp 25 miliar tidak sesuai spesifikasi teknis dan tidak tersedia data rincian harga satuan untuk setiap komponen dalam kontrak.

Pelaksanaan pekerjaan tidak didukung dengan konsultan pengawas. Keterlambatan penyelesaian pekerjaan atas unit kapal yang melebihi batas kontrak hingga 31 Maret 2018 belum dikenakan denda minimal Rp 5,4 miliar.

Sepuluh kontrak atau sebanyak 76 unit kapal senilai Rp 21 miliar yang penyelesaian pekerjaannya melebihi batas waktu sesuai PMK 243 tidak dilakukan pemutusan kontrak.

b. Selain itu, terdapat belanja antara lain berupa honorarium dan sewa sebesar Rp 139,41 miliar yang tidak didukung bukti lengkap dan diragukan validitasnya sebagai pertanggungjawaban atas realisasi kegiatan.

6. Realisasi belanja modal pengadaan barang Percontohan Budidaya Ikan Lepas Pantai (Keramba Jaring Apung Lepas Pantai/KJA Offshore) sebesar Rp 60,74 miliar tidak diyakini kewajarannya.

a. Pembayarannya menggunakan progres fisik berdasarkan estimasi tanpa memperhatikan komponen-komponen yang belum terpasang.

b. Tidak tersedia data rincian harga satuan komponen-komponen tersebut dalam kontrak serta atribusi biaya perakitannya per item pekerjaan. Pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak didukung dengan konsultan pengawas.

Atas pengadaan tersebut ditemukan permasalahan lainnya, meliputi pembangunan dua unit work boat senilai Rp 25,4 miliar (sebelum PPn) yang seharusnya berasal dari Norwegia di subkontrakkan kepada pihak ketiga di Batam. Kelebihan pembayaran atas pengadaan item-item pekerjaan yang belum datang dan/atau lengkap per 31 Desember 2017 sebesar Rp 39,64 miliar.

Denda keterlambatan yang belum dipungut minimal sebesar Rp 8,82 miliar. Lalu, sampai dengan tanggal 5 April 2018 pekerjaan tersebut belum selesai. Padahal, sesuai dengan PMK 243 tahun 2015 pekerjaan tersebut harus selesai tanggal 31 Maret 2018.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...